BAB 20

336 20 0
                                    

“gue mau curhat sama lo,” ujar Alle yang baru saja masuk ke kelas.

Alice menutup novelnya, “gue juga mau curhat sama lo.”

rooftop aja jangan di sini.” Alice mengangguk.

Kei membuang pandangan karena kini Alice sedang berjalan dengan Alle. Alice mengamati Kei hingga ia tidak sadar jemarinya sudah menyatu di tangan Alle. Mereka berdua berjalan seiringan. Seperti biasa, seluruh perhatian berpusat kepada mereka. Alice tidak perduli, lagipula dia dengan Alle tidak ada hubungan apa-apa. Alice hanya berteman dengan Alle.

Angin menyambut kedatangan mereka. Alice dan Alle duduk berhadapan. Alle menatap kearah Alice, “Lo yang duluan.”

“gak mau. Lo yang duluan, kemarin gue udah curhatkan sama lo. Jadi sekarang giliran lo yang curhat sama gue,” ujar Alice.

Alle menghela nafas, “gue lagi musuhan sama Nico.”

“kok bisa? Bukannya Nico itu baik sama lo?”

“satu tahun yang lalu bokap Nico meningal. Kemarin dia minta bantuan gue buat bantu bayar utang bokapnya. Gue pengen bantun dia, tapi gue nggak punya uang. Lo tahukan kalau gue hidup sama tante gue? Nggak mungkin juga gue minta uang sebanyak itu sama dia.

Alice tetap mendengarkan Alle bicara, “dia marah sama gue karena gue nggak bisa bantuin dia. Bukannya ngertiin gue Nico malah jelekin gue, gue tonjok dia.”

“lo nonjok Nico?!” tanya Alice tidak percaya. “baru kali ini gue tahu ada temen kesusahan malah lo tonjok.”

“gue nggak suka Nico bawa-bawa bokap gue.”

“lo harusnya lebih sabar. Mungkin Nico lagi banyak pikiran. Di sini gue nggak bermaksud nyalahin lo, cuma cara lo menyikapi Nico itu salah. Lo nggak mau minta maaf sama dia?”

“gue nggak tahu Nico ada di mana sekarang. Dia udah nggak tinggal di apartemen lagi,” ucap Alle dengan nada kecewa.

Alice tidak menjawab, ia berdiri membelakangi Alle. “kemarin ulang tahun nyokap gue. di pertengahan acara gue keluar dari rumah. Gue nggak sanggup lihat Kei sama adek gue ketawa. Walaupun mulut gue bilang iklas tapi kenyataannya hati gue nggak bisa relain mereka.”

Kali ini giliran Alle yang diam mendengarkan ucapan Alice. “acara selesai gue pulang. Gue ketemu Kei, tapi dia udah berubah. Bukan Kei yang gue kenal lagi. Dia bener-bener udah pergi dari hidup gue.”

“bukannya lo sendiri yang nyuruh dia pergi?”

“gue nyuruh dia pergi bukan karena gue udah nggak butuh dia lagi. Tapi karena gue nggak pernah punya pilihan.”

“kenapa lo nggak ngebuat pilihan?” tanya Alle lagi.

“karena dari awal gue cuma bisa ngalah. Setelah kejadian sepuluh tahun yang lalu semua yang ada di hidup gue berubah.”

Alice terlihat senang dengan cerita dongeng di pangkuannya. Begitu juga dengan Fransisca yang berada di sebelahnya sedang mengamati hasil lukisannya.

“lukisan kamu bagus,”komentar Alice.

“beneran Kak?”

Alice menganguk dengan semangat, “iya, ini gambarnya lucu. Kamu gambar siapa aja?”

“yang di tengah ini Kak Kei. Di samping kirinya Kak Kei ada Kak Alice dan aku ada di samping kanannya Kak Kei,” jawab Fransisca menunjuk gambarnya satu persatu.

Alice mengamati lukisan itu lagi, “kenapa aku kelihatan sedih di sini? Terus kenapa tangan kamu gandengan sama Kei?”

Fransisca mengerucutkan bibirnya, “biarin! Aku nggak suka lihat Kakak sama Kak Kei deket. Kalau ada Kakak pasti Kak Kei nggak mau main sama aku. Jadi aku gambar Kak Alice sedih lihat aku sama Kak Kei.”

Filantropi [SELESAI]Where stories live. Discover now