[22] Waiting

12.2K 740 4
                                    

"Dia payah! Dia bodoh! Dia idiot!" Kini Anna menangis keras-keras, sedangkan Pamela berusaha menenangkan sahabatnya itu.

"Anna... Kau tidak bisa mengambil kesimpulan bahwa dia hanya ingin mengabulkan permintaan ibunya. Dia juga sudah mengakui bahwa dia mulai mencintaimu, bukan?"

"Tetapi dia tak berusaha berdamai denganku! Dia justru..."

"Mungkin dia ingin menunggumu meredakan segala emosimu, Anna. Dia tak ingin marah dan memperbesar pertengkaran kalian." Pamela berusaha menenangkan sahabatnya itu.

"Ah, bodoh! Lihat saja! Aku tidak akan memaafkannya!" Anna kembali berteriak-teriak seperti orang gila.

"Oh, Anna. Tenangkan dirimu, okay? Jika kau mencintainya, kau akan memaafkannya walaupun kesalahannya begitu besar padamu."

Perkataan Pamela mengena di hati Anna, tetapi dia tetap menyalahkan Danzell. Pria itu memang brengsek.

"You better take a rest, okay? Sekarang tidurlah, tenangkan pikiranmu." Pamela tersenyum kepada sahabatnya itu. Anna yang merasa kepalanya pusing, akhirnya menuruti perkataan Pamela.

***

"Oh, man. Kau sangat bodoh. Sekarang aku paham kenapa Anna memanggilmu 'idiot', karena kau memang idiot." Ben berdecak kesal.

"Fine. Jadi sekarang kau berani menghinaku, Ben?"

"I'm sorry. Sekarang dengarkan. Kau memintanya untuk menikah denganmu demi menuruti keinginan ibumu? Kau mengatakannya setelah kau mengakui bahwa kau mulai mencintainya?!"

"Oh, come on. Kau jelas-jelas mempermainkan perasaannya, Danzell! Sadarlah!"

"Tapi..."

"Hubungi dia, Danzell. Aku tahu dia pasti mengharapkan dirimu untuk menghubunginya..."

"Tapi aku sudah berjanji untuk memberikannya waktu."

"Just... Call her, okay?" Ben sangat ingin meninju sahabatnya. Bagaimana bisa Danzell sangatlah bodoh tentang cinta? Padahal pria itu paling cerdik di antara dirinya dan teman-temannya.

"Nanti. Tidak sekarang." Ben menghela napas, lalu menganggukkan kepalanya. Ben memberikan kebebasan untuk sahabatnya itu. Terserah Danzell saja. Apa yang dianggapnya benar, biar itu yang dia perbuat.

***

Setelah 3 hari seperti mayat hidup, Anna saat ini menatap smartphonenya. Lebih tepatnya, menatap nama Danzell yang tertera di smartphonenya.

Jujur saja, dia rindu suara Danzell. Dia sangat rindu...

Anna pun memilih untuk benar-benar menelepon pria itu saat ini.

Anna menunggu, tetapi pria itu tak kunjung mengangkatnya.

Anna menelepon kembali, tetapi tetap tidak diangkat.

'Fine. Aku akan meneleponmu sekali lagi, jika kau tak mengangkatnya...' Anna menghela napas, lalu kembali menelepon Danzell.

Tetapi usahanya sia-sia karena pria itu tetap tak mengangkatnya.

Anna dibuat sedih kembali. Dia kecewa. Padahal dia sudah menghubungi pria itu, tetapi malah tidak diterima.

Anna berusaha mengenyahkan Danzell dari pikirannya dan memilih untuk tidur dan bersiap-siap untuk menjadi mayat hidup lagi esok hari.

***

Di sisi lain...

"Kita menemukan lokasinya, Danzell!"

"Okay. Let's go." Danzell memasukkan smartphone yang daritadi ditatapnya, menunggu Anna untuk menelepon, tetapi wanita itu tak kunjung menghubunginya.

Dia baru saja mendapat kabar bahwa timnya menemukan posisi Paul. Tentu saja mereka harus segera bergerak.

Danzell masuk ke dalam mobil Ben, dan Ben langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Beberapa menit kemudian, mereka tiba di sebuah gudang besar di pinggir kota. Gudang itu terletak di rerumputan, cukup jauh dari perumahan warga.

Danzell, Ben, dan beberapa anggota tim mereka mulai mengacungkan pistol ke depan, bersiap-siap jika ada perlawanan dari musuh.

Salah satu rekannya membuka pintu gudang itu, tetapi tidak menemukan siapapun disana.

Mereka semua berjalan berkeliling, mencari dimana musuh mereka berada karena jelas-jelas GPS menunjukkan bahwa musuh masih ada disini.

Danzell berjalan ke pinggiran gudang itu dan melihat ada sedikit lubang di ujung tembok. Danzell menginjak lantai kayu yang agak rapuh itu, dan kejadian selanjutnya dia terjatuh.

Bunyi hancuran kayu membuat semua tim Danzell menghampirinya. Danzell bisa mendengar Ben berteriak dari atas sana.

"Dan. Kau baik-baik saja?"

"Yeah. I'm fine."

"Apa ada sesuatu disana?" Danzell tidak bisa melihat apa-apa karena ruangan di bawah sini sangat gelap. Hanya penerangan sinar bulan yang membantunya untuk dapat melihat.

Bunyi tembakan membuat Danzell terkaget, lalu dia menyalakan lampu yang terdapat di rifle miliknya. Untung saja dia tidak membawa pistol.

"Oh, guys. Lebih baik jika kalian turun sekarang!" Danzell langsung berteriak, menyuruh teman-temannya turun, karena saat ini ada begitu banyak tim musuh yang ada di depannya.

Next update: Jumat

[2] Tamed By Miss. Spencer (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang