{maaf}💕

1.3K 110 7
                                    

Ryan menerjapkan matanya, kepalanya pusing luar biasa. Ia memejamkan mata sejenak, berusaha mengusir rasa sesak itu.

Merasa lebih baik, ia membuka matanya. Yang dia lihat hanyalah ruangan berwarna hijau dengan bau antiseptik. UKS.

Ia mencoba untuk bangkit, namun tangannya terasa nyeri. Ia menoleh, itu infus dan ia memegang bawah hidungnya. Itu nasal canula.

"Ryan...."

Sapaan itu terdengar begitu lembut ditelinganya. Ia menoleh kearah sumber suara, itu Dr. Ana.

"Gimana? Perutnya masih sakit?"

Ryan menggeleng pelan, "gak, tapi kepala ryan sakit."

Dr. Ana mengangguk, ia meraih nampan berisi obat diatas meja. Lalu berjalan menghampiri ryan.

"Vertigo. Nih minum obatnya dulu."

Ryan menurut, ia meminum obatnya. Tak lama, kantuk mulai melanda. Namun semampunya ia menahan rasa kantuk itu.

"Dok...." lirihnya.

"Istirahat yan."

"Abang...."

Dr. Ana mengangguk, ia keluar menemui Ezra yang kebetulan ada urusan bersama ayahnya di sekolah.

"Yan?"

Mata ryan berkaca-kaca, "kak dego?"

"Jangan sebut nama si brengsek itu."

"Gue bakal drop out dia dari sekolah."

Ryan menggeleng pelan, "jangan."

Ezra membulatkan matanya, "lo gila? Dia nekat lakuin ini sama lo."

"Gue mohon, jangan...."

Mendenhar lirihan ryan, ezra menjadi tak tega. Terpaksa, ia mengangguk.

"Temenin ryan...."

Ezra kembali mengangguk, ia duduk dikursi samping brankar ryan dan membelai lembut rambut hitam milik adiknya.

'Lo belum tau semuanya yan....' batinnya.

•°•°•°•°•

Leta menatap pantulan dirinya di cermin. Ia masih menangis, tak adakah cara lain ia keluar dari masalah ini? Ia hanya ingin hidup tenang.

Dilain sisi, ia menyayangi ryan. Namun, dilain sisi pikirannya terfokus pada dego. Kenyataan apa lagi yang harus ia terima?

Ia menundukkan wajahnya, terisak disana. Membayangkan saat dego memukul ryan tadi, membuat hatinya terasa sakit.

Ia ingin berlari dan memeluk ryan, namun tubuhnya seolah kaku. Tak dapat ia gerakkan. Ia sejujurnya bingung dengan perasaannya sendiri.

Ia menyayangi ryan, namun kenapa saat berada di dekat dego ia merasa nyaman? Ia menghembuskan nafas berat.

"Gue harus apa?"

Tak ada hal lain yang ia lakukan disini. Tak lama kemudian ponselnya berdering, pertanda ada pesan masuk.

Ia melirik sekilas.

From: Kak dego

Ta, sorry....

Leta masih terdiam, ia tak tahan. Entah mengapa sisi emosionalnya muncul. Mengapa dego tadi memukul ryan?

From: kak dego

Ta, please. Aku kelepasan tadi, maaf....

Leta tak berniat untuk membalas. Dengan malas, ia membasuh wajahnya dengan air segar. Sekali lagi, ia menatap pantulan dirinya di cermin. Pucat.

Cokelat love story (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang