A Decision

8.7K 549 21
                                    

Kali pertamanya, semenjak gadis itu bertemu dengan Gustavo Orlando, perasaannya tidak menentu. Logikanya berkata— harusnya sudah tidak perlu lagi memikirkan lelaki itu. Namun berbeda pada hatinya— yang mengatakan mungkin saja jalan jodohmu seperti ini. Pergolakan batin terus Alison rasakan, satu hal yang terpenting, ia tidak bisa menyembunyikan ini terlalu lama dengan Clarine.

"Aku tidak akan menyusup ke rumah Gustavo." ucap Alison. Clarine tersedak serealnya, dan hampir saja memuntahkannya.

"Apa?!" Clarine mencondongkan badannya, dan menaruh telapak tangannya dikening Alison. "Kau tidak demam."

"Jadi kau tidak akan mencari surat itu?" tanya Clarine. Meja makan itu sebentar lagi akan menjadi area perdebatan diantara mereka.

"Aku akan menemuinya." jawaban Alison membuat Clarine langsung meletakan sendoknya, dan menatap Alison tajam.

"Kau ingin dia menyakiti mu lagi? Huh?! Banyak laki-laki yang lebih baik darinya diluar sana!"

"Dia tidak mungkin menyakitiku, lagi. Dia bukan orang jahat Clarine..."

"Aku hanya tidak ingin...."

"Gustavo menyakitiku lagi?" Clarine langsung mengangguk lemah. "Tidak akan!" sentak Alison sehingga membuat Clarine langsung membulatkan matanya.

"Kau begitu yakin? Huh?! Hanya karena dia menyelamatkanmu dari James kemarin? Sebenarnya apa yang dia katakan, sampai kau ingin menemuinya lagi?"

"Aku ingin berdamai dengan Gustavo....."

"Hah?! Kau...."

"Clarine, aku mohon. Berhenti mengatur semua tentang hidupku. Aku hanya ingin, semua baik-baik saja."

Pandangan Clarine melemah, rawut wajah yang tadinya menyulutkan emosi perlahan mulai tenang. Alison mengusap punggung tangan Clarine dan tersenyum pada sahabatnya itu.

"Kau jangan marah. Terima kasih telah menjagaku selama ini. Tapi, jalan hidupku aku yang menentukan." ucapan Alison mengakhiri perdebatan mereka. Alison lantas berdiri dari kursi makan itu— dan berlari menuju pintu keluar flatnya, meninggalkan Clarine sendiri yang masih duduk termangu.

"Lihat saja, kau akan membutuhkanku kalau kau sudah benar-benar terpuruk karena lelaki itu!" ucap Clarine sambil melihat Alison hilang dibalik pintu flatnya. Blam.

Alison berlari kecil menuju sekuternya yang ia parkirkan tidak jauh dari tempat tinggalnya. Sejujurnya, kalau bukan karena Nick— Alison mungkin akan terus menyimpan perasaanya selama ini. Nick yang hampir setiap harinya selalu memberikan kata-kata yang membuat Alison sadar akan perasaannya sendiri, berbeda dengan Clarine yang setiap harinya menyisipkan nada sarkasnya untuk Gustavo.

Semua ucapan Nick bermuara pada satu kesimpulan; kejujuran pada diri sendiri. Sepertinya hanya Nick yang tahu apa yang seharusnya Alison lakukan, Nick tahu bagaimana menyakinkan perasaan Alison terhadap Gustavo, Nick juga lah yang selama ini menjadi penengah ketika Alison dan Clarine memulai debat mereka. Nick juga yang membawa pikiran Alison selalu bermuara pada Gustavo yang mencintainya dengan tulus.

Nick, terima kasih sudah menguatkan perasaanku.
Aku akan menemui Gustavo, hari ini.

Sent.

Satu pesan singkat untuk Nick, ia menggenggam ponselnya sambil duduk diatas sekuternya, menunggu balasan dari Nick. Tidak lama, ponselnya bergetar dan Alison langsung menghidupkan mesin sekuternya setelah membaca pesan itu.

Good luck, Ali!

Dilangit sana, siluet sepasang mata nampak mengiringi perjalanan Alison, mata itu nampak tersenyum diantara awan yang bergerombol ingin menyatu. Seakan mengantarkan Alison untuk segera menemui takdirnya. Entah bagaimana ketika Alison mendongakan wajahnya ke langit, rasa keyakinan itu makin kuat— bahwa secercah kebahagian sebentar lagi akan bertemu dengannya. Alison percaya kali pertama pertemuannya dengan Gustavo bukanlah pertemuan biasa, melainkan jalan menuju kebahigaan diujung sana.

THE ORDER Donde viven las historias. Descúbrelo ahora