[1] Idiot

20.5K 1.2K 3
                                    

"Good luck untuk hari ini, Anna." Christian mengecup pipi keponakannya, yang dibalas kecupan oleh Anna.

"Good luck untukmu juga, Uncle." Anna berjalan turun dari mobil pamannya dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran tempat dimana dia bekerja.

Kehadiran Anna di tempat kerjanya langsung mendapat sambutan dari rekan kerjanya.

"Good morning, Anna." Revan, manajer di restoran ini, menyapanya.

Selain menjadi koki yang paling handal, Anna juga selalu datang lebih pagi dari yang lain karena harus menyesuaikan dengan jam kantor pamannya. Hal itu yang membuat dirinya dicintai oleh manajernya.

"Good morning, Revan." Anna melambaikan tangannya sekilas, lalu masuk ke dalam ruang tempat para pegawai meletakkan barang-barang mereka.

Anna mengeluarkan smartphonenya dari tas dan meletakkan tasnya di salah satu loker yang tersedia dan menguncinya. Anna segera mengganti pakaiannya menjadi pakaian kerjanya dan berjalan keluar dari ruangan tersebut. Anna masuk ke dalam dapur dan memilih untuk duduk di kursi yang tersedia di pinggir ruangan.

Masih 30 menit lagi sebelum restoran dibuka. Anna menggunakan waktunya untuk mulai menulis di smartphonenya.

Setelah 30 menit berlalu, waktu bekerja pun dimulai dan Anna siap memulai harinya.

***

"Kalian gila apa? Apa yang kubilang?! Aku alergi nanas, lalu kenapa ada nanas disini?!" Teriakan dari seorang Danzell Linwood membuat orang-orang di dalam restoran menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.

"Maaf, Sir. Kami akan mengganti..." Pegawai yang mendapat semprotan kemarahan Danzell hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Mengganti? Kau gila apa?! Kalau aku tadi memakannya dan mati bagaimana? Kalian akan membayar kuburanku, begitu?!"

"Permisi, Sir. Apa yang terjadi?" Revan sebagai manajer maju dan menanyakan komplain dari pelanggannya.

"Aku sudah bilang bahwa aku tak bisa memakan nanas, lalu dengan bodohnya ada nanas di piringku. Ini antara waiter yang tidak becus mencatat pesananku disini, atau karena koki yang bodoh di dalam sana!"

"Maaf, Sir. Kami minta maaf atas keteledoran kami. Saya akan mencoba untuk mencari apa yang..."

"Pergi sana. Dan bawa hidangan ini." Danzell menggeser piringnya agar segera dibawa pergi. Danzell mendengus kesal.

"Oh, dude. You're crazy. Tak baik marah seperti itu." Ben, sahabatnya, menegurnya.

"Kau mau mendukung mereka yang hampir saja membunuhku? Oh, God. Kalau disuruh memilih, aku tidak ingin mati karena alergi parahku ini. Tidak dengan cara konyol seperti ini."

"Chill, dude." Ben menepuk bahu Danzell pelan.

***

"Anna. Sebenarnya apa yang terjadi?" Suara Revan di dalam dapur membuat Anna kebingungan. Revan tak pernah sekalipun masuk ke dalam dapur, kecuali jika ada masalah serius.

"What are you talking about?"

"Jack sudah menuliskan pesanan untuk tidak menambahkan nanas dalam hidangannya. Lalu kenapa kau memberi nanas di dalamnya?"

"Apa yang..." Anna kembali mengecek kertas itu dan memang benar bahwa Jack menulis agar tidak menambahkan nanas.

Anna hanya bisa menghela napas dan menyeka sedikit keringat yang ada di dahinya.

"I'm so sorry about this..."

"Kau lebih baik keluar sekarang. Pelanggan kita kali ini benar-benar marah. Kurasa dia memiliki alergi yang benar-benar serius terhadap nanas. Ini hanya demi kesopanan, okay? Kau bisa, bukan? Hanya meminta maaf, Anna."

Revan memang sangat mengerti Anna. Anna bukanlah tipe orang yang senang berbasa-basi atau berbicara dengan orang baru. Cukup hanya dekat dengan beberapa orang saja.

Tetapi karena wanita itu yang bersalah, Revan pun menyuruh Anna untuk mengalah dan meminta maaf.

"Meja nomor berapa?"

"63, Anna. Sabar, okay?" Revan menyemangati.

Anna tahu bahwa dirinya yang bersalah, jadi dia memilih untuk meminta maaf daripada memperpanjang masalah. Sebelum keluar dari dapur, Anna meletakkan topi yang dia kenakan di atas meja dan berjalan keluar.

Butuh beberapa saat untuk mengenali dimana meja nomor 63 berada, karena kondisi restoran pada saat itu cukup ramai.

Anna berhasil menemukan meja tersebut yang diduduki oleh dua orang pria. Gay? Anna menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan pikiran konyolnya itu.

Anna berjalan mendekati, dan sekarang dia berada di samping salah satu pria itu.

"Permisi, Sir. Saya adalah koki yang tadi menghidangkan..."

"Oh. Jadi kau yang tadi berusaha meracuniku?" Pria itu langsung menyemprotnya dengan kemarahannya.

Anna yang tadi memilih untuk menunduk, menunjukkan rasa bersalahnya, kini menaikkan kepalanya. Dia amat sangat terhina saat ini. Meracuni? Kenal saja tidak! Ini semua terjadi karena ketidaksengajaan!

"Maaf, Sir. Tapi ini semua terjadi karena ketidaksengajaan. Jadi..."

"Ketidaksengajaan? Lalu bagaimana jika aku mati karena ketidaksengaja..."

"Apa tidak cukup menerima permintaan maaf dari sebegini banyak orang? Saya yakin manajer dan rekan kerja Saya sudah meminta maaf pada Anda." Anna tidak takut sama sekali menatap pria yang duduk di hadapannya. Mata mereka saling bertemu, membuat Danzell berdiri dari duduknya.

"Hey, Miss. Listen to me. Selama ini tak ada orang yang berani membantahku, dan kau adalah orang pertama yang berani. Congratulation for you. Lihatlah saja apa yang bisa kulakukan padamu." Danzell membisikkan itu di telinga Anna.

Danzell membanting serbet yang tadi dia letakkan di atas kakinya ke atas meja.

"Come on, Ben." Danzell tak menolehkan kepalanya sama sekali ke belakang. Sedangkan Ben buru-buru mengeluarkan dompet dan meletakkan uang di atas meja untuk membayar minuman yang sudah mereka habiskan tadi.

Anna tak menyangka akan apa yang baru saja terjadi. Setelah mendapat kesadarannya kembali, Anna menatap keluar dan melihat dua pria itu berjalan masuk ke dalam mobil mereka.

Anna memutar bola matanya sambil mengucapkan sesuatu.

"Idiot."

Next update: Selasa

[2] Tamed By Miss. Spencer (COMPLETED)Where stories live. Discover now