Epilog

763 24 9
                                    

“semua luka pada akhirnya akan berganti menjadi bahagia. Hanya saja perlu waktu menunggunya.”

Mata Alice sedang tertutup. Ia mengenakan gaun berwarna putih yang senada dengan warna kulitnya. Gaun selutut itu menyembunyikan satu kakinya yang sudah hilang. Alice hannya bisa tersenyum mengacuhkannya. Semuanya harus kembali seperti dulu. Ia harus menjadi Alice yang kuat, Alice yang bisa membuat semua orang bahagia.

“kamu ngajakin kakak ke mana sih?” tanya Alice.

“udah nanti kakak juga tahu.”

Kursi roda Alice sudah berhenti, namun suasana mendadak hening. Di mana Alice sebenarnya. Alice membuka penutup matanya, ruangan ini gelap. Ia tidak bisa menatap apapun. Bahkan kehadiran Fransisca juga tidak terlihat. Apa Fransisca mengerjainnya? Alice segera menyingkirkan pikiran buruknya itu.

Alice melihat lilin berbentuk hati yang menyala dengan bunga mawar di tengahnya. Ia masih diam di sana. Ruangan ini sepertinya tidak asing bagi Alice. Tapi ia belum juga menemukan kehadiran orang lain selain dirinya.

Kedua mata Alice kembali tertutup tangan. Kali ini tangan itu lebih besar, dan sedikit kasar. Detik berikutnya lilin yang menyala di sekitarnya semakin banyak. Ia bisa melihat isi ruanga ini. Lukisan besar seperti sebuah puzzle menarik perhatiannnya. Yang menarik untuk ia lihat adalah orang yang berada di dalam lukisan itu.

Ada Alice dan Kei sedang bergandengan tangan. Dan satu lagi orang yang berdiri di belakang mereka. Orang tersebut sedang tersenyum. Alice tahu itu adalah Fransisca.

“jadi, lukisan ini Fransisca yang buat?” tanya Alice.

“lukisan ini sebagai pertanda minta maafku Kak. Maafin aku udah ngerusak hubungan kalian. Tapi sekarang aku seneng lihat kalian berdua bisa kembali bersama,” ucap Fransisca berdiri di samping Alice.

Kei yang berdiri di belakang Alice mengusap pundak perempuan itu. Alice mengerutkan kening membaca tulisan yang tertera cukup besar di atas lukisan itu,“Filantropi?”

“filantropi yang artinya tindakan seseorang yang mencintai orang lain. Aku belajar banyak dari kata itu. Melihat bagaimana cara cinta tetap bekerja, bagaimana merasakan luka, dan dari kata itu aku tahu satu hal. Cinta yang dipaksa hanya akan menyiksakan luka,” ujar Fransisca.

Setelah Fransisca pergi, Kei berjongkok di depan Alice. “nggak ada salahnyakan mengulang cerita yang pernah kita buat?”

“kalau gue nggak mau?”

“yaudah bikin cerita baru lagi.” Kei meraih tangan Alice, “dari dulu gue nggak pernah punya hati. Karena apa? Karena lo udah berhasil rampas hati gue.”

“sumpah kalau kayak gini lo nembak gue, gue jadi jijik sendiri.”

Kei berdiri mengecup singkat bibir Alice, “gak usah kaget gitu dong. Latihan dulu ciuman, nanti baru gue ajarin yang lain.”

Alice tidak bisa menutupi semu merah yang menghiasi pipinya. Kei memeluk Alice yang dibalas Alice tak kalah erat. Fransisca menatap mereka di ujung pintu. Ia tersenyum meski hatinya menjerit sakit. Kakaknya pantas bahagia, dan saat ini ia pantas terluka.

“mau pacaran apa langsung nikah?” tanya Kei melepas pelukan Alice.

“lo nggak malu punya pacar cacat kayak gue?” tanya Alice menundukkan kepalanya.

Kei meraih dagu Alice agar wajahnya sejajar dengannya, “gue jatuh cinta sama lo bukan karena fisik, bukan karena lo cantik, bukan karena lo menarik. Gue jatuh cinta sama kekurangan yang lo punya, kekurangan yang nantinya bisa buat gue punya kelebihan di mata lo. Karena udah nutupin kekurangan lo,” jawab Kei.

Filantropi [SELESAI]Where stories live. Discover now