19

5K 344 7
                                    

21+ Alert

Jasmine tengah mengganti popok Hana ketika pagar rumah kontrakannya diketuk seseorang dari luar. Wanita itu meninggalkan sejenak Hana yang sedang menendang-nendang angin dan mengintip lewat jendela. Ada lumayan banyak orang di pagar rumahnya. Jasmine menggendong Hana dan berjalan keluar.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam." jawab Jasmine membuka pintu. Tamu-tamu itu langsung tersenyum sumringah melihat Jasmine dan Hana yang mengoceh di bahunya.

"Malem, bu. Maaf menganggu." kata salah satu pria tinggi dengan tas ransel. Jasmine mengamati tamunya yang sekitar ada sepuluh orang dengan tiga lelaki, sisanya wanita. Jasmine mengernyit dan menerka.

"Oh, muridnya Pak Vano ya?" tanya Jasmine memastikan, dan semuanya mengangguk serentak. Jasmine tersenyum sopan membuka pintu pagar mempersilahkan mereka masuk.

"Masuk aja, dek. Pak Vano ada di dalem. Maaf ya rumahnya berantakan."

Para murid itu mengangguk santun pada Jasmine, bergantian masuk ke pekarangan rumah yang memang kecil seadanya.

"Nggak papa kok, bu. Oh ya ini, bu. Kue buat si kecil." kata seorang gadis berkuncir menyerahkan tas berisi dua kotak kue kepada Jasmine. Ada beberapa anak juga mulai menggoda Hana yang tersenyum mengenyot buku jemarinya.

"Ya ampun kok repot-repot segala. Makasih ya. Yuk masuk."

Rabu malam ini, Vano memang kedatangan mahasiswanya. Mereka akan berkonsultasi pada Vano mengenai kuliah Perancangan empat dimana Vano salah satu mentor mereka. Tapi karena pagi tadi Vano sibuk rapat, sehingga Vano menjanjikan mereka ke rumahnya pada malam hari.

"Yah, murid kamu udah dateng tuh. Bawain kue segala." Jasmine memberi tahu Vano yang sedang membereskan berkasnya di kamar kerja.

"Suruh tunggu sebentar, bun. Aku masih nyelesein ini dulu." perintah Vano masih menulis di secarik kertas laporan.

"Banyak banget murid kamu. yah. Sepuluh anak. Banyak ceweknya lagi." Bukan apa-apa sih. Tapi Jasmine cemas saja, ini kan sudah jam selesai makan malam. Apa gadis-gadis muda itu tidak takut pulang agak larut? Tapi mengingat Jasmine pernah pulang malam karena tugas kuliah, dia jadi maklum. Hanya saja malam di zaman dulu kan lebih aman ketimbang malam di zaman sekarang. Dikit-dikit ada begalan.

"Itu kelompokan, bun. Kebetulan aja aku kebagian kelompok yang isinya cewek-cewek." jawab Vano santai. Jasmine mendengus. Anaknya sendiri pulang malam baru deh nanti dia kelimpungan. Biar tahu rasa.

Karena proses konsultasi tidak sebentar, akhirnya menghabiskan waktu berjam-jam. Jasmine mengintip dari kamar. Nampak Vano menerangkan materi sembari menggambar di kertas tugas muridnya itu, tapi yang nampak ganjal, murid Vano sekarang wanita semua. Yang laki-laki ternyata sudah pulang. Jasmine mengelus dada, kok yang cowok tega sekali meninggalkan teman gadis mereka duluan. Dasar cowok zaman sekarang tak bertanggung jawab.

Dilihatnya jam dinding, Jasmine kaget itu menunjukkan pukul sebelas malam. Dan mahasiswa Vano masih ada sekitar empat orang. Mau sampai subuh disini eh? Hana nampak pulas di kasur Jasmine sembari memeluk guling mungil seukuran tubuhnya. Dan Jasmine jadi gelisah.

"Jadi, kalau menurut saya. Gambarmu masih kurang sesuai. Strukturnya masih kacau, kamu coba cari buku bangunan akustik buat gedung pertunjukkan. Karena kalau ini..." Vano berhenti mencoret-coret saat tidak sengaja ia mendapati Jasmine dari balik pintu kamar mengawasinya dengan sorot mata tajam. Vano mulanya bingung, tapi saat Jasmine diam-diam menunjuk jam di atas dinding dengan garang, seketika Vano kelimpungan. Sudah pukul dua belas malam lewat sepuluh menit.

"Ya ampun, udah jam dua belas. Ini masih kurang berapa anak lagi?" Vano mendapati dua mahasiswa yang mengacung belum mendapat giliran konsultasi dengannya. Vano memijat keningnya, lalu meletakkan pensil yang ia genggam.

"Gini aja, besok pagi ketemu saya lagi ya? Ini udah malem. Mendung lagi."

"Yah, pak. Nanggung, pak. Saya sekalian habis dapet arahan dari pak Rivano, langsung saya revisi biar nggak molor. Ya pak, ya?" bujuk rayu si gadis berambut coklat yang Vano kenal bernama Asti. Dan tiga temannya mengangguk setuju.

"Duh, kalau sekarang juga nggak selesai-selesai. Ini beneran udah larut lho, bahaya buat kalian cewek-cewek. Udah pokoknya besok kita lanjutin ya. Saya tunggu jam delapan di ruangan saya."

"Yah, ya sudah deh, pak." jawab mahasiswi itu kecewa. Dasar, anak sekarang berani-berani. Mereka semua dengan berat hati membereskan peralatan kuliah, mendadak buru-buru ketika suara rengekan Hana terdengar. Agaknya mereka juga tidak enak sudah menganggu keluarga dosennya sampai anaknya terbangun.

Sepeninggalan murid Vano, pria itu mengunci semua pintu dan lekas menuju kamar. Langsung mendapati muka cemberut Jasmine sehabis menenangkan Hana supaya tidur lagi. Jasmine mengabaikan suaminya dan segera menuju ranjang.

"Hei, maaf dong. Bunda..."

"Bodo'" ketus Jasmine. Vano hampir ingin tersenyum lebar, tapi ia memilih menyembunyikannya dan meraih siku Jasmine.

"Besok-besok nggak sampai malem lagi kok."

"Kamu tuh malem-malem dikerubungin cewek-cewek. Sana ah!!" Jasmine menepis tangan Vano dan berbaring. Tapi dia lengah, Vano cepat memeluk Jasmine dari belakang karena Jasmine tidur memunggunginya. Vano mencium rambut panjang Jasmine yang berbau harum.

"Jangan cemburu dong, bunda. Kan itu cewek-ceweknya cuman mau belajar."

"Siapa yang cemburu?! Ogah!!" balas Jasmine tidak terima dikatai cemburu. Vano terkikik mempererat pelukannya. Mengelus pinggang Jasmine.

"Itu ngambek. Maafin ayah dong, bunda. Ya, maafin ya?"

Tangan Vano mulai merayu Jasmine dengan memijit-mijit paha istrinya tersebut berusaha untuk dimaafkan. Jasmine hanya diam, antara kesal bercampur dengan malu karena secepat kilat saja dia sudah menginginkan Vano seperti Vano menginginkan Jasmine malam ini.

***

Jasmine membuka matanya dan mendapati kegelapan serta dada bidang Vano yang telanjang terhampar di atasnya. Tapi Vano tidak melanjutkan kegiatan mereka, malah sedang mencari sesuatu di meja dengan terburu-buru dan sembrono.

"Kenapa?" lirih Jasmine masih dalam mode bergairah. Karena Vano berhenti dikala mereka tengah berforeplay.

"Ini. Kondom." bisik Vano serak menemukan pelindung pria dan segera membukanya. Jasmine mengernyit. Pengaman untuk apa?

"Pakai itu?"

Vano mengangguk, setelah selesai dia kembali menindih Jasmine berancang-ancang.

"Hana masih kecil, sayang. Kalau nggak pakai ini takutnya kebobolan. Ahh.." satu hentakan dan Vano mengerang nikmat. Jasmine mengangkat pinggulnya sembari berusaha membenarkan akal sehat untuk menjawab Vano.

"Aku...minum pil KB kok..."

Keduanya bergerak teratur, nafasnya tersengal. Vano menyentuh tubuh favoritnya.

"Nggak. Jangan. Nanti ada efeknya..."

Jasmine tak sanggup. Dia memejamkan mata, dan membiarkan suaminya memimpin permainan.

***

ETERNAL LOVEWhere stories live. Discover now