[23] Save Her

12.1K 758 3
                                    

Danzell, Ben, bersama dengan timnya terus menembaki musuh mereka yang ada di depan.

Danzell baru saja akan menghindar, tapi bahu kirinya tertembak. Danzell langsung menggeram dan kembali menembak orang yang telah melukainya.

Danzell terus maju tanpa memperhatikan lukanya.

Setelah membereskan semua anak buah musuhnya, kini tinggal tersisa Danzell, Ben, dan juga 3 rekannya. Mereka berdiri tepat di depan sebuah pintu besar.

"Paul. Kuperintahkan kau untuk cepat keluar." Danzell berteriak dari luar, yang dia yakin Paul pasti bisa mendengarnya.

Beberapa saat kemudian, Paul keluar dengan didampingi 2 anak buahnya. Paul keluar sambil bertepuk tangan dan tertawa.

"Congratulation, Mr. Linwood. Akhirnya kau menemukan tempat persembunyianku."

"I will kill you." Danzell menatap Paul dengan benci.

"Dan dengan alasan apa kau ingin membunuhku, Mr. Linwood?"

"Aku menemukan bukti bahwa kau yang membunuh pamanku. Kau sengaja membunuhnya agar mendapat posisinya!" Danzell tak bisa menahan emosinya lagi.

Paul kembali tertawa.

"Wow. Good job. Kau menemukan pembunuh pamanmu." Danzell langsung maju dan menarik kerah Paul.

"Jangan macam-macam denganku."

"Fine. Aku tidak akan macam-macam denganmu. Bagaimana jika aku macam-macam dengan kekasihmu?" Paul tersenyum licik. Perkataan yang keluar dari mulut Paul membuat nyali Danzell menciut.

Oh, please. Jangan sampai terjadi apa-apa pada Anna.

"Lihatlah. Simbol yang berwarna merah ini adalah anak buahku, Mr. Linwood. Dan yang berwarna hijau, adalah kekasihmu. Wow. Jarak mereka sangat dekat dan sebentar lagi..."

"Perintahkan pada anak buahmu untuk menjauhinya!"

Paul tertawa lagi, kali ini sambil bertepuk tangan.

"Ini urusan kita berdua, bajingan! Jangan membawa-bawa Anna disini!"

"Urusan kita berdua? Baiklah. Mari kita selesaikan ini berdua saja." Paul menatap Danzell, lalu Danzell menganggukkan kepalanya.

Sebelum masuk ke dalam ruangan Paul, Danzell menolehkan kepalanya ke arah Ben dan berkata tanpa suara padanya, yang langsung mendapat anggukan dari Ben.

"Save her."

***

"Bagaimana jika kita selesaikan ini tanpa senjata, Danzell? Akan semakin seru."

"Fine. Apapun yang kau mau." Danzell meletakkan senjatanya ke lantai, lalu mulai berdiri berhadap-hadapan dengan Paul.

Paul maju terlebih dahulu dan langsung menghajar Danzell. Danzell balas meninjunya.

Danzell meninju Paul sekali lagi, membuat pria itu terjatuh. Danzell berada di atas Paul dan terus meninjunya.

"Ini untuk pamanku." Danzell meninjunya dengan keras.

"Ini untuk Anna." Danzell meninju Paul lagi.

"Ini untuk membuat hidupku menderita." Kali ini, dia benar-benar mengeluarkan segala tenaganya.

Danzell bangkit karena Paul sudah tak sadarkan diri.

Pada saat dia akan berjalan keluar dari ruangan itu, suara tembakan terdengar.

Bukan hanya terdengar di telinganya, tetapi tembakan itu terkena perutnya.

Mendengar tembakan, rekan Danzell langsung mendobrak pintu dan masuk untuk menolongnya.

Salah satu teman Danzell akhirnya membunuh Paul dengan menembaknya tepat di jantung.

"Danzell! Bro, sadarlah. Ambulance akan segera datang."

Danzell mulai kehilangan kesadarannya. Kepalanya terasa pusing dan tak kuat lagi menahan rasa sakit di perutnya, belum lagi ditambah dengan luka di bahu kirinya.

"Where's Ben? Apakah Anna... Baik-baik... Saja?"

Saat itu juga... Danzell tak sadarkan diri.

***

"Anna. Anna. Berhenti berlari." Danzell mengejar Anna yang terus saja berlari, sesekali menolehkan kepalanya ke belakang sambil tertawa senang.

Danzell terus mengejarnya dan berusaha meraih wanita itu, tetapi makin lama, Anna semakin jauh.

Danzell mengerahkan segenap energinya, dan akhirnya berhasil menangkap wanita itu.

Danzell langsung memeluk wanita itu dan menjatuhkan tubuhnya, dengan posisi wanita itu berada di atasnya.

"Aku berhasil menangkapmu, Anna."

"Yeah. Kau berhasil, Danny." Danzell mendekatkan wajahnya ke arah Anna dan menciumnya dalam.

Danzell menggigit bibir bawah Anna, mencari cara agar lidahnya dapat masuk ke dalam mulut wanita itu. Dan pada saat dia berhasil melakukannya, Danzell memperdalam ciuman mereka.

Mereka menghentikan ciuman mereka saat sama-sama kehabisan napas.

Tiba-tiba wajah Anna berubah menjadi sedih.

"Anna." Danzell mengelus pipi kanan Anna.

"Please. Kembalilah padaku, Danzell. I love you so much." Danzell bisa melihat air mata jatuh dari mata kiri wanita itu.

Tiba-tiba, wajah wanita itu terhilang dan digantikan oleh kegelapan.

Next update: Sabtu

[2] Tamed By Miss. Spencer (COMPLETED)Where stories live. Discover now