The difference

7.6K 496 5
                                    

Sinar matahari kian menyengat, Alison masih berdiri didepan pintu lobby rumah sakit itu. Ada kekhawatiran yang membelenggu dirinya, kekhawatiran yang bisa saja sesuatu hal yang buruk terjadi padanya. Alison ingat betul bagaimana lelaki itu nampak khawatir, belum lagi ucapan dokter yang mengatakan bahwa mungkin saja mereka akan bertemu kembali. Alison melihat pada jam yang mengikat ditangannya, ia sudah berdiri lima belas menit dan membuatnya semakin beringsut karena Gustavo belum juga muncul dari dalam.

Gustavo melihat Alison yang hanya berdiri didepan sana, dengan cepat lelaki itu menghampirinya, Alison benar-benar keras kepala, bahkan untuk menunggunya di mobil pun gadis itu enggan. Suara derap langkah cepat membuat gadis itu membalikan badannya, Alison tersenyum lebar dan berlari kecil menuju Gustavo yang sudah muncul dihadapannya. Gadis itu kemudian memeluk Gustavo, "kau ini ... lama sekali!" ucapan lirih Alison dengan bibirnya yang bergetar, Gustavo mengecup kening gadis itu dan menatap nanar mata Alison.

"Kau menunggu ku disini? Kenapa kau tidak menungguku di mobil?"

"Kau ini ... apa aku harus memecahkan kaca mobil mu supaya aku bisa masuk ke dalam, huh?! Mobil itu terkunci!" Kini Gustavo terkekeh, merasakan hal bodoh telah ia lakukan.

"Aku lupa. Maaf."

"Harusnya kau yang perlu diperiksa. Bukan aku!"

Alison semakin beringsut ketika melihat Gustavo yang tertawa tak juga berhenti. Kemudian mereka berjalan menuju mobil yang terpakir tak jauh dari pintu lobby itu. Alison mengedarkan pandangannya, kini ia merasa beberapa pasang mata tengah menatapnya dengan aneh dan membuat gadis itu merasa tidak nyaman. Mungkin orang-orang itu tahu, siapa yang sedang bersamanya— lelaki yang masuk dalam jajaran sepuluh besar orang terkaya dan berpengaruh di negara itu sedang berjalan bersama gadis yang hanya memakai kemeja putih kebesaran, tanpa polesan diwajahnya, tanpa sepatu mahal melekat dikakinya.

"Rasanya, ingin sekali ku mencongkel bola mata mereka. Supaya tidak menatap ku seperti itu!" Ucap Alison dengan sarkas, dan membuat Gustavo mendelik padanya.

"Biarkan mereka memandangmu seperti apa ... kau tetap tuan putri ku." Gustavo membukakan pintu mobilnya untuk Alison, namun gadis itu terus saja membalas tatapan sinis orang-orang yang tengah memandangnya.

"Lebih baik kau mempersiapkan dirimu untuk besok." Ucap Gustavo sambil memasangkan sabuk pengaman pada Alison.

"Besok? Ada apa? Kau akan menikahi ku besok? Buru-buru sekali." Pertanyaan gadis itu membuat Gustavo terdiam, ingatan nya kembali pada ucapan sang Dokter. Gustavo memilih untuk tidak mengindahkan ucapan Alison dan berjalan menuju kursi kemudi.

Alison memandangi wajah lelaki yang sebentar lagi akan mempersuntingnya— tak peduli berapa jarak umur mereka, tak peduli masa lalu dari lelaki itu, dan semua tak kesengajaan yang terjadi pada awal pertemuan mereka, melabuhkan Alison pada satu kata; Jodoh. Kini, pikiran gadis itu mengawang pada Thomas— terima kasih, kau mengirim Gustavo untuk menjaga ku.

Gadis itu menyandarkan kepalanya pada bahu Gustavo, merengkuhkan kedua tangannya pada badan lelaki itu. Senyuman manis terpatri diwajahnya. Dan kini ia merasakan sentuhan lembut tangan lelaki itu yang kini membelainya.

"Aku ingin pizza. Aku lapar." Ucap Alison yang mulai merasakan perutnya sudah berdendang ria.

"Baik. Kita ke kedai Christ."

"Aku juga mau vanilla ice cream."

"Baiklah, semua yang kau inginkan, kita beli."

"Aku ingin punya bayi menggemaskan."

"Alison ... bisa kau tidak meminta hal itu?" Kini Alison mulai beringsut, seketika ia menjauhan tubuhnya dari Gustavo. "Kau ini!"

Keheningan menemani perjalanan mereka, Gustavo tidak peduli gadis itu akan terus marah padanya, namun ia begitu menikmati— karena Alison semakin terlihat menggemaskan. Kedai pizza milik Christ sudah berada tak jauh dari pandangan mereka, dan tak lama kemudian Gustavo memarkirkan mobilnya.

THE ORDER Where stories live. Discover now