24

5.5K 372 21
                                    

typo?

"Ian, dia kembali karena ada seorang gadis kecil yang mati tepat di kedua tangannya."

Tubuh Jasmine menegang seketika. Tapi Vano terus menerawang sambil bercerita.

"Waktu dia menghilang kemarin, dia bertemu seorang gadis kecil. Gadis itu hampir tertabrak kendaraan kalau saja Ian tidak menolongnya. Gadis itu senang bukan main kepada Ian, dan mereka menjadi akrab. Gadis itu tinggal bersama neneknya, karena orang tuanya sibuk mencari uang. Tapi saat itu, si nenek bilang bahwa sebenarnya orang tua gadis itu pergi meninggalkan gadis itu dengan beliau. Mereka tidak mau mengurusi si gadis karena...gadis itu mengidap hemofilia. Sehingga kedua orang tuanya benar-benar lepas tangan karena merasa repot mengurusi seorang bocah dengan penyakit seberat itu. Sang nenek kasihan dan merawatnya dengan sepenuh hati. Lalu si nenek meminta Ian untuk menemani hari-hari kesepian gadis itu sebelum ajal menjemput, karena...waktu yang tersisa yang dimiliki anak itu tinggal sebentar..."

Tak terasa air mata Jasmine yang sempat berhenti kini turun kembali. Mendengar kisah sedih yang seolah tahu bagaimana akhirnya nanti. Vano menunduk menatap Jasmine hangat.

"Ian menepati janji kepada si nenek. Menemani gadis kecil itu, menyenangkannya, mengajaknya bermain. Sampai dia kritis dan minta dipeluk oleh Ian. Dia meninggal di pelukan Ian. Gadis itu bahkan memanggil Ian papa karena merasa Ian sudah seperti ayah yang belum pernah ia miliki seutuhnya. Ian sedih. Ian sangat terpukul dan hancur. Dia ingat anak yang pernah ia tolak dari kamu. Dia mohon sama aku buat diketemukan kamu, dan Hana. Dia ingin menebus semua dosanya. Hingga ia tidak akan mengalami trauma kehilangan seperti dengan gadis kecil itu, Jas..."

Jasmine menutup bibirnya menahan isakan keluar. Dia hanya tak menyangka, ternyata penyebab kacaunya Ian kemarin karena kisah pilu yang diterpanya. Tapi rasa-rasanya masih tidak benar. Jasmine menggeleng.

"Kalau tidak ada kejadian seperti itu, Ian nggak akan mungkin kembali kesini." kata Jasmine membela diri.

"Everything happen for a reason,Jas. Aku bukan mau bela Ian. Tapi...aku hanya ingin memaafkan dia. Karena dia juga tulus dan bersungguh-sungguh. Dia benar sudah taubat. Melihat matanya, aku tahu dia bukan Ian yang dulu. Keangkuhannya hilang tak bersisa. Dan...aku nggak bisa mengelak kalau...Hana darah dagingnya bukan?" jawab Vano kini yang menyembunyikan wajahnya dihelaian rambut Jasmine. Hana memang bukan darah daging Vano. Tapi setiap menyebut fakta itu keluar dari bibirnya, Vano merasa tulangnya dilolosi. Dia tak rela. Seandainya saja Hana itu anak kandungnya.

Kemudian hening menyelimuti malam itu. Hana tertidur pulas. Dan Jasmine hanya bisa diam mencerna semua apa yang dibilang suaminya. Otak dan hatinya yang tidak singkron kalut menjadi satu dari sebuah masalah. Bastian. Egonya mengatakan tidak. Namun perlahan mulai surut dan tak terdengar di hati kecilnya saat sisi perempuan berperasaan Jasmine mulai muncul dominan. Seperti berkata, mengizinkan Ian untuk bertemu dengan Hana.

Jasmine memejamkan mata frustasi dan memilih untuk tidur di pelukan Vano. Dia lelah dan amat butuh tidur.

***

Jasmine setuju. Bukan main luar biasa senangnya Ian kali ini. Ditahannya gejolak ingin menangis atau berlari memeluk Jasmine. Karena ia tahu, diizinkan bertemu dengan anaknya, bukan berarti Jasmine mau kembali padanya yang menjijikan ini. Bahkan Vano saja mengajukan syarat-syarat yang sebetulnya itu terlontar dari Jasmine. Vano hanya juru bicara.

Pertama, Jasmine tidak ingin dekat-dekat dengan Ian.

Kedua, Ian hanya boleh bertemu Hana selama satu atau dua jam.

Ketiga, tak ada kontak fisik berlebihan seperti mencium, memeluk, menggendong Hana, menina bobokkan, atau yang lebih parah mengajaknya bermain ke taman. Ini mengingatkan Vano pada sikap protektif Jasmine pada Hana. Ya, Jasmine takut Hana dibawa kabur oleh Ian.

ETERNAL LOVEUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum