{kebahagiaan}💕

1.5K 101 0
                                    

Ruangan itu kembali menjadi saksi perjuangan seseorang didalam sana. Kesedihan kembali melanda, inikah akhirnya(?)

"Sekarang To."

Ayah Vito menggeleng, ia tak ingin kehilangan putranya.

"To-"

"Tunggu!"

Mereka menoleh kearah sumber suara, disana Ezra serta Dirga berlari menuju mereka.

"Lakukan operasi sekarang!"

"Maksudmu?"

"Kita dapat pendonor!"

Semua orang disana memekik tak percaya, akankah Tuhan mengabulkan doa mereka?

"Siapkan semuanya."

•°•°•°•°•

Kelopak mata itu terbuka perlahan, yang dilihatnya pertama kali ada langit-langit ruangan berwarna putih. Ia mencoba menggerakkan tangannya, namun yang ia rasa hanya kram juga sakit.

Ia kembali menutup mata, meringis dalam diam. Hingga akhirnya pintu ruang rawat terbuka menampilkan sosok Bunda yang ia rindukan. Ia mengukir senyum tipis saat Bunda terpekik bahagia.

"Kamu bangun dek?"

Ia mengangguk pelan, ia membiarkan tangan lembut itu mengusap keningnya lalu dikecup singkat oleh Bundanya.

"Ada yang sakit? Bilang sama Bunda."

Ryan menggeleng pelan, ia tak sanggup mengeluarkan suara. Tenggorokannya terasa sakit juga kering.

"Bunda panggil yang lain, ya?"

Ryan hanya mengangguk, tak lama ia menunggu. Kini, ruangan itu terisi oleh orang-orang yang disayanginya. Termasuk gadis cokelatnya, Leta.

"Kenapa baru bangun? Hmmm?"

Ryan hanya tersenyum ketika Dr. Rio memeriksanya.

"Be-ra-pa.... La-ma?"

"Dua minggu, dan kamu melewatkan liburan ke Amerika."

Ryan tertawa pelan dibalik masker. Ia menoleh kearah Leta, gadis itu menatapnya dengan linangan air mata. Ia mengisyaratkan gadis itu untuk mendekat.

"M-maaf...."

Hanya itu yang Leta ucapkan, ia menunduk sembari terisak. Ia merasa begitu jahat, menambah luka pada seseorang yang sudah terluka.

Ryan hanya mengangguk, ia meraih pelan tangan milik gadis itu. Digenggamnya lemah tangan basah miliknya.

"Ja-ngan.... Na-na-ngis...."

Leta semakin terisak, perlahan mereka pergi memberi ruang untuk keduanya.

"Ta...." Lirihnya.

"Gak Yan, aku jahat! Aku egois! Aku gak ngertiin kamu! Bahkan waktu kamu sakit, aku gak ada. Maaf Yan...."

Ia kembali terisak, Ryan menarik tangan gadis itu hingga wajahnya mendekat kearahnya. Tetesan air jatuh dikeningnya, itu air mata Leta.

"Maaf, kepala kamu jadi basah." Gadis itu menghapus kening Ryan penuh kelembutan.

Tangannya turun hingga ke pipi kiri Ryan. Ia menatap wajah seputih kapas itu, lalu terfokus pada mata biru milik Ryan.

"Leta kangen sama Iyan...."

Ryan tersenyum, gadis itu masih mengingat nama panggilannya.

Cup....

Leta mengecup kening Ryan lama ralat sangat lama. Keduanya memejamkan mata, menikmati setiap detik yang terasa. Hingga Leta melepas ciumannya.

"Itu first kiss aku, spesial buat kamu. Malaikat kecil Leta...."

Ryan tersenyum bahagia, akhirnya ia dapat memiliki Leta kembali.

"Kak De-go?"

"Dia di penjara, adiknya diasuh sama pamannya. Dia bilang minta maaf."

Ryan hanya mengangguk, hingga ia teringat seseorang yang membuatnya seperti ini.

"Kak A-bi?"

Tubuh Leta membeku, ia harus berkata apa? Menyadari gelagat Leta yang aneh, Ryan bertanya padanya.

"Ke-napa?"

Tangan Leta terjulur pada dada kiri Ryan, ia tak menyentuhnya hanya berjarak 7cm dari dada Ryan.

"Dia ada disini?"

Kening Ryan mengerut, maksudnya?

"Jantung kak Abi ada disini, dia donorin kamu jantung. Sebagai permintaan maafnya."

Ryan menitikkan air mata, entah kenapa sekarang ia merasa kehilangan. Kebersamaan bersama Abi dulu hilang. Meskipun itu sandiwara, tapi Ryan tau ada ketulusan didalamnya.

"Jangan nangis, Leta gak suka."

Lagi, telapak tangan lembut itu mengusap pipi Ryan. Ryan tersenyum.

"Makasih...."

Leta tersenyum tulus lalu mengangguk pelan.

"Kita mulai semuanya dari awal, Iyan mau kan?"

Ryan mengangguk, semua orang yabg menyaksikan itu semua dari luar ruangan menitikkan air mata bahagia. Akhirnya, mereka dapat bersatu kembali.

~°~°~°~°~

Oke, ini sedikit banget.

Masalahnya aku bingung mau motong dimana.

Read next chap

Cokelat love story (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang