#ch9

7.3K 841 9
                                    

Suasana di kamar itu hening untuk beberapa saat sampai suara Taehyung terdengar, "Kookie, kenapa kau diam saja?"

"Aku lupa hyungie." Lalu Jungkook tertawa.

"Yang benar saja!" Setelahnya Taehyung memukul paha Jungkook.

"Aw!" Teriak Jungkook.

Taehyung kembali bangun dan duduk. "A-apa aku menyakitimu?" Wajahnya langsung terlihat khawatir.

Jungkook hanya tersenyum. Sebenarnya dia hanya ingin mengecek respon Taehyung saja. "Ayo kita lanjutkan!" Taehyung pun kembali ke posisi nya semula.

"Anak itu anak yang tampan. Tapi tetap saja lebih tampan aku."

Taehyung mendecih sebagai tanggapan untuk perkataan Jungkook barusan.

"Aku ini memang tampan, akan aku tunjukkan nanti."

"Baiklah, lalu?" Sebenarnya tidak usah ditunjukkan dua kali pun Taehyung tahu kalau Jungkook itu memang tampan.

Lantas Jungkook melanjutkan, "Kata orang dia adalah anak yang pintar dan dapat melakukan apapun. Banyak yang kagum dan iri terhadapnya. Mungkin aku juga, jika mengenalnya."

"Dia mempunyai banyak teman. Dia juga termasuk anak dari keluarga kaya. Cih kaya. Ya katakan saja begitu."

"Tidak usah berbelit Jungkook!" kesal Taehyung karena belum menemukan inti dari cerita Jungkook.

Jungkook menghela nafasnya sebelum lanjut berbicara. "Jadi dia bisa mendapatkan apapun yang dia mau. Walaupun begitu dia tidak merasa bahagia sama sekali dengan hidupnya. Dia hanya merasa tekanan datang setiap saat. Permintaan dari banyak orang untuk menyuruhnya ini itu. Hah, mungkin dia akan mengatakan itu sangat melelahkan."

Cerita Jungkook terjeda kembali. Tatapannya lurus ke depan walaupun tangannya masih bergerak di antara surai lembut milik Taehyung.

"Jika dia tidak menuruti semua permintaan itu, hanya luka yang akan dia dapat. Bahkan tidak jarang dia kelaparan dan harus tidur di luar. Apanya yang kaya, membiarkan anak sendiri kelaparan dan kedinginan."

Taehyung terus mendengarkan semua perkataan Jungkook.

"Anak itu sedari kecil hanya dipaksa oleh orangtuanya untuk melakukan semua hal yang mereka mau ntah anak itu suka atau tidak. Tapi sikap mereka akan berubah jika kakaknya datang menemui anak itu."

Deru nafas Jungkook bahkan terasa di telinga Taehyung. Membuatnya merinding.

"Kau tau hyungie? Terkadang seseorang tidak akan dapat menahan semua penderitaannya sekuat apapun dia. Setidaknya dia butuh seseorang untuk berbagi. Jika tidak dia akan semakin jatuh dan terpuruk ke dalam penderitaannya atau akan lebih parah lagi."

Hening. Suasana hening untuk beberapa saat. Taehyung heran kenapa Jungkook belum melanjutkan ceritanya. Apa dia lupa lagi?

Pikiran Jungkook kembali mengingat masa-masa itu. Masa kecilnya yang mengerikan baginya. Jungkook kecil adalah sosok yang pendiam. Pada dasarnya dia memang anak yang penurut. Dia menghabiskan masa kecilnya dengan belajar dan belajar. Tak diragukan lagi jika dia selalu mendapatkan peringkat pertama selama di sekolah dasar.

Setelah lulus dari sekolah dasar, Jungkook melanjutkan ke sekolah menengah pertama yang terkenal di Seoul dan terakreditasi baik. Oh jangan salah, sekolah itu juga berskala internasional.

Tuntutan makin menjadi jadi untuk Jungkook. Dia terus belajar dengan giat. Bahkan dia tidak pernah keluar untuk bermain dengan teman sebaya nya. Teman dekat pun tak ada. Walaupun kata orang dia mudah bergaul tapi dia hanya akan menghabiskan waktu dengan temannya di sekolah saja.

Namun saat itu berbeda sejak dia mengenal Jimin. Dia sosok yang bisa dibilang dekat dengan Jungkook dibandingkan teman-temannya yang lain.

Jimin adalah kakak kelas Jungkook. Mereka kenal karena saat itu Jimin menjadi panitia MOS dan menangani Jungkook saat dia terlambat.

