part36

24.2K 1.4K 69
                                    

Setelah empat menit Ovilia memejamkan matanya, dia merasa hati perasarannya berdebar - debar akankah yang di katakan pelayan kala itu benar, tentang dia hamil atau tidak. Dan sekarang Ovilia sedang menunggu alat uji kehamilan berbentuk stik yang di rancang untuk mengetahui apakah urine yang di jadikan sampel mengandung hormon hCG atau tidak.

Dengan perlahan Ovilia membuka kedua matanya pelan, dia mengangkat testpack dengan gemetar.

Namun, seulas senyum terpancar di wajah cantik itu. Sebuah dua garis merah kerang terlihat di alat penguji kehamilan. Dan, setelah beberapa testpack itu, lebih tepatnya lima alat penguji yang berbeda beda harga dan bentuk. Dan, hasilnya dia positif mengandung.

Mengandung anak Darren.

Tiba - tiba saja Ovilia memuntahkan semua makanan yang di dalam perutnya sesaat perutnya merasa mual yang sangat menyiksanya. Dia merasa penglihatannya sedikit buram seraya ingin pingsan. Liam yang tidak sengaja membuka knop pintu kamar mandi itu memekik dengan suara panik dan langsung berlari ke arah Ovilia.

Liam membantu Ovilia untuk berseder di kepala ranjang dan menarik selimut putih se dada Ovilia.

"Apa yang terjadi denganmu, Mom? kau sakit?" ucap Liam memberenggut sedih, dia khawatir sekali dengan Ovilia yang begitu pucat sekarang. Sekejap Liam berpikir, apa Momnya lelah karena dirinya?

Liam membantu memposisikan Ovilia duduk menyender dengan nyaman dan dia memberikan segelas air putih di atas nakas. Liam memandang Ovilia dengan segala kecemasan yang membuat bocah itu tidak nyaman dengan keadaan ini. Dia tidak ingin Mommynya itu sakit.

"Terima kasih, sayang." ucap Ovilia dengan meminum air putih itu hingga tandas. Ovilia menggeleng,"Mom hanya kelelahan, tidak sakit."

Liam tersenyum mengangguk,"Kenapa kau dingin sekali Mom? kau benar baik?" beberapa pertanyaan di lontarkan bocah pintar itu saat dia memegang dahi dan tangan Ovilia yang terasa dingin.

"Aku baik sayang, apa Liam sangat mengkhawatirkan Mommy?" Ovilia mencubit pelan pipi Liam yang gemas itu.

Liam buru - buru mengangguk sedih,"Aku tidak ingin kau sakit Mom, aku janji aku tidak akan nakal dan tidak selalu merengek padamu, asalkan kau tidak sakit," Liam memeluk Ovilia dengan sayang, dengan air mata yang jatuh di pipinya.

Sesaat Ovilia merasa hatinya berdesir aneh, dia mengelus rambut Liam dengan penuh cinta. Bahagia, jelas sekali Ovilia bahagia dan dia sangat beruntung bisa menjadi bagian untuk Liam, bocah malang yang kehilangan kedua orang tuanya. Bahkan Ovilia tidak tahu caranya untuk berpisah dengan Liam suatu saat kenyataan pahit yang harus di ketahu Liam, jika dia bukan Ibu sesungguhnya.

"Aku menyayangimu Mom," ujar Liam dengan pelan.

"Mom juga sangat menyayangi Liam, lebih dari apapun di dunia ini. Liam tidak pernah membuat Mommy merasa terbebani sayang. Mengapa Mommy sering sekali merasa mual dan pusing itu karena," Ovilia meletakan tangan mungil Liam di atas perutnya.

"Disini akan ada kehidupan. Liam akan segera mempunyai Adik," seketika mata Liam membulat.

"Be-benarkah Mom?" dengan gemetar Liam mengelus perut Mommynya itu. Ovilia mengangguk dan tertawa.

Setelah itu Ovilia merasa di kejutkan oleh sikap Liam yang langsung memeluk perutnya."Hallo Adik..." ujar Liam.

"Jangan membuat Mommy kita kelelahan, aku akan menjadi kakak yang sangat bahagia... Aku akan menjagamu dan Mommy untuk sekarang,"

Ovilia mengusap pipinya yang basah karena air mata, air mata kebahagiaan. Dan semoga air mata kebahagiaan selalu bersamanya bukan air mata kesedihan.

"Kita rahasiakan ini kepada Daddy ya... Mommy akan memberikan kejutan saat Daddy berulang tahun nanti,"

-----------------------------

Wanita itu nampak tersenyum dan melambaikan tangannya saat seseorang yang ia tunggu sudah datang. Arlissa nampak hari ini menggunakan drees merah dengan tali spagetti dan di tutup dengan blezer hitam yang semakin mempuatnya terkesan dewasa dan cantik. Wajah itu terlihat memancarkan aura bahagia saat Darren mau memenuhi permintaannya untuk bertemu.

Dan, sekarang Darren dan Arlissa berada di kafe Fahrenheit Coffe yang terletak di 120 Lombard Street Toronto. Dengan menu andalan Coffe Latte dengan harga sebesar 3,75 dollar Kanada. Arlissa sengaja mengajak bertemu Darren disini agar tidak jauh dari Apartementnya.

"Maaf, menunggu lama." ucap Darren datar lalu mendorong kursi dengan tidak sabaran dan dia menarik napasnya lega saat ia mendaratkan bokongnya dan bersandar di kursi kayu yang terlihat sudah setengah abad. Namun, masih kuat untuk di duduki.

"Tidak apa, aku hanya datang lebih awal dari janji temu kita." ucap Arlissa dengan senyum manisnya. Memang ucapannya benar dia telah menunggu Darren satu jam dari janji temunya. Ia hanya ingin berusaha terlihat menjadi wanita yang tepat waktu. Atau saja dia tidak sabaran ingin cepat bertemu dengan Darren.

Darren mengangguk kecil, dia terlihat datar dan raut wajah tak terbaca. Sial! Wanita di hadapannya ini benar membuatnya gugup.

Arlissa semakin terlihat cantik dari saat terakhir mereka bertemu saat umur mereka 17 tahun. Surai rambut yang dulu panjang kini di gantikan dengan rambut pirang yang di potong sebahu. Membuat kesan wanita di hadapannya ini terlihat segar dan elegan. Darren tidak bisa membohongi dirinya sendiri dan dia mengakui Arlissa terlihat lebih dewasa dan sempurna.

Setelah dua puluh menit mereka hanya diam tanpa ingin membuka suara akhirnya Arlissalah yang mulai berbicara.

"Kau semakin terlihat tampan dan matang," ucapnya mengulum senyum dengan masih menatap Darren.

Darren masih menatap dengan datar, senyum Arlissa yang membuatnya selalu memujanya kini terlihat biasa saja. Bahkan tak ada rasa decap kagum lagi saat wanita itu tersenyum padanya.

Darren mengetuk - ngetukan jarinya ke meja,"Tidak usah bertele - tele, apa mau mu Arlissa? aku sibuk jika tidak ada yang penting aku akan pergi," Darren berdiri dari kursinya, namun Arlissa memegang lengan Darren.

"Please... Hanya sebentar saja,"

Akhirnya Darren menurut dan duduk kembali dengan tangan di silangkan.

"Aku minta maaf, atas kejadiaan terdahulu Darren. Sungguh, Aku di jodohkan oleh orang tuaku dengan Nath, aku tidak bisa membantahnya Darren. Aku sudah pernah mengatakan bawa aku pergi. Tapi kau tidak mau menuruti kemauanku," kini Arlissa menangis mengingat kejadian itu dimana dia harus kehilangan Darren dan tidak berterus terang dengan lelaki yang di cintainya itu.

"Semua sudah terjadi, dan kau sudah bersuami Arlissa." Darren menarik napasnya kasar. Tidak ada gunanya untuk menyesali semuanya yang sudah terjadi.

"Aku dan Nath sudah bercerai," ucap Arlissa cepat.

Darren berdecak tak percaya, benar kata James bahwa Arlissa sudah bercerai dengan Nath.

"Aku ingin kita bisa bersama lagi seperti dulu Darren," ujar Arlissa memegang kedua tangan Darren yang sedang bertumpu di meja.

Sinis Darren tak percaya.

"Tinggalkan dia Darren, aku tahu kau masih mencintaiku..."


---------------------------

Gemes gak tuh sama si Arlissa

04/03/2018

I Meet You (SUDAH DITERBITKAN)Where stories live. Discover now