{mereka(?)}❓

1K 93 0
                                    

Ryan meringis tak tertahan, rasa sakit kini tak hanya ia rasakan pada lengannya melainkan juga dadanya. Sebuah tangan kasar nan dingin mengusap pipinya, usapan itu semakin keras lalu berubah menjadi tamparan.

Ryan memegang pipinya yang terasa sakit dan panas. Ia meraba sekeliling, kosong. Saat dirinya ingin bangkit, tiba-tiba saja sesuatu terasa seperti menusuk lengan kanannya.

"Arrrrgggghhhh!!!"

Ia kembali terduduk, ingin sekali ia menangis. Rasa sakit menjalar keseluruh tubuhnya. Gelak tawa seseorang kembali terdengar. Tiba-tiba lampu kembali menyala.

Mata Ryan membulat sempurna, nafasnya tercekat. Serasa ada sesuatu yang menusuk relung hatinya, sakit. Tanpa sadar, air mata meluncur dari sudut matanya.

"K-kenapa?"

•°•°•°•°•

Keluarga Ryan serta para sahabatnya panik bukan main saat mengetahui Ryan hilang. Ezra merutuki kebodohannya, ia melupakan kunci mobilnya. Dia tak mengingat jika kunci itu masih terkait, seharusnya ia bawa kunci itu jika tahu kejadian ini akan terjadi.

Sementara Ayah Vito dan Bunda Eva sedari tadi mencoba menghubungi Ryan maupun menanyakan dirinya pada siswa lain, namun nihil. Tak ada yang tahu. Rendi dan Aldi bahkan kini sudah lenyap dari mereka.

"Kita cari aja Yah, Bunda takut Ryan kenapa-napa." Air mata mengalir melewati pipi mulus wanita paruh baya itu.

Ayah Vito mengangguk perlahan, ia kembali menatap ponselnya lalu mendial nomor seseorang disana.

"Halo."

"Halo, ada apa Pak?"

"Hubungi orang, Ryan hilang. Cari ke semua sudut yang pernah 'dia' kunjungi."

"Baik."

Sambungan terputus, Ayah Vito memutuskan untuk mencari Ryan dengan orang andalannya. Ia memang selalu mewanti-wanti penjagaan terhadap kedua putranya, surat berlumuran darah beberapa waktu lalu membuatnya harus siaga.

"Abang ajak Dirga, mungkin 'dia' udah mulai semuanya."

Ezra mengangguk cepat, sedetik kemudian ia berlari menuju mobil yang telah disiapkan.

"Bunda ikut Ayah."

•°•°•°•°•

"K-kenapa?"

Tubuh Ryan bergetar hebat, rasanya oksigen disekitarnya menghilang. Pandangannya tak luput dari lelaki dan sesosok gadis yang berlumuran darah didepannya itu.

"Kalian?"

"Why? Ini spesial buat kamu."

Ryan tak lagi bersuara, setetes air mata meluncur dari sudut matanya. Ia tak percaya bahwa seseorang yang selama ini ia sayangi dapat berubah seperti ini.

"Adik kakak kok nangis?"

Ia kembali merasakan tangan kasar nan dingin milik lelaki dihadapannya.

"Mana adik kakak yang bawel dan 'manja' itu?" Sosok didepannya menyeringai.

Ia menyentak keras pergelangan tangan lelaki itu.

"

Wah, sekarang kamu kasar ya?"

Ryan tetap tak peduli, ia menundukkan kepalanya. Tangan kirinya kembali mencengkram lengan kanannya, darah tak berhenti mengalir dari sana. Ia meringis pelan.

Cokelat love story (END) Where stories live. Discover now