BAB 7 - Bad Rumors

495K 32.1K 3.9K
                                    

Halohaaa semuanya.. indah kembali update.. buat yg nunggu Raka nanti yaa Mr. Cold Billionaire masih coming soon 😉😂

RCM masih proses buat part selanjutnya.

Happy reading guys! Hope you like this chapter!! *kiss kiss 😘😘😍

🍬🍬🍬

Bara tiba di bengkel besar tempatnya bekerja. Setelah berhasil membujuk nenek, akhirnya dia bisa kembali ke negara tempatnya dilahirkan. Tujuannya hanya satu, melihat wanita yang telah melahirkannya. Meski hanya dalam bentuk sebuah nisan dengan ukiran nama, tetap saja dia sudah bahagia.

Jika saja Bara tidak bertemu dengan pemilik bengkel ini mungkin dia tidak akan mendapatkan pekerjaan dan bisa sekolah dengan biaya sendiri. Dia sudah bekerja di bengkel ini hampir tiga tahun. Malam hari dia akan mengambil pekerjaan sebagai bartender di bar yang sama dengan Rafan. Dari sana dia mengenal Rafan dan mulai bersahabat. Rafan juga yang mengusulkan untuk pindah ke sekolah yang sama.

"Si Kara udah balik?" tanya Rafan.

Bara duduk di sofa dan melepas seragamnya. "Udah."

"Aman kan?" tanya Rafan.

Bara hanya melirik sekilas sebelum kembali menatap ke depan.

"Bercanda, gue percaya lo," kekeh Rafan.

Bara menghela nafas panjang, sebenarnya dia masih lelah, tapi ini waktunya bekerja. Meski dekat dengan pemilik bengkel, tetap saja dia harus profesional. Dia bangkit dan pergi ke ruangan tempat biasa mengganti pakaian.

"Kunci motor lo ada di meja depan, thanks ya," ucap Bara saat bertemu Defan di ruangan.

Defan menganggukan kepala. "Kenapa nggak pake motor lo aja?"

Bara mengibaskan tangan. "Terlalu mencolok," jawabnya. Di luar sana ada banyak yang ingin menantangnya. Ada banyak musuh yang menunggu. Karena terlalu sering ikut balapan liar dan memenangkan taruhan jadi banyak orang ingin menantangnya balapan. Dia tidak ingin waktu sekolahnya terganggu dengan orang-orang itu.

"Hehe kan keren, jadi ketauan the angel jalanan ada di sekolah," jawab Defan dengan cengiran.

"Nggak penting," jawab Bara. Dia berdiri di depan cermin untuk melepas lensa kontak yang dia gunakan. "Gue benci pake ini."

Defan tertawa geli mendengar gerutuan Bara. "Lagian lo aneh, mata normal pake begituan."

Bara juga malas menggunakan benda ini. Kalau saja warna matanya tidak mencolok, pasti dia tidak akan susah payah menggunakan lensa. Dengan penampilan biasa saja keberadaannya sudah menarik perhatian banyak orang, apalagi dia tampil dengan warna mata aslinya. Dia hanya tidak suka jika perempuan-perempuan mendekatinya dengan banyak gimik aneh.

"Kata Bang Rio, kita bisa libur hari sabtu sama minggu ini," ucap Danu sembari merangkul bahu Bara.

"Loh hari libur bengkel rame terus kan?" tanya Bara.

Defan mengangkat bahunya dengan wajah cuek. "Mungkin dia kasian kita nggak ada libur, hehe."

Pekerja di bengkel ini memang rata-rata anak sekolah yang kurang mampu. Mereka harus bekerja agar bisa melanjutkan sekolah masing-masing. Jangan heran jika kebanyakan yang datang adalah pelanggan perempuan dengan tujuan ngobrol langsung dengan montir-montir di sini. Bengkel yang terkenal dengan montir yang dikenal banyak orang.

"Eh malem minggu ada balapan, taruhannya mobil man!!" cerita Defan.

Bara tersenyum tipis. "Boleh, lumayan buat jajan."

The Boy With A Fake SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang