BAB 24

341 20 0
                                    

"kata Om Davit hari ini kamu nggak temuin dia, terus kamu ke mana?" ujar Venny menutup majalah yang tadi menutupi wajahnya.

Perempuan itu meletakkan majalah di meja, lalu bangkit menghalangi jalan Alle. Alle mendengus kesal, "ke makam mama."

"Cuma mama?"

"hemm.."

Venny mengelengkan kepalanya. Bibirnya mengerucut,"gimana makam papa? Masih terawat juga kayak makam mama?"

"nggak peduli."

"All, mereka sayang sama kamu. Papa kamu bukan orang jahat."

Alle justru tertawa mendengar kata-kata itu,"bukan orang jahat?! Terus kenapa dia bunuh mama Tan?!"

"All..."

Tangan Alle berada di depan wajah Venny. Mengisyaratkan untuk menghentikan ucapannya.

"Alle lihat sendiri papa nusuk mama Tan! Dia pembunuh!"

Sebelum Venny kembali menimpali ucapan Alle, ia segera beranjak pergi. Sudah cukup ia mendengar nasihat tentang papanya itu. Alle geram, ia menatap kaca di kamarnya.

Tampilannya sedikit berantakan. Dengan rambut yang sedikit basah terkena hujan dengan jaket yang ia biarkan kancingnya terbuka.
Di sudut atas bagian kiri kacanya terdapat sebuah foto. Alle rasa ia tidak pernah menempelkan apapun di sana. Foto itu adalah foto yang dulu sempat Alle temukan jatuh dari lemari. Seingat Alle foto itu sudah ia buang.

"ngaca terus kayak cewek." Seseorang yang mengucapkan itu sedang berada di belakang Alle.

"lo ngapain ke sini?"

"jadi gue nggak boleh ke sini?"

Alice melangkah pergi dari kamar Alle. Dengan cepat tangan Alice segera diraih oleh Alle, membuat langkahnya terhenti. Alice menatap tangannya yang serasa pas di gengaman Alle.

"pintu rumah gue terbuka lebar kalau lo lagi ada masalah."

Memang benar apalagi yang membuat Alice pergi kalau bukan karena masalah. Percuma rasanya Alice berada di rumah kalau kehadirannya tidak pernah dianggap. Alle bisa melihat raut wajah Alice yang berubah. Alice pertama kali yang Alle kenal menjadi berubah.

"ayo turun kita makan," ujar Venny mengandeng tangan Alice. Alice melempar senyum kearah perempuan itu.

"sering-sering aja datang ke sini. Kalau mau nginap juga boleh, lumayan tante jadi ada temen ngobrolnya."

"iya tante pasti Alice bakalan sering ngerepotin datang ke sini," ujar Alice.

Alle yang berjalan di belakang mereka hanya mendengarkan tanpa mau ikut campur dalam pembicaraan. Di meja makan sudah ada Allex yang sedang melahap makanan di piringnya. Kedatangan mereka bertiga tidak membuat Allex menghentikan makannya. Meskipun makannya banyak, namun badan Allex masih terlihat seperti orang kurang gizi.

"ayo Alice makan nggak usah malu," ujar Venny membalik piring di hadapannya.

Acara makan malam berjalan dengan hening. Tidak ada pembicara yang mau mengeluarkan suaranya. Setelah selesai, Alice membantu Venny membereskan meja makan. Walaupun awalnya menolak Venny akhirnya membiarkan Alice membantunya.

"kalau Tante asli Indonesia?" tanya Alice membantu mencuci piring.

"iya, tapi dari kecil tante sama mamanya Alle tinggal di Italy," ujar Venny.

"Alice juga pernah Tan ke sana. Tapi udah lama banget, Alice dah lupa kapan."

Venny tersenyum menatap Alice,"kamu anak yang baik. Tante seneng kamu deket sama Alle. Alle itu anaknya baik, tapi dia keras kepala. Jadi ya, harus sabar aja ngadepin tingkah dia."

Filantropi [SELESAI]Where stories live. Discover now