[5] Stubborn Woman

17K 1K 0
                                    

Anna sudah mulai bosan. Dimana pria bodoh itu? Apa dia disini hanya untuk duduk diam?

Anna sekarang sibuk menatap kukunya karena terlalu bosan. Dia juga tak tahu bagaimana keadaan smartphone yang berada dalam tasnya, yang dibuang oleh sang pria familiar itu. Mungkin saja smartphonenya sudah tertindas mobil lain.

Langkah kaki seseorang menarik perhatian Anna. Anna sontak mendongakkan kepalanya dan melihat... Pria gila di restoran!

'What the hell?! Jadi dia pencari masalahnya? Berani-beraninya menculik...' Pikiran yang berkelebat di dalam kepala Anna terhenti dengan dehaman pria itu.

"So. Hello again, Miss. Kurasa kita memang dipertemukan untuk menyelesaikan ulah yang kau lakukan saat itu." Pria itu memasang smirk di wajahnya.

"Kata maaf tidak cukup untukmu? Lalu apa yang bisa kulakukan?!" Anna berdiri dan berteriak, tak terima dengan pria yang menyangkut-nyangkut kembali kesalahannya. Oh, come on. Sudah berapa kali dia meminta maaf?

"Maybe you can help me." Pria itu memasang senyum, yang Anna tahu bahwa itu hanyalah senyum palsu.

"Maaf, tapi tidak tertarik. Sekarang keluarkan aku dari sini! Kau menculikku, idiot."

"Wow. Betapa senangnya kau memanggilku 'idiot'? Tapi asal kau tahu, aku mempunyai otak yang cukup cerdas." Danzell menunjuk kepalanya sambil memasang smirk di wajahnya.

"Keluarkan aku dari sini atau aku akan kabur!"

"Kau yakin bisa kabur dengan penjagaan yang ketat di rumah ini?" Danzell menaikkan satu alisnya, merasa tertarik dengan setiap ucapan yang keluar dari mulut Anna.

"Aku akan berusaha! Asal kau tahu saja, Uncle pasti akan sangat marah jika tahu bahwa kau..."

"Pamanmu tidak akan bisa melacakmu, darling. Kau tidak sadar bahwa kau tak membawa apa-apa kesini selain dirimu sendiri? Semua barang..."

"Shut up!" Anna sudah cukup kesal. Apa lagi yang diinginkan pria di depannya ini?

Sekarang yang dirinya mau hanyalah pulang dan tidur di rumah!

"Apa yang kau mau sebenarnya?!" Anna sudah tidak sabar lagi menghadapi pria brengsek yang alergi nanas itu.

Danzell berjalan mendekati Anna sehingga jarak mereka hanya tinggal beberapa cm.

"Siapa namamu?" Karena tubuh Danzell lebih tinggi, Anna terpaksa mendongakkan kepalanya untuk dapat menatap Danzell.

"Cari tahu sendiri!" Anna menginjak kaki Danzell, membuat pria itu mengerang kesakitan. Heels!

Anna berjalan tak tentu arah, mencari pintu yang dibaliknya terdapat ranjang. Anna amat sangat butuh tidur.

Anna tak peduli jika dirinya dianggap lancang. Siapa juga yang menyuruh menculik dirinya? Biar tahu rasa kau, pria bodoh!

"Hey! Kau pikir kau siapa?!" Danzell yang melihat ruangannya dibuka secara lancang oleh Anna, tak terima. Danzell menggenggam lengan Anna agar wanita itu tak bergerak kemana-mana.

"Pilih saja. Pertama, kau mengantarku kembali ke rumah pamanku. Kedua, kau akan menderita karena telah menculikku, karena aku tak akan berhenti mengganggumu!" Anna menatap Danzell dengan tatapan penuh kekesalan.

Danzell harus benar-benar menahan amarahnya dalam menghadapi wanita di depannya ini. Danzell menggigit bibir bawahnya, lalu mengangguk.

"Fine. Cobalah untuk membuatku menderita. Aku penasaran apa kau sanggup menghadapiku, darling." Danzell akan menerima tantangan wanita itu. Kenapa tidak? Lagipula dia masih membutuhkan kehadiran wanita itu disini.

"Madeline!" Danzell berseru, memanggil pegawai kepercayaannya.

"Yes, Sir?"

"Kau antarkan wanita ini ke kamar tamu. Sediakan juga pakaian untuknya, apapun kebutuhannya." Danzell melangkahkan kakinya menjauh dari tempat dimana Anna berdiri, sama sekali tak menoleh ke belakang.

"Pria sinting."

Anna memutar bola matanya. Dia yakin pria itu masih bisa mendengar perkataannya. Bagaimana tidak gila dan sinting? Pria itu memperlakukannya dengan manis walaupun dia berontak seperti ini.

Kelihatannya pria itu memang sengaja. Lihatlah saja siapa yang akan menyerah terlebih dahulu.

***

"Dia memanggilku 'pria sinting', 'idiot', lalu..."

"Oh, ayolah, Dan. Kau harus relax, okay? Perempuan ini memang sulit untuk ditaklukkan, tapi kurasa dia menjadi orang yang paling masuk akal untuk kau ajak kerja sama saat ini. Kau tahu maksudku, bukan?"

Danzell menghela napas, lalu menganggukkan kepalanya, menyetujui perkataan Ben.

"Aku tahu bahwa kau pasti bisa menghadapi wanita itu. Aku tahu dibalik kekasaran dan kebrutalannya itu, dia masih memiliki hati yang baik."

"Yeah. Terima kasih untuk saran dan masukannya. Dan terima kasih kau sudah membawakan wanita yang spesial, Ben." Danzell memutar bola matanya, sambil mengucapkan itu dengan nada sarkastik.

"Your welcome, bro. Kurasa saatnya aku pulang. Bye." Ben menepuk bahu Danzell pelan, dan berjalan keluar dari ruang kerja Danzell.

Danzell menghela napas, lalu mengacak-acak rambutnya.

"Oh, God. Mungkin hari-hariku akan semakin berat setelah ini." Danzell bangkit dari kursi yang didudukinya, dan berjalan masuk ke kamar tidur yang terhubung dengan ruang kerjanya.

Lebih baik dia beristirahat saat ini agar sanggup menghadapi wanita itu esok hari.

Next update: Jumat

[2] Tamed By Miss. Spencer (COMPLETED)Where stories live. Discover now