BAB 16

365 19 0
                                    

Angin bertiup lembut, menyapa pori-pori wajah dengan sumringah. Pagi ini langit masih mendung, menyisakan gerimis. Alice sengaja berangkat sekolah lebih pagi. Ia menyukai gerimis, ia juga menyukai mendung. Sama kelamnya dengan kehidupannya. 

Alice mengunakan tas pungung warna kuning dengan kaos kaki yang senada dengan warna tasnya. Wajahnya terlihat lebih sumringah. Alasan kenapa ia memilih berangkat pagi adalah, untuk menghindar dari Kei.

Alice sudah berjalan sampai perempatan, ia tinggal menunggu angkot di sana. Mobil merah melaju dengan kecepatan kencang, hampir saja menabrak tukang sayur yang hendak menyebrang. Alice tertawa melihat kelakuan orang tersebut. Alle keluar menatap Alice yang sedang tersenyum.

“cantik,” ujar Alle membuat Alice berhenti tertawa.

Alle membuka pintu, mempersilahlkan Alice untuk masuk. Seratus meter dari jarak mereka, Kei berada di atas motornya. Menatap Alice dan Alle yang saling bertukar senyum. Kembali lagi perasaan sesak menghampiri. Kei harus bisa menahan dirinya menjauh dari Alice. Ia tidak mau kehadirannya hanya membuat Alice semakin tersiksa.

“ternyata lo udah bahagia ya Lic,” guman Kei.

Mobil Alle melaju membelah jalanan yang sudah mulai padat. Alice mengamati jalanan sedangkan Alle mengamati wajah Alice dari samping. Entah sejak kapan, gadis itu sudah bersarang di pikiran Alle.

Gue nggak mungkin kan suka sama Alice? batinnya.

Lampu merah menghentikan laju mobil Alle. Di samping Alice tepatnya, Kei berhenti. Ia menatap lurus ke depan. Alice mengamati wajah Kei yang sudah lama ia rindu. Dadanya lagi-lagi harus sesak. Lampu berubah hijau, Kei berlalu dahulu.

“dasar Kei,” ujar Alle seakan menyadarkan Alice dari lamunannya.

“cowok belagu.”

Alle menoleh, “mantan lo kan?”

“sialan lo. Buruan gue nggak mau terlambat lagi ya,” ancam Alice.

===

Kei memasang earphone menyetel musik hingga membuatnya tidak bisa lagi mendengar suara di sekitarnya. Ia mencoba fokus dengan rumus matematika di hadapannya. Tidak ada ulangan sebenarnya hari ini. Ini hanya siasat Kei melupakan kejadian tadi pagi.

Jam tujuh lewat lima menit, Alice dan Alle berjalan masuk ke dalam kelas. Alice dan Alle memilih bangku di ujung ruangan. Meski mata Kei terpaku pada rumus, pikirannya tetap terfokus dengan Alice. Gadis yang seharusnya menjadi alasan sakit hatinya, yang seharusnya ia lupakan.

“selamat pagi,” sapa guru yang baru saja masuk ke dalam kelas.

“pagi!”

Guru itu menuliskan tugas di papan tulis. Membuat sebagian murid asyik berbisik dan sebagian masih menunggu guru itu menyelesaikan tulisannya, “Bu Siti lagi ada urusan, tugas ini dikerjain satu bangku. Harus dikumpulkan sekarang di meja Bu Siti.”

“ah gak seru!”

“dasar bullshit eh Bu Sit,” ujar Rangga membuat seisi kelas tertawa. Tidak semua, Kei masih murung. Sesekali ia melirik kearah Alice yang sedang asik berbincang dengan Alle. Menghiraukan riuh teriakan di dalam kelas.

Alice yang baru saja mengeluarkan buku dari dalam tasnya dikagetkan kehadiran Kei di hadapannya. Alice masih diam menunggu Kei mengeluarkan suara, “gue perlu ngomong sama lo.”

“gue harus ngerjain tugas.”

Kei menarik tangan Alice dengan paksa, Alle hanya memperhatikan mereka. Alice mengalah, ia menuruti kemauan Kei. Kei tersenyum, ia menang kali ini.

Filantropi [SELESAI]Where stories live. Discover now