EPILOG

10.9K 581 73
                                    

Mata kecil itu membulat sempurna. Paras cantik seorang gadis dengan gaun berwarna lilac itu semakin menawan tatkala pancaran sinar matanya nampak berseri. Hana takjub akan pemandangan yang ia lihat sore ini. Ada beberapa bayi-bayi kecil tertidur tenang dihadapannya. Tapi fokus Hana adalah bayi lelaki dengan rambut tebal, dan hidung mungil merah tengah menguap. Selimutnya berwarna biru tosca.

“Lucu ya? Itu adiknya kakak.” ujar Vano lembut menunjuk sekali lagi adik kecil Hana.

Hana termenung masih terpesona akan sosok adik bayi yang kini sudah menjadi bagian dari keluarga Kurniawan. Hana masih tidak mengerti perbedaan antara lelaki dan perempuan. Tapi yang Hana tahu, adik yang disebut ayahnya amat begitu mungil. Hingga dia tak tahan menempelkan kedua telapak tangan pada kaca pembatas. Berusaha menyentuh adiknya.

“Deekk...” seru Hana. Vano tersenyum lembut. Membenarkan gendongannya karena Hana bergerak. Tidak ingin Hana memukul dinding kaca takutnya para bayi lain punya orang tersebut malah menangis.

“Adiknya kakak Hana masih bobok. Nanti aja ya, kalau sudah bangun boleh lihat.”

“Bok?”

“Iya, masih bobok.”

“Dekk..” ujar Hana tidak rela. Mendadak dia menjadi sedih. Dipeluknya leher sang ayah dan bersandar pada tubuh hangat itu.
“Bu...yaah.bubu...”

“Mau ketemu bunda? Ke kamarnya bunda yuk?” ajak Vano seraya berlalu dari ruang bayi dan menuju ke kamar inap milik istrinya. Pagi tadi istrinya baru saja melahirkan dengan selamat. Dan sekarang tengah beristirahat.

Vano mengajak bicara Hana yang sepertinya masih lesu entah karena apa. Dielusnya rambut Hana sesekali menghirup aroma bedak bayi itu. Ketika dia berbelok, Vano melihat ibu dan ayah mertuanya tengah menuju ke arah dirinya. Kemudian sang ibu tersenyum.

“Hana udah lihat, Van?” tanya mama seraya menyentuh Hana. Tapi cucunya itu tidak mau dan semakin menyembunyikan wajah di leher ayahnya.

“Udah, ma. Kayanya nggak mood. Mau ketemu bundanya.”

“Hana kangen bunda ya?” tanya sang papa mertua jahil. Mencoba mencuri satu ciuman tapi kakeknya itu malah kena pukul.

“Ya udah kamu bawa Hana ke kamar dulu. Papa sama mama mau lihat bayinya. Kamu udah makan belum?” tanya sang mama perhatian membuat Vano mengangguk bersahaja.

“Gampang, ma. Nanti aja Vano makan. Nggak gitu laper juga kok.”

“Ya tetep makan yang teratur lho, Van. Jasmine lagi bedrest kamu kudu jaga kesehatan. Ntar deh mama beliin makanan ya.” hati Vano terasa hangat tatkala ibu mertuanya mengusap bahu Vano yang sejak pagi tadi menegang karena mendampingi istrinya diproses persalinan.
Ibunya itu kini sangat sangat baik kepadanya.

Karena mertuanya sekarang sudah tahu kisah sesungguhnya hubungan antara Vano dan Jasmine. Bahwa yang menghamili Jasmine dulu bukanlah Vano. Melainkan Ian. Kedua orang tua Vano dan Jasmine sempat marah besar dan bermaksud melabrak kediaman rumah Ian yang langsung dicegat Vano. Vano menahan sekuat tenaga agar para orang tua tidak memicu amarah serta pertengkaran. Itu terjadi ketika Jasmine mengandung lima bulan anak lelakinya.

Vano meredamkan emosi semuanya. Lelaki itu juga meminta maaf kalau selama ini dia berbohong. Vano mengatakan kalau dia menikahi Jasmine bukan semata-mata agar Jasmine tidak menggugurkan kandungannya, tapi karena Vano memang mencintai wanita itu sejak lama. Ibu Vano dan Ibu Jasmine menangis kemudian memeluk Vano. Mama mertuanya itu meminta maaf karena sudah bersikap seenaknya sendiri dan jahat padanya. Sejak saat itu hubungan Vano dengan ibu mertuanya membaik. Keluarga mereka menjadi hangat. Tapi satu pengecualian. Para orang tua memandang benci pada Ian. Walau mereka tak bisa menampik kalau Hana adalah anak kandung Ian.

ETERNAL LOVEWhere stories live. Discover now