ID-15

1.3K 149 1
                                    

Sebuah pergerakan kecil membangunkan seseorang yang tengah berbaring sambil memeluk seorang wanita yang tengah tak sadarkan diri itu. Pria yang antara sadar atau tidak itu mengusap matanya perlahan dan merasakan genggaman di tangannya semakin erat hingga ia terlonjak kaget dan sadar seratus persen bahwa gerakan tadi bukan sebuah ilusi tapi nyata.

Ia bisa melihat bagaimana mata coklat yang teduh itu melihatnya dengan hangat dan bibir pucatnya itu masih mampu mengulum senyum pada pria di depannya.

Tak mampu berkata-kata lagi ia memeluk gadis-nya dengan erat dan penuh rindu tidak ada perasaan yang lebih sebahagia ini melihat matenya yang selama sebulan ini ia tunggu untuk membuka maniknya yang meneduhkan.

"Syukurlah..terima kasih Moon Goddess..aku sangat senang. Sangat!!" Ujar Sam berbunga-bunga. Namun ia harus segera melepaskan pelukannya saat mendengar desisan dari wanita yang di peluknya.

Ia bahkan sampai lupa jika Vanessa masih memiliki luka di tubuhnya saking senangnya.

"Maaf...maafkan aku, Amour..kau jadi terluka lagi." Ujar Sam pelan tak berani menatap wajah Vanessa.

Namun sebuah tangan yang halus menangkup pipi kanannya dan mengusapnya pelan sambil terkekeh pelan. Sam begitu merindukan sentuhan ini hingga ia menggenggam tangan yang ada di wajahnya.

"Tak..apa..aku senang..kau mengkhawatirkan...aku." ujar Vanesaa parau dan hampir menyerupai bisikan.

"Aku merindukanmu. Sangat." Ujar Sam lembut dan merengkuhnya lagi namun ia mulai bisa mengontrol dirinya untuk tidak segera menandai gadis itu agar seutuhnya menjadi mililknya.

"Aku..juga, lebih dari yang kau tahu." Ujar Vanessa masih parau dan membalas pelukan Sam dengan senang hati.

Sam melepaskan rengkuhannya dan mengelus wajah Vanessa dengan ibu jarinya yang besar, membuat mata coklat itu menutup merasakan sensasi nyaman yang diberikan.

Dan merasakan sebuah benda yang sedikit basah mendarat di keningnya. Cukup lama. Hingga terdengar sebuah kalimat yang membuat wajah pucat itu merona,

"Aku mencintaimu, Amour. Sangat." Ujar Sam mantap sambil menatap mata itu intens seakan tidak pernah bisa melihatnya lagi jika ia berkedip sedikit saja.

"Aku....juga mencintaimu." Ujar Vanessa pelan namun masih sanggup didengar oleh Sam.

Perasaan Sam semakin membuncah, tak bisa menahan lagi ia mendekatkan wajahnya pada Vanessa dan menarik tengkuk gadis itu. Perlahan namun pasti ia mendaratkan bibirnya diatas bibir ranum dan pucat milik Vanessa. Mengulumnya dengan hati-hati agar tak melukai Vanessa karena kecerobohannya.

Vanessa yang awalnya terkejut hanya pasrah dan menerimanya dengan senang hati. Hingga sam melepaskan tautan keduanya.

"Aku akan memanggil paul, dia akan memeriksa mu nanti." Ujar sam beranjak dari posisi tidurnya setelah mengecup bibir manis itu sekilas.

Vanessa hanya mengangguk lemah dan membiarkan tubuh sam hilang di balik pintu. Beberapa menit kemudian, datang seorang pria berkaca mata dengan rambut hitamnya yang di potong rapi.

"Bagaimana perasaanmu sekarang, Luna??" Ujar Paul sopan setelah memeriksa beberapa bagian tubuh Vanessa.

"Jauh lebih baik dari sebelumnya. Tapi beberapa luka masih terasa perih, apa sangat buruk?" Ujar Vanessa sambil tersenyum tipis.

"Tidak Luna..Lukamu hanya meninggalkan rasa perih tapi bekas lukanya sudah mulai hilang. Anda akan baik-baik saja." Ujar Paul ramah dan hanya dibalas dengan anggukan tanda mengerti.

"Terima kasih karena kau sudah mengobatiku dengan baik, Paul." Imbuh Vanessa lagi.

"Tak masalah Luna, tapi anda harus banyak beristirahat, namun jika anda bersikeras ingin keluar ruangan anda harus memakai kursi roda sampai anda benar-benar pulih." Ujar Paul mengingatkan.

"Baiklah, tapi aku ingin bertanya satu hal padamu, Paul. Tapi kumohon jawab dengan jujur." Ujar Vanessa mulai memasang wajah serius.

"Saya akan menjawab sebisa saya Luna, silahkan tanyakan yang ingin anda ketahui." Ujar Paul sambil mendudukkan dirinya di kursi kecil dekat ranjangnya.

Vanessa mengambil nafas dan berusaha untuk kuat untuk mendengar jawaban dari pertanyaan yang akan ia lontarkan.

"Apa benar...jika aku sakit? Maksudku apa iya jika sesuatu pernah memasuki tubuhku hingga aku memiliki...jantung yang lemah?? Ku mohon jujur." Ujar Vanessa dengan nada memohon karena ia muak jika keadaannya yang sebenarnya selalu di sembunyikan oleh mereka dan diiringi dengan senyum mereka yang palsu.

"Luna..."

"Aku tidak akan bilang pada kakak ataupun Roy jika aku tahu, anggap saja setelah pembicaraan ini kita seolah tidak pernah membahas masalah ini, aku janji." Ujar Vanessa meyakinkan Paul yang dilanda kebingungan.

"Maafkan saya jika saya mengatakannya, tapi semua itu benar." Ujar paul akhirnya membuat mata Vanessa membulat namun kembali bisa menetralkan suasana agar keadaan tidak menjadi tegang seperti sekarang. Sebenarnya waktu itu ia sudah sadar namun memejamkan mata saat mendengar percakapan samar antara 2 orang pria membahas masalah kesehatan yang dialaminya. Jadi ia seolah pura-pura tidak tahu. Dan bersikap biasa saja pada kakaknya ataupun Matenya sendiri.

"Kau tahu kenapa? Atau kau tahu apa yang pernah memasuki tubuhku, Paul? Kita harus terbuka hari ini, selagi tidak ada yang mendengar pembicaraan kita. Aku ingin tahu semuanya dan aku benci jika masalah sebesar ini ditutup-tutupi." Ujar Vanessa penasaran. Setidaknya penjelasan Paul Ada hubungannya dengan masa lalunya yang belum seutuhnya lengkap.

"Devil's helmet..itu yang bisa saya ketahui dan saya temukan di darah anda saat saya memeriksanya tempo hari." Ujar Paul dengan nada yang berat, sebenarnya sangat berat untuknya mengatakan hal ini takut membuat Vanessa kembali memikirkan yang bisa menghambat kesembuhannya.

Vanessa menarik nafas kasar dan merasakan matanya memanas jika ia tidak bisa menahannya.

"Apa mereka sudah mengetahui hal itu??" Selidik Vanessa dengan nada yang berat

"Belum Luna, hanya anda yang baru mengetahuinya." Ujar Paul terus