[10] Gift

14.8K 924 3
                                    

Danzell menghentikan mobilnya tepat di depan rumah Anna. Anna hanya terdiam sambil memegang sabuk pengaman miliknya.

'Oh, come on, Anna. Apa tidak ada yang ingin kau katakan padanya?'

"Tidak turun?" Akhirnya Danzell yang berkata-kata terlebih dahulu.

"Oh. Iya." Anna melepas sabuk pengamannya, lalu menatap ke arah Danzell yang sedari tadi sudah melihatinya.

"Anna... Aku hanya ingin mengucapkan banyak terima kasih padamu karena sudah membantuku seminggu ini. Bantuanmu sangat berarti untukku."

"Sama-sama. Walaupun aku tahu aku sama sekali tak membantumu, Danzell. You know, you're a great person. Kau sangat mencintai ibumu, Danzell. Dan itu sangat mengharukan bagiku."

Anna bisa merasakan matanya berkaca-kaca. Bagaimanapun juga, dirinya tak pernah merasakan pengalaman yang indah dengan ibunya. Andai saja dia bisa bertemu dengan ibunya dan membahagiakan beliau.

"Thanks untuk pujiannya, kurasa. Dan aku minta maaf sudah melibatkanmu ke dalam masalah-masalahku." Danzell menatap mata milik Anna untuk beberapa saat. Iya, dia yakin inilah saat-saat terakhir dirinya bisa melihat wanita itu.

"Baiklah. Kurasa aku akan turun sekarang." Anna melihat ke arah lain, menghindar dari tatapan mata Danzell.

"Oh. Wait, Anna." Anna kembali menatap Danzell.

"Ini. Maaf saat itu temanku membuang smartphone dan tasmu. Sebagai gantinya." Danzell meringis dan meletakkan box yang cukup besar itu ke tangan Anna.

"Danzell... Sebenarnya ini terlalu..."

"Terimalah, Anna. Jangan menolak. Anggap saja ini juga hadiah perpisahan dariku." Danzell tersenyum.

"Baiklah. Bye." Anna mengangkat tangan kanannya, dan melambaikannya pelan ke arah Danzell. Setelah itu, Anna turun dari mobil pria itu.

Beberapa saat kemudian, Anna bisa mendengar bunyi mesin mobil, dan Danzell sudah pergi dari sana.

Anna berdiri tepat di depan pintu. Sebelum memasukkan passcode rumahnya, dia menghela napas. Benar-benar hari yang melelahkan.

Anna meletakkan heels yang dia kenakan di rak sepatu, lalu mendengar suara gaduh.

'Pasti si kembar.' Anna memutar bola matanya. Jujur saja, dia rindu dengan Glenn dan Gabriel.

"Anna!" Mereka berdua berteriak bersamaan dan memeluk Anna.

"Oh My God, Sis. Kau sebenarnya kemana saja?" Glenn menatapnya dengan khawatir. Walaupun Glenn jauh lebih nakal dibanding Gabriel, tetapi kalau hal peduli, Glenn jauh lebih peduli padanya. Karena Anna memang lebih dekat dengan Glenn daripada Gabriel.

"Yeah... Ada sesuatu yang terjadi."

Mendengar kegaduhan di ruang tengah, Rebecca keluar dari kamarnya.

Rebecca terkejut saat melihat Anna. Anna pun juga sedikit khawatir saat melihat mata Rebecca yang sedikit sembap. Apa wanita itu menangis untuknya?

"Oh, my little Anna. Kau kemana saja?" Saat itu, tangis Rebecca pecah. Tidak bisa dijelaskan bagaimana perasaannya seminggu ini. Baginya, Anna sudah seperti anak perempuannya sendiri. Dia begitu menyayangi Anna.

"Oh My God, Becca. Kenapa kau menangis? Hey, I'm okay. Look." Anna memasang senyum terindah di wajahnya.

"Kau tidak tahu bagaimana kami sekeluarga panik saat mengetahui bahwa kau hilang?! Kami bahkan menelepon polisi dan sampai sekarang mereka tak tahu posisimu dimana."

"Haruskah sampai seperti itu, Becca?" Anna tertawa kecil walaupun matanya sekarang sudah berlinang air mata karena melihat Rebecca menangis.

"Of course. Dan asal kau tahu saja, pamanmu sangat panik saat mengetahui bahwa kau hilang. Oh, iya. Lebih baik jika aku memberinya kabar sekarang."

Anna menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum. Setidaknya dia harus bersyukur karena keluarganya tak menuntut untuk dirinya memberikan penjelasan saat ini juga. Mungkin pada saat yang tepat nanti, Anna akan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada pamannya dan Rebecca.

***

"Anna!" Pintu dibuka lebar-lebar dari luar, membuat Anna yang sedang menulis, terkejut.

Tidak sempat berkata-kata, Christian menghampiri Anna dan memeluk keponakannya itu.

"Kau dari mana saja? Ah, Uncle rasanya mau mati saja saat tahu kau menghilang." Christian mengecup puncak kepala Anna.

"Lebih baik kau menjelaskan kemana saja kau selama seminggu ini, young lady. Dan jangan berpikir macam-macam untuk membohongi Uncle, karena Uncle tahu kau tidak pergi bersama dengan Pamela atau temanmu yang lain. Jadi, Uncle ingin kau menceritakan pada Uncle yang sebenarnya."

"Yes, Uncle. Tapi bisakah Uncle mengijinkanku untuk beristirahat hari ini? Besok aku akan menceritakan pada Uncle."

"Fine. Semangat dalam apapun yang kau tulis, Anna. Jangan tidur terlalu malam." Christian mengacak-acak rambut keponakannya itu, lalu melangkahkan kakinya menuju pintu kamar Anna.

"Thanks, Uncle. Karena selalu memperhatikanku." Ucapan Anna menghentikan langkah kaki Christian.

"Your welcome, princess. I love you."

"Love you too, Uncle Chris."

Next update: Selasa

[2] Tamed By Miss. Spencer (COMPLETED)Where stories live. Discover now