BAB 13

359 20 0
                                    

Namanya saja masa lalu, namun kenapa masih saja hadir meski sudah dibiarkan berlalu? Permasalahan ini yang selalu membuat Allessandro frustasi dengan kehidupannya.

Kejadian sepuluh tahun yang lalu, yang membuatnya menjadi seperti ini. Kecelakaan yang berhasil merengut nyawa orang yang ia cintai. Kejadian yang membuat seluruh hidupnya berubah.

“besok kamu ketemu sama Om Davit ya?” ujar Venny.

Alle yang sibuk dengan laptopnya hanya berdehem singkat. Ia membenci orang itu, bukan karena Davit itu jahat. Hanya saja ia terlalu mengusik kehidupan Alle, “Alle nggak mau kesana lagi Tan.”

Venny menatap Alle, “tante udah buat jadwal kapan aja kamu ketemu dia. Hari rabu sama hari minggu kamu harus ke sana. Tante nggak mau tau.”

“…”

“Amedeo, ini demi kebaikan kamu.” Venny mengusap kepala Alle dengan lembut, “Tante lakuin ini karena tante sayang sama kamu. Tante nggak mau kamu tertekan karena ini.”

“aku nggak tertekan Tan. Lagian sekaranmg Justin juga jarang ganggu aku.”

Venny mengeleng, “iya sekarang dia nggak ganggu kamu. Tapi kamu nggak tau kan kapanpun dia mau, dia bisa ganggu kamu. Turuti perintah tante.”

“oke kalau itu mau tante.”

Ting! Tung!

Venny berjalan membuka pintu. Ia mengerutkan kening. Baru kali ini rasanya rumahnya kedatangan tamu perempuan.

“permisi tante, Allenya ada?” ujar perempuan berkepang dua itu dengan sopan.

“ada, ayo masuk. Kamu pasti pacar Alle kan?” tebakan Venny membuat Alice ingin muntah. Sejak kapan mereka terikat pacaran?
Alle yang masih sibuk megotak-atik laptopnya menatap kedatangan Alice dan tantenya.

Gimana cewek  aneh ini bisa nyampek rumah gue? Batin Alle.

“itu Allenya lagi sok sibuk. All, ini pacar kamu dateng.”

“dia temen, bukan pacar Tan,” ujar Alle dengan malas.

“pacar juga nggak papa, cantik juga kok. Yaudah tante tinggal dulu ya,” ujar Venny pergi.

Alice mengamati sekelilingnya, rumah Alle terlihat begitu nyaman. Alle yang melihat Alice berdiri dengan kepala mengamati sekitar, segera merangkul pundak Alice.

“enak aja lo rangkul-rangkul. Lo pikir gue tukang ojek, bisa lo rangkul.”

“duh, calpac kalo ngelucu garing juga.” Tangan Alle masih bertenger di bahu Alice, ia mengajak Alice untuk duduk.

“campak?” tanya Alice.

“aduh cantik-cantik budek. Calpac, alias calon pacar.”

Alice mengangga, “berapa kadidat yang lo punya? Lagian gue nggak mau jadi pacar lo.”

“kenapa? Nanti gue jamin kalau lo nikah sama gue pasti anak lo lucu-lucu. Ganteng kayak gue,” ujar Alle mengangkat kedua alisnya.

“…”

“kok lo diem? Lagi bayangin pas malem pertama sama gue ya lo? Tenang punya gue gede kok.” Alle kembali membuat Alice blushing.

Kurang ajar bule, bikin pikiran gue jorok aja, batin Alice.

“gue mau pulang.”

“eh jangan dong. Gue peluk aja belum udah mau pulang.” Allle meraih tangan Alice, membuat Alice menoleh dan akhirnya kembali duduk di samping Alle.

Filantropi [SELESAI]Where stories live. Discover now