[14] Hangout

13.4K 825 0
                                    

"Come on, Anna." Anna sebenarnya tak tahu kemana Danzell membawanya pergi. Kenapa juga berhenti di jalanan.

Danzell membimbing Anna untuk duduk di atas kap mobil.

"Sekarang, lihatlah ke atas."

Saat itu juga, Anna merasa terpesona dengan tempat ini. Di atas sana, dia bisa melihat bintang bertebaran dan juga bulan purnama.

"Wow. This is beautiful." Anna tertawa kecil, lalu menoleh ke arah Danzell.

"Yeah, Anna. Aku masih bisa mengingat dengan jelas, Mom dan Dad sering mengajakku kesini saat aku masih kecil."

"Kau punya orang tua yang baik dan menyayangimu, Danny." Anna tersenyum.

"How about your parents?"

"Mmm... Ibuku meninggal saat melahirkanku."

"I'm... I'm sorry to hear that, Anna."

"It's okay." Anna mencoba untuk tersenyum.

"Your Dad?"

"Entahlah. Aku tidak pernah bertemu ayahku. Dia meninggalkan ibuku saat tahu bahwa Mom hamil diriku."

"Anna... Aku sangat..."

"It's okay, Danzell. Semua orang punya kenangan buruk, bukan?" Anna menatap Danzell.

"Ceritakan tentang dirimu, Danny."

"About what?"

"Anything. Aku ingin lebih mengenalmu. Sebagai teman?" Anna tertawa kecil.

"Namaku Danzell. Danzell Linwood."

"Seriously? Aku tahu tentang itu, Danzell. Cerita tentang apa yang aku tak tahu."

"I'm 30 years old."

"Aku lebih muda darimu 2 tahun." Anna tertawa kecil, lalu menyuruh Danzell untuk melanjutkan perkataannya.

"Aku anak tunggal. Terkadang ingin punya saudara, tetapi inilah nasibku."

"Yeah. Terkadang kau bisa iri pada orang lain."

"By the way, si kembar itu adikmu?"

"Yeah. Glenn dan Gabriel adalah sepupuku. Glenn lebih nakal daripada Gabriel. Dia selalu saja menggangguku. Tapi kalau mengenai kepedulian tentangku, dia jauh lebih peduli daripada Gabriel. Gabriel terbiasa diam di rumah."

"Kurasa mereka asyik diajak mengobrol. Tapi aku belum sempat berkenalan dengan mereka."

"Kalau begitu pertemuan selanjutnya, kau harus berkenalan dengan mereka." Anna tertawa kecil.

"Ayo, lanjutkan ceritamu. Kenapa jadi aku yang bercerita?" Danzell tertawa, lalu melanjutkan perkataannya.

"Aku punya sebuah rahasia di dalam hidupku."

"Apa itu?"

"Kau akan tahu jika kau semakin dekat denganku. You know, hidup di sekitarku tak pernah mudah."

"Why?" Danzell menatap Anna dengan serius.

"Kurasa kau akan mengetahuinya, Anna. Dan jika kau mengetahuinya, aku berjanji akan selalu melindungimu." Danzell tersenyum, lalu mengacak-acak rambut Anna.

"Sekarang ceritakan padaku tentang dirimu."

"Mmm... Aku tinggal bersama dengan pamanku dan keluarganya. Kau tahu sendiri bagaimana protektifnya Uncle Chris. But I love him so much. Dia yang selalu merawatku sejak aku lahir."

"Aku bekerja sebagai seorang koki di restoran... Kau tahu sendiri, bukan? Saat aku hampir meracunimu dengan nana..."

"Jangan sebutkan itu, Anna!" Danzell menghentikan ucapan Anna. Jujur saja, dia malu. Seorang pria dewasa sepertinya mempunyai alergi terhadap... Nanas?

"Fine." Anna tertawa kecil, lalu melanjutkan kata-katanya.

"Selain itu, aku juga senang menulis. Menulis sudah kuanggap sebagai waktu refreshingku. By the way, kau bekerja sebagai apa?"

"Mmm... Aku CEO di kantor ayahku."

"Wow... It's cool." Anna tertawa.

Tak ingin membahas lebih lanjut tentang topik pekerjaan, Danzell mengubah topik pembicaraan mereka.

"Tadi aku melihatmu dengan manajer itu. Kau dekat dengannya?"

Anna mengerutkan dahinya, berpikir sejenak. Apa yang dimaksud Danzell adalah Revan?

"Maksudmu Revan? Yeah... Aku lumayan dekat dengannya. Pegawai wanita di restoran tempatku bekerja terlalu cerewet. Aku lebih senang mengobrol dengan pria disana."

Danzell hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

Pembicaraan mereka terhenti karena smartphone Anna berbunyi.

"Oops. Pamanku menelepon." Danzell hanya menyengir.

"Hey, Uncle. Ada apa?"

"Kapan kau akan pulang, Anna? Ini sudah malam."

"Iya, Uncle. Aku akan pulang sekarang."

"Lebih baik itu bukan ucapan saja, Anna. Cepat pulang atau Uncle..."

"Yeah, Uncle. Bersantailah sedikit, okay? Aku sudah besar. Bye, Uncle."

Anna mengantongi smartphonenya kembali.

"Kurasa kau harus mengantarku pulang sekarang, Danny."

"Anna." Danzell menatap Anna.

"Yeah?" Anna merasa pipinya memanas. Entahlah, mungkin dia malu karena ditatap terus oleh pria itu.

"Bisakah kita hangout bersama lain kali?"

"Oh... Sure." Anna tersenyum.

"Come on, Danzell. Kau harus mengantarku pulang."

Mendapat persetujuan dari Anna membuat hati Danzell lega. Setidaknya mereka masih bisa bertemu lagi. Danzell tak bisa menahan rasa senangnya, jadi dia terus menerus tersenyum.

"Baiklah. Mari kuantar pulang."

Next update: Jumat

[2] Tamed By Miss. Spencer (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang