BAB 28

341 21 0
                                    

Pagi ini Alice berniat bertanya kepada Venny, sebelum ia memberi tahu semuanya kepada Alle. Alice menunggu dengan gusar. Biasanya jam enam Venny sudah berada di sini, kenapa hari ini ia belum juga datang? Alice berharap Venny datang terlebih dahulu sebelum Alle.

Mobil warna putih baru saja terpakir di depan restoran. Alice bisa bernafas lega. Venny turun dari sana, Alice berinisiatif membukakan pintu.

“Tante sibuk nggak?”

Venny menatap Alice heran, “ada apa Lice?”

“Alice ada perlu penting sama Tante.”

“yaudah ke ruangan saya aja Lice.”
Mereka berjalan masuk ke dalam ruangan Venny.

Venny mempersilahkan Alice untuk duduk. Alice menundukkan kepala, ia sebenarnya tidak enak hati bertanya seperti ini. Tapi, Alle berhak tahu semua kebenaran yang ada.

“Maaf Tan kalau Alice nanti nggak sopan tanyanya,” ujar Alice yang masih menundukkan kepalanya.

“kamu mau tanya apa sih Lice, buat tante penasaran aja.”

Alice merogoh saku celananya, ia mengambil foto yang kemarin malam Alice temukan. Mimik wajah Venny berubah menengang, “Jadi Allex beneran anak Tante sama om Deonota?”

Venny bungkam. Foto itu masih ia tatap. Kemudian pandangannya beralih ke Alice. Dengan sedikit keraguan Venny menganguk.

“Tante selingkuhan om Deonota?”

“selamat ya Kak,” ujar Venny menyalami Amela.

Tatapan matanya beralih menatap seseorang di samping Amela. Dia Deonota, mantan pacar Venny. Dada Venny sesak melihat seorang yang ia cintai harus menikahi kakaknya sendiri. Amela memang tidak pernah tahu kalau Deonota menjalin hubungan dengan Venny.

Amela hanya tahu Deonota adalah lelaki yang di jodohkan dengannya. Dan Amela jatuh cinta dari awal mereka berjumpa. Air mata membasahi wajah Venny. Venny berlari keluar menjauhi pesta.

Deonota hanya bisa melihat pungung Venny yang semakin mengecil kemudian menghilang. Tidak ada yang bisa ia perbuat. Ini adalah pilihan orang tuanya, sampai kapanpun hatinya tetap memilih Venny.

“kenapa Tante nggak bilang sama tante Amela?” tanya Alice.

“awalnya tante berniat membatalkan pernikahan itu. Tapi, setelah tante lihat kalau ternyata Kak Amela sudah jatuh cinta sama Deo tante jadi nggak tega.”

Cerita Venny hampir mirip dengan kehidupan Alice. Antara Alice, Fransisca, dan juga Kei. Apa takdir Alice akan sama seperti Venny? Alice segera menghapus bayang-bayang itu. Ia kembali mendengarkan cerita Venny.

“Deonota sama sekali nggak pernah suka sama Kak Amela. Dan kita berdua menjalani hubungan sembunyi-sembunyi. Satu tahun setelah pernikahan mereka berdua, Kak Amela mengandung Alle. hubungan tante sama Deonota berakhir. Tante harus kembali ke Indonesia.”

Pertahanan Venny rubuh, air mata membasahi wajahnya. Alice merasa iba, ia memeluk Venny dengan erat, “enam tahun kemudian tante kembali ke sana. Tante kembali berhubungan sama Deo. Sampai satu tahun kemudian tante hamil. Tante hamil anak Deo. Deo senang mendengar itu, tapi tante justru benci dengan diri sendiri. Tante udah ngerusak kebahagiaan kakak tante sendiri.”

“tante Amela tahu tentang itu?”

“kehamilan tante terdengar di telinga kak Amela. Tante minta maaf sama dia. Dan dia nyuruh tante menikah dengan Deo.”

Alice menatap Venny,”terus tante nikah sama papa Alle?”

Venny menganguk. “kita menikah tanpa restu orang tua. Nggak ada  kebahagiaan di pernikahan itu. Pernikahan itu justru buat hubungan tante sama mama Alle merengang. Saat Alle berumur delapan tahun, mama sama papa tante nyuruh mereka pulang ke Indonesia. Padahal di tahun itu tante melahirkan. Deo menolak keputusan itu, tapi mereka tetap pergi ke sana.”

“…”

“di hari yang sama saat tante melahirkan Allex, mereka mengalami kecelakaan. Hanya Alle yang selamat. Tante akhirnya kembali lagi ke Indonesia sambil membawa Allex. “

“itu siapa Tante?” tanya Alle kecil.

“ini adik kamu namanya Allex.”

Alle mendorong tubuh Venny, membuatnya mundur beberapa langkah. “Alle nggak mau punya adik!”

“mama sama papa Tante nggak mau nampung Alle?” tanya Alice kembali duduk di kursinya.

“sebagai permintaan maaf, tante pengen Alle ikut sama tante. Dan sikap dia mulai berubah menjadi kasar, dan dia benci sama Allex. Bagi dia Allex membawa kesialan, ulang tahun Allex mengingatkannya dengan kejadian itu,” ucap Venny yang masih menghapus sisa air matanya.

Bruk!

Pintu ruangan Venny terbuka. Alle berdiri di sana dengan pandangan yang tajam. Dahinya berkerut, “jadi selama init Tante bohongin Alle?! Alle udah denger semuanya!”

Alice sama terkejutnya dengan Venny. Alice mengejar Alle yang sudah berlari meningalkan ruangan. Gengaman tangan Alice dengan mudah Alle lepaskan. Tidak berputus asa, Alice mengikuti ke mana Alle akan pergi.

Alle masuk ke dalam mobilnya. Dengan cepat pula Alice mengikuti masuk ke dalam monbil. Alle hanya menatapnya sekilas kemudian mengemudikan mobil itu dengan kecepatan tinggi. Alice menatap Alle yang masih tidak mau bicara.

“All, lo yang suruh gue ngungkapin buku itu. Sekarang lo udah tahu kebenarannya, kenapa malah lo marah?” nada suara Alice sedikit mengecil.

“…”

“tante Venny nggak salah. Ini udah takdir All. Lo udah gede juga, nggak baik lo bersikap kayak gini. Lagian dia juga udah ngurusin lo,” ucap Alice lagi.

Alle menepikan mobilnya. Ia menatap Alice yang kini juga membalas tatapannya. Deru nafas Alle memburu.

Bruk!

Kaca mobil di samping Alice, Alle pukul dengan tangannya. Alice merasa takut, sekujur tubuhnya terasa kaku. Tatapan Alle manajam, ia meraih dagu Alice dengan tangannya.

“lo ngomong gampang! Tapi gue nggak bakal rela kalau mama gue yang jadi korbannya! Ngerti gak lo?!”

Alice meneteskan air matanya, “ngapain lo nangis?! Ayo ngomong lagi! Ngomong!”

Suara tangis Alice semakin terdengar kencang. Alle menarik tangannya yang mencekram tubuh Alice. Ia menatap Alice, “Lice sori.”

“…”

“udah  jangan nangis. Maafin Justin, dia nggak bermaksud nyakitin lo,” ujar Alle menarik Alice ke dalam pelukannya.

Alice masih terisak. “maaf, lo maukan maafin gue sama Justin.?”

Saat sudah bisa kembali mengontrol nafasnya. Alice mengeluarkan suara,”Jus…Justin si…siapa?”

“gue belum pernah cerita masalah ini sama lo. Gue punya kepribadian ganda, nama dia Justin. Dia ada karena emosi gue. Gue nggak tahu kapan tepatnya dia di tubuh gue. Justin nggak pernah ganggu gue sebenarnya, tapi kalau gue nggak bisa ngontrol emosi dia yang nguasain tubuh gue,” ujar Alle

“selama ini kalau gue nggak masuk sekolah bukan karena gue bolos. Tapi karena gue harus ke psikiater. Udah dari kecil gue ke sana. Baru kemarin gue ke sana lagi, dan itu yang terakhir. Maafin gue kalau gue tadi nyakitin lo.” Ucap Alle lagi.

“Justin juga yang bunuh papa lo?”

Alle mengangguk, “bukan hanya papa. Gue juga pernah mukul tante Venny, nonjok Allex. Dan lo pasti inget kejadian yang buat Dava koma. Itu ulah Justin, dia yang udah nonjok Dava habis-habisan.”

Cerita Alle membuat Alice menjaga jarak. Ada sedikit rasa takut yang timbul dari tubuhnya, “lo pasti takut sama gue ya Lice?”

“en…enggak kok.”

“mulai sekarang gue bakalan kontrol emosi gue, gue janji. Biar lo gak takut lagi sama gue Lice,” ucap Alle membelai rambut Alice.

“sekarang yang terpenting semua pertanyaan lo udah kejawab. Gue harap lo bisa pahami kondisi tante lo. Nggak mudah All ada di posisi dia.”

Alle menganguk sambil tersenyum, “gue bakalan coba. Gue lakuin ini semua buat lo.”

===

Filantropi [SELESAI]Where stories live. Discover now