After One Year

10.2K 625 12
                                    

Hay! Di part ini lebih banyak narasinya.
Karena di part berikutnya, akan masuk kedalam kehidupan Alison setelah menyelesaikan studinya.

Btw, vomment kalian sangat membuatku merasa semangat untuk menulis cerita ini muehehe. Terima kasih untuk kalian yang mendukung cerita ini.
Happy reading!

===================================

Hari ini matahari bersinar terang, sinarnya bahkan menembus selah-selah bulu mata seorang gadis yang masih meringkup bersama selimut berbulu lembut, dan ia mulai terganggu dengan suara bising kendaraan yang samar didengarnya.

Alison perlahan membuka matanya, menarik ujung selimut, hingga menghempaskannya kelantai. Gadis itu sontak terbangun ketika melihat jarum pendek pada jam dinding kamarnya sudah menunjuk pada angka 7.

"Ya Tuhan!" matanya terbelalak ketika tersadar bahwa hanya tiga puluh menit lagi waktu yang ia punya untuk bersiap diri.

Ia berlari kecil menuju kamar mandi, masih menggunakan piama sateen berwarna merah muda senada dengan sendal bulu yang dipakainya. Suara gemericik air menyeruak hingga keluar kamarnya, seakan memberitahu Clarine bahwa gadis itu telah terbangun dan sedang bersiap diri.

"Sudah bangun rupanya, ku kira dia masih berada dialam mimpi." wajah Clarine mengintip dari ambang pintu kamar Alison, tersenyum lega karena ia tidak harus repot-repot untuk membangunkan gadis itu.

Hari ini, mungkin sudah hampir satu tahun lamanya semenjak Alison harus menata serpihan hatinya yang hancur, dan berbekas pilu. Tidak ada lagi kesedihan diraut wajah gadis itu, kalau ditanya bagaimana hubungan ia dan Gustavo tentu saja Alison Brooklyn akan bergeleng keras, ia tidak mau membahas itu lagi dengan siapapun. Baginya, seorang Gustavo tidak pantas untuk diingat, apalagi dicintai.

Tetapi tidak untuk Gustavo Orlando, hari ini adalah hari yang paling dinanti oleh pria itu. Menghadiri sebuah acara kelulusan disebuah universitas, dan menjadi motivator bagi mereka yang telah lulus dari jurusannya masing-masing. Tentu saja, kedatangannya tidak beralasan karena satu-satunya alasan mengapa Gustavo mau repot-repot untuk hadir disana adalah karena, Alison. Alison Brooklyn akan menjadi salah satu mahasiswi yang diwisuda hari ini.

Kemeja putih tergeletak rapih diatas tempat tidur dengan bed cover berwarna putih juga. Pandangan mata lelaki itu tertuju pada sebuah bantal berlapis kain berwana putih yang sudah sangat kusam, warnanya hampir menyerupai cream, ia berjalan menuju bantal itu—mengambil dan mengirup seakan merasakan aroma tubuh Alison masih berada disana. Gila, Gustavo benar-benar sudah kehilangan pikiran normalnya. Setahun sudah berlalu, tetapi lelaki itu masih saja bisa merasakan aroma tubuh Alison pada bantal itu. Seakan gadis itu masih tidur bersamanya, seperti terakhir kali pertemuannya.

Gustavo meletakan kembali bantal itu, setelah mencium dengan penuh penghayatan. Namun beberapa detik setelahnya, hidungnya terasa gatal dan seketika bersin dengan cukup lama. Gustavo tidak peduli, ia tidak akan mencuci bantal itu, karena ia tidak ingin aroma shampoo gadis itu—berganti aroma detergent.

Tubuhnya yang shirtless mulai dipakaikan kemeja putih, Gustavo menatap dirinya pada pantulan cermin, dan memakai satu persatu atributnya. Celana dasar hitam, tuxedo abu muda mendekati silver, dasi dengan warna sedana dengan tuxedonya, dan yang terakhir jas hitam dengan merk versace didalamnya. "Sempurna. Alison tidak akan berkedip melihatku hari ini." ucap Gustavo yang terlampau percaya diri. Sepatu pantofelnya bergeming pada lantai granit, denga suara hentakan yang cukup ringan. Gustavo keluar dari kamarnya dan bergegas memanggil Xander untuk menyiapkan mobilnya.

Kurang dari sepuluh menit, gadis itu telah selesai mandi. Aroma sabun dan shampoo menyeruak dari kamar mandi itu, belum lagi uap air hangat yang memenuhi udara didalam sana. Alison bergegas mencari pakaiannya didalam lemari—menyisir dress yang dominan berwarna cream dan champagne yang tergantung rapih didalam sana. Satu dress berwarna champagne ia pilih sebagai pakaian wisudanya, cukup simple dengan panjang tidak kurang hanya selututnya, sedikit brukat serta swarosvki menghiasi bagian atasnya. Alison tersenyum manis, akhirnya ia bisa memakai dress yang susah payah ia beli dengan mengumpulkan sen per sen hasil dari bekerja dikedai pizza milik Christ.

THE ORDER Where stories live. Discover now