ID-11

1.2K 156 2
                                    


Sebuah Cahaya pijar merah kejinggaan tampak menghiasi sebuah kota kecil yang bisa dibilang damai tanpa ada gangguan sama sekali. Cahaya itu...cahaya itu bukan cahaya pijar letupan kembang api memperingati bertukarnya tahun. Tapi cahaya itu berasal dari kobaran dahsyat yang meluluhlantakkan kota kecil itu, suara tangisan dan jeritan menghiasi pendengaran setiap orang yang menyaksikan kejadian mengerikan tersebut. Sekelompok orang yang tidak dikenal tampak menyerang membabi buta orang-orang yang tidak tahu menahu masalah apa sebenarnya yang mereka hadapi.

Vanessa entah kenapa bisa berada di sana, air matanya meluncur begitu saja saat melihat tangisan dan jeritan ketakutan orang-orang yang tak bersalah itu. Ingin dia menolong orang-orang disana namun mereka seperti tidak bisa melihatnya berada disana, gadis itu mencoba menggapai-gapai tubuh seseorang yang menangis dengan tampang yang lusuh dan tak karuan.

"Kenapa mereka tidak bisa melihatku sama sekali??"

Tubuhnya tersentak saat melihat seorang pria bertubuh besar dengan kain yang menutupi hampir sebagian wajahnya berjalan melewatinya begitu saja. Ralat. Pria itu seperti menembus tubuhnya.

Vanessa yang belum sempat berpikir tiba-tiba mendengar tangisan seorang gadis muda memanggil nama seseorang namun agak samar di pendengarannya.

"Teddy....jangan....pergi....hiks."

Hingga ia dapat melihat dengan jelas wujud gadis muda itu. Tubuhnya tampak meringkuk lemah di sela reruntuhan rumah yang telah menghitam akibat terbakar. Vanessa masih belum bisa melihat paras gadis itu. Saat hendak menuju kesana, matanya membulat horor saat melihat gadis itu tidak berkutik lagi....

....darah sudah menggenang disana dengan beberapa anak panah menancap di tubuhnya.

"TIDAKKK!!!!!!"

******

"TIDAKK!!!!!!"

"Hey, Anes...bangun!" Terdengar suara bariton seorang pria sambil menepuk pipi putih wanita itu dengan pelan.

Hingga wanita yang dipanggil Anes itu terbangun secara tiba-tiba, nafasnya terengah-terengah. Mimpi tadi seperti nyata. Terasa di telapak tangannya, matanya yang beririskan cokelat itu basah dan sedikit membengkak.

"Kakak??" Ujar Vanessa dengan suara parau, tanpa disuruh Vanessa malah menangis hingga pria itu memeluknya dengan segera.

"Ceritakan padaku, apa yang kau mimpikan tadi!!" Ujar pria bernama Jack itu dengan nada sedikit mendesak.

Vanessa mulai bercerita dari awal kejadian di mimpinya, bahkan bayangan mimpi itu tidak bisa menghilang dari pikirannya, seolah kejadian itu akan terus menghantuinya seumur hidup. Jack yang mendengarkan memasang ekspresi yang sulit untuk dibaca oleh Vanessa. Entah paham atau tidak.

"Kau...baik-baik saja?? Apa kau mengetahui sesuatu? Tell me!" Vanessa mulai curiga melihat gelagat aneh dari saudaranya yang lebih tua 4 tahun darinya itu.

"Kau harus istirahat, kau terlihat sangat lelah." Ujar pria mengalihkan pembicaraan itu setelah mengecup puncak kepala adiknya itu dan pergi begitu saja.

"Kenapa dia seperti menyembunyikan sesuatu hal penting dariku??" Pikir Vanessa hingga kerutan terpatri di keningnya.

"Kau selalu saja curiga pada kakakmu itu, little girl." Sebuah suara menyeletuk saja di pikiran vanessa,

"Yak!! Kau kemana saja?? Saat aku butuh bantuanmu kau selalu saja menghilang. Dasar!!" Sungut Vanessa pada suara itu dengan nada kesal

"I'm sorry little girl..aku sangat lelah beberapa hari ini..hingga mengharuskan aku untuk beristirahat. Dan membiarkanmu melakukan semuanya sendiri." Ujar suara itu sedih hingga kekesalan vanessa hilang begitu saja, ia sangat paham jika Chloe pasti lelah mengingat banyaknya masalah yang ia alami karena itu sangat berpengaruh pada kondisi Chloe.

"Aku mengerti, Chloe. Kembalilah beristirahat." Ujar Vanessa lembut.

"Baiklah..jika ada yang ingin kau katakan..panggil saja aku, bye sweety." Ujar Chloe langsung memutuskan mindlinknya.

"Aku sangat mengerti keadaanmu, Chloe. Maafkan atas kelemahanku ini" ujar Vanessa balik sedih.

Entah kenapa mimpi tadi seperti nyata, apakah ini salah satu petunjuk Moon Goddes untuk mengetahui masa lalunya yang telah ia lupakan?

Tiba-tiba pikirannya tertuju pada Roy. Apakah pria itu sudah baikan?? Ingin kakinya melangkah menuju ruangan pria itu, tapi kalian tahu kan? Pasti ia akan ditolak lagi. Tapi perasaanya telah menghapus logikanya saat ini. Bergegas ia pergi menuju ruangan dimana pria itu sekarang dengan bekal keberanian yang ia punya dan segala resiko yang ada.

Ditengah perjalanan ia merasakan sebuah tangan membekap mulutnya dan membawanya ke tempat yang lebih sepi.

"Lepas!!" Teriak Vanessa dengan suaranya yabg teredam oleh bekapan itu. Hingga pandangannya menghitam saat sebuah benda tumpul menghantam kepalanya setelah ia tak sengaja menyebut nama pria yang selalu dipikirkannya itu..

"....R-ro-y..."

*******

"Apa yang harus aku lakukan padanya, tuan?" Ujar seorang pria bertubuh besar dengan kain hitam yang hampir menutupi separuh wajahnya.

"Ikat saja kaki dan tangannya." Ujar seorang pria lain yang dipanggil tuan itu.

"Baik tuan."

"Kita lihat saja Roy, bagaimana responmu kalau wanita yang kau cintai ini mendapat sedikit 'hiburan' dariku, huh." Ujar pria tersebut sambil tersenyum misterius dibalik tudung hitamnya itu.

Dia salut pada kerja anak buahnya yang mampu menculik Vanessa tanpa diketahui penghuni pack. Bravo!!

"Aku tidak sabar untuk bermain denganmu, Roy Anderson."

*******

Jack merasakan sebuah firasat aneh selama rapat tadi. Hingga ia tidak bisa fokus sama sekali, Ada sesuatu yang terasa mengganjal namun ia tidak mengetahui apa itu.

Sama juga dengan Roy, ditempat duduknya ia tampak gelisah seperti memikirkan sesuatu. "Ada apa ini?" Bathin Roy bingung.

"Ayo kita periksa pack ini." Ujar Sam mantap

"Hmm."

Belum beranjak dari tempatnya tiba-tiba pintu ruangan ia terbuka hingga menimbulkan suara yang keras diiringinya tangisan seorang maid yang ia ketahui adalah maid pribadi istrinya. Wait. Istri? Sejak kapan ia menganggap wanita itu sebagai istrinya.

"Maafkan saya tuan...tapi Nona Vanessa tidak ada dikamarnya sama sekali...dan saya menemukan sebuah surat di kamar nona saat saya akan membersihkannya, tuan." Ujar Anneth masih mengeluarkan isakannya.

"Bacakan suratnya!!" Perintah Roy dingin. Membuat Anneth menunduk tak berani menatap wajah Alphanya itu.

Temui aku di hutan terlarang di perbatasan packmu itu sebelum matahari terbit, Alpha bodoh. Jika kau ingin Luna-mu yang tersayang itu selamat. Jangan khawatir...aku belum menyentuhnya sama sekali. Tapi jika kau mengabaikan ini kupastikan besok kau akan melihat nama istrimu sudah terukir di batu nisan dan rakyatmu akan membencimu karena memiliki seorang Alpha yang bodoh dan lemah tak bisa menjaga Luna-nya sama sekali.

Aku akan menunggumu. Ingat hanya kau sendiri yang menemuiku disana. Jika sampai kau membawa pasukanmu itu. Kau tahu akibatnya, kan? Dia akan mati di tanganku bahkan sebelum kau bisa melihat matanya.

GR

Jadi ini perasaan yang mengganggunya daritadi. Begitu juga dengan Jack. Erick yang mendengar isi surat itu juga terkejut, tak menyangka musuh akan senekat itu mencari perkara dengan alphanya itu.

Entah kenapa ada sedikit rasa cemas menyelip di benaknya. Apa ia mulai menyukai gadis cacat itu? Tidak mungkin! Tidak!! Pasti ia keliru. Mana mungkin dia mencemaskan wanita yang hanya jadi benalu di hatinya itu. Dia akan menyelamatkan wanita itu. Pasti! Tapi itu hanya semata-mata demi kehormatannya, agar reputasinya tidak hancur dimata rakyatnya.

"Akan kubunuh kau, keparat."


*********

TBC

Fallen Luna (Moon Series #1) [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora