has been revealed

7.4K 471 6
                                    

Keputusan tim dokter untuk melakukan chemoteraphy untuk Alison membuat Gustavo semakin dilanda kecemasan, tiap harinya kondisi fisik Alison dilihat semakin memburuk. Memang, ini salah satu efek samping dari chemoteraphy itu— Alison nampak lebih kurus, tulang pipinya semakin menonjol, mata nya terlihat lebih cekung, dan kondisi kulit tubuhnya perlahan seperti memucat, belum lagi ia harus mengalami kerontokan hingga menyisakan rambutnya yang tak lebih dari lima centi. Alison sering menangis, melihat kondisi tubuhnya yang sangat buruk. Belum lagi ia masih sering merasakan sakit kepala yang luar biasa.

Seperti saat ini, mereka sedang menunggu tim medis mempersiapkan peralatan untuk chemoteraphy nya. Alison duduk dikursi roda, Gustavo masih memeluk gadis itu, mencoba memberikan ketenangan, walaupun ia sendiri pun masih sangat mencemaskan Alison.

"Aku sudah lelah ... mereka menyiksa ku. Alat itu membuat tubuh ku merasakan panas. Kulit ku terasa melepuh dan gatal yang luar biasa." Ucap Alison seakan ingin menghentikan semua nya.

"Kau akan segera pulih Ali. Tenangkan dirimu. Kau masih ingin kita menikah, bukan?" Hanya perkataan itu yang bisa menenangkan Alison. Gadis itu ingin sekali menikah dengan Gustavo, dan inilah alasannya untuk tetap kuat dan bertahan.

Pemberitaan sudah santar terdengar diseluruh penjuru kota itu. Semua warga sudah tahu— bahwa pemilik Black Tower, Gustavo Orlando akan segera menikahi Alison Lincon— saudara perempuan dari mendiang Thomas Lincon. Hampir setiap harinya stasiun televisi menyiarkan berita tentang mereka, tentang Alison yang sedang berjuang melawan cancer nya, dan juga Gustavo yang selalu setia mengurus Alison, sehingga membuat siapa pun wanita akan luluh dengan ketulusan cinta yang dimiliki pria berdarah Italia itu. Mereka cemburu dengan Alison, bisa mendapatkan Gustavo Orlando— yang sulit berkomitmen dengan para wanita.

Disatu sisi, setiap harinya Christ selalu menonton berita tentang Alison melalui TV tua didekat meja kasirnya, anak gadisnya mendadak terkenal dipenjuru kota itu. Wajah Alison memenuhi setiap pemberitaan, dan membuat lelaki tengah baya itu merasakan kerinduan akan hadirnya Alison ditempat ini. Dulu ... hampir setiap hari gadis itu menggodanya, membuatnya menahan tawa karena tingkahnya, ketulusannya dalam bekerja membuat siapa pun akan menganggap Alison gadis yang sangat bertanggung jawab. Dan tak ada yang bisa menahan rindu— apabila gadis itu pergi.

"Christ ... Alison sedang berjuang, kau temani lah dia." Ucap Laura sambil membereskan beberapa piring dan gelas.

"Aku tidak sanggup melihatnya menderita karena penyakitnya." Christ berkata dengan matanya yang terlihat berkaca-kaca. Namun Laura tahu, bahwa Christ mempunyai berjuta rindu untuk Alison. "Aku masih ingat sekali wajah anak ku Thomas— ketika ia meregang nyawanya." Air mata Christ menetes, Laura langsung menghampiri Christ dan memeluknya.

"Alison akan baik-baik saja. Kau tidak akan kehilangannya. Percaya padaku." Laura berkata.

"Penyesalan ku adalah menitipkan mereka berdua pada Elizabeth. Karena pikiran bodoh ku, yang tidak bisa menjaga amanah dari Rose." Pikiran Christ kini mengawang pada mendiang istrinya— Rose. Penyesalan itu berpuluh tahun membelenggu dirinya.

"Apa yang akan ku katakan pada Rose nanti— ketika aku mati dan bertemu dengan nya?" Christ mulai terisak, seketika suasana haru menyelimuti keduanya. Laura terus mengusap bahu paman nya yang sudah renta itu, dan gadis itu pun akhirnya ikut larut dalam kesedihan Christ.

"Sebelum terlambat Christ ... sebelum terlambat. Kau harus menemui Alison. Kau harus memberitahu nya."

"Kau benar. Aku akan menemui Alison." Christ berdiri dan mengambil mantelnya yang menggantung didinding. "Kau ikut dengan ku." Titah Christ dan Laura pun mengangguk. Gadis itu melepaskan afron nya, dan mengambil tas serta membereskan beberapa peralatan masaknya. Kemudian mereka segera menutup kedai itu.

THE ORDER Where stories live. Discover now