"Hei, kenapa kau terlambat!" Bentak Jimin

"Aku kesiangan." Jawab Jungkook sambil menundukkan kepalanya. Dia tidak mungkin menunjukkan wajahnya yang sedang menahan sakit.

"Kesiangan katamu?! Bisa bisanya kau berkata kesiangan sedangkan kami harus ada di sini dua jam sebelum kalian dan kalian seenaknya bilang kesiangan?!" Bentak Jimin lagi. "Ambil sikap push up!"

"Baik!" Jungkook akhirnya push up sebanyak 20x.

"Sekarang kau cari grupmu dan masuk barisan!"

Setelah itu Jungkook berlari ke lapangan. Jimin melihat dengan jelas jika Jungkook berlari dengan pincang. Padahal push up tidak akan membuatnya pincang seperti itu. Apa dia sakit? Jimin jadi sedikit merasa bersalah.

Jungkook pun sampai di lapangan dan masuk ke barisan grupnya. Namun tiba-tiba dipanggil kembali.

"Kau yang terlambat, maju ke depan! Beserta grupmu!" Perintah seorang senior yang sedang berbicara di depan.

Setelah itu Jungkook dikucilkan oleh grupnya selama masa MOS. Mereka memang dihukum. Namun hukuman itu seharusnya membuat mereka semakin mengerti tentang sekolahnya. Mereka hanya diminta untuk meminta tanda tangan kepada beberapa guru. Bukankah itu bisa menjadi langkah awal untuk menjadi anak yang populer di sekolah?

-

Jimin sering melihat teman se grup Jungkook memperlakukan Jungkook tidak baik. Jimin juga melihat jika Jungkook akhirnya lebih memilih bergaul dengan kelompok lain. Sampai pada saat teman grup Jungkook menguncinya di dalam kamar mandi.

"Kau di dalam?" Jimin menggedor-gedor pintu kamar mandi.

"Iya, bisa kau lepaskan kuncinya?" Teriak Jungkook dari dalam.

Jimin dengan senang hati membukakan pintu itu. "Kau tidak apa-apa? Ada yang terluka?"

"Aku tidak apa-apa. Terimakasih sunbae-nim." Lalu Jungkook membungkuk hormat.

"Aku Park Jimin!" Jimin mengulurkan tangan kanannya "panggil saja Jimin hyung!"

"Aku Jungkook. Terimakasih hyung."

"Baiklah Jungkook, kenapa kau diam saja diperlukan seperti itu?"

"Tidak apa-apa hyung, aku yang salah. Aku sudah berjanji untuk mentraktir makan, tapi ternyata tadi aku telat datang." Jelas Jungkook.

"Tapi tidak seharusnya mereka begitu. Kau bisa melaporkan nya pada guru."

"Tidak usah sampai seperti itu hyung, lagipula aku juga tidak terluka."

"Kau anak yang baik Jungkook. Jika ada apa-apa, katakan padaku. Jangan diam saja. Ok!"

"Baik hyung, sekali lagi terimakasih."

Sejak saat itu Jungkook sering menemui Jimin. Bukan untuk mengadu namun lebih untuk menanyakan masalah sekolah seperti pelajaran. Dia bukan tipe pengadu. Jungkook masih bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

Jimin dan Jungkook ternyata satu sekolah lagi saat SMA. Sungguh, Jungkook merasa beruntung bertemu dengan Jimin. Setidaknya dia bisa berkeluh kesah tentang sekolahnya terhadap Jimin. Sejujurnya Jungkook juga ingin menceritakan kehidupan pribadinya. Namun rasanya belum saatnya untuk menceritakan pada siapapun termasuk Jimin bahkan kakaknya, Yoongi.

Semenjak SMA, Jungkook jadi lebih sering pulang sore ke rumah nya. Dia tak betah berada di rumah berlama-lama hanya dengan orangtuanya. Walaupun orangtuanya tidak selalu di rumah namun tetap saja Jungkook merasa sesak. Malah lebih baik orangtuanya tidak kembali atau Jungkook yang tidak pulang.

Sejak kecil Jungkook tidak pernah merasakan kasih sayang dari orangtuanya. Dia diasuh oleh para pekerja di rumahnya. Kecuali jika kakaknya datang, orangtuanya akan bersikap manis padanya. Sungguh memuakkan.

Tak jarang Jungkook banyak mendapat pukulan dari ayahnya jika nilainya turun atau dia main keluar rumah tanpa seijin eomma atau appanya.

Rumahnya adalah penjara bagi Jungkook. Tapi dia tidak pernah mengatakan apapun kepada orang lain. Dia tidak ingin menjadi beban. Akhirnya, dia hanya memendamnya sendiri.

The Secret || KookV ✓Where stories live. Discover now