[4] Kidnapped

16.4K 1K 2
                                    

Anna melangkahkan kakinya di sepanjang trotoar. Dia sudah menyerah menunggu taxi. Sedari tadi jalanan sepi dan sama sekali tak ada taxi kosong yang lewat.

Anna berjalan pelan, sesekali bersenandung karena bosan dengan suasana hening di sekitarnya.

Tiba-tiba angin menerpa tubuhnya, membuat Anna kedinginan. Anna meletakkan telapaknya di sekitar lengan, berusaha menghilangkan sedikit rasa kedinginannya.

Pencahayaan semakin terang saat ada mobil yang berhenti tak jauh dari Anna. Anna hanya mengerutkan dahinya, berusaha tak peduli. Mungkin ada yang bermasalah dengan mesin mobil itu.

Anna melanjutkan langkah kakinya, tetapi tiba-tiba dua orang pria bertubuh besar berdiri tepat di depannya. Anna tak takut sama sekali untuk menatap dua pria besar itu.

"Minggir. Aku mau..." Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, mulut Anna sudah dibekap dan sekarang dia digendong masuk ke dalam mobil berwarna hitam itu.

Anna meronta-ronta, tetapi tidak bisa bergerak leluasa karena pakaian yang dia kenakan ketat. Dia tidak mau jika pakaian itu sobek, bukan? Justru akan membuat masalah menjadi semakin besar.

Anna menggigit tangan pria itu, yang langsung mendapat luapan emosi dari pria besar itu.

"Shit. Wanita ini..."

"Tidak ada kata kasar, George." Anna melihat ke depan, seorang pria dengan tubuh yang masih normal, tidak sebesar dua pria yang menculiknya itu, menegur pria yang bernama George itu.

Anna sempat bertatapan sekilas dengan pria itu dan merasakan ada yang familiar. Siapa sebenarnya orang ini? Andai saja pria itu tak mengenakan masker, Anna rasa dia akan mengetahui siapa pria itu.

Anna pun tak tinggal diam. Sekarang dia menepis tangan pria bertubuh besar yang menutupi mulutnya. Kali ini usahanya tidak sia-sia.

"Apa yang kalian lakukan padaku?! Turunkan aku!"

"Maaf, tapi kita tidak bisa melakukannya, Miss. Lebih baik kenakan sabuk pengamanmu dan tidurlah. Perjalanan masih panjang." Pria yang familiar itu berkata.

Tentu saja Anna tak akan tertipu dengan pria-pria bodoh di mobil ini. Bagaimana jika mereka berbuat macam-macam?

Tiba-tiba terlintas di otak Anna untuk menelepon pamannya. Anna pura-pura membenarkan rambutnya, memastikan bahwa tasnya masih berada bersamanya. Tetapi Anna sama sekali tak merasakan ada tali tasnya di pundaknya.

Anna menggeser tubuhnya sedikit, dan memang benar! Oh, God. Tasnya benar-benar tidak ada.

Lalu bagaimana dia bisa selamat dari sini?

"Mencari ini?" Pria familiar itu menunjukkan senyum liciknya sambil mengangkat tasnya tinggi-tinggi.

"Kembalikan, bodoh! Mana?!"

"Bye-bye, tas kesayangan." Pria itu membuka jendela dan membuangnya keluar.

"Kau!" Ingin sekali Anna berkata kasar, tetapi dia selalu dididik untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar atau kotor.

"Sudah. Tidurlah saja. Kami tidak akan berbuat macam-macam. Kau bisa tenang untuk sementara waktu."

Anna hanya memutar bola matanya dan melihat ke luar jendela. Untung saja dia duduk di pinggir. Kalau dia duduk di tengah, bisa-bisa dia mati karena tercepit dua pria besar itu.

Anna melihat gedung-gedung tinggi di kejauhan. Dia tak tahu dimana dirinya berada sekarang.

Anna mulai memikirkan pamannya, dan Rebecca, dan adik kembarnya itu. Dia bahkan tak tahu apa Pamela baik-baik saja. Semoga saja tidak terjadi hal buruk pada sahabatnya itu.

Anna bisa merasakan matanya mulai berkaca-kaca.

'Uncle. Please help me.'

***

"Hey. Miss. Bangunlah." Anna mengerang lalu meregangkan badannya. Dimana dia? Apa kejadian penculikan kemarin hanyalah mimpi?

Harapan bahwa hal itu hanya mimpi musnah sudah ketika dia melihat pria itu. Pria itu masih nyata di depannya.

Anna langsung menegakkan tubuhnya dan berjalan keluar mobil dengan angkuhnya, sama sekali tak sudi menatap pria itu.

Baru saja keluar, Anna menatap rumah... Tidak. Ini tidak bisa dibilang rumah. Mansion, mungkin? Anna sempat ternganga melihat mansion yang sangat indah di depannya, tetapi segera setelah kesadarannya kembali, Anna kembali memasang wajah datar.

"Lewat sini, Miss... Red." Pria familiar itu tak tahu harus memanggil Anna dengan sebutan apa, jadi dia memanggil Anna sesuai dengan warna pakaian yang dikenakannya.

"Don't call me that, you idiot!" Anna memutar bola matanya, yang hanya disambut dengan smirk pria itu.

Setelah memasuki mansion itu, Anna dibuat semakin terpukau dengan rumah raksasa ini. Bagian dalamnya bahkan jauh lebih indah.

'Oh, Anna. Sadarlah. Sekarang kau sedang diculik!'

Anna tak bisa melihat pria familiar itu lagi, dan karena dia sudah terlalu lelah dan agak mengantuk, Anna memilih untuk duduk di sofa.

***

"Kau menemukannya?"

"Yeah, Danzell. Dan kujamin kau pasti terkejut siapa yang kubawakan untukmu." Danzell menaikkan satu alisnya, penasaran.

"Siapa, Ben? Jangan membuatku penasaran."

"Kau masih ingat restoran yang beberapa hari lalu kita kunjungi?" Danzell mengerutkan dahinya, tak paham dengan arah pembicaraan sahabatnya.

"Restoran yang menghidangkan makanan yang hampir membunuhku?"

"Bingo. Itu cluenya. Sekarang lebih baik kau keluar dan lihat saja. By the way, she's sexy." Danzell memutar bola matanya saat mendengarkan perkataan Ben.

Danzell meletakkan smartphone yang tadi berada di tangannya ke atas meja, dan berjalan keluar untuk melihat wanita yang dibawa oleh Ben untuknya.

Apa yang Danzell tak ketahui, dia akan mendapat kejutan besar setelah ini.

Next update: Kamis

[2] Tamed By Miss. Spencer (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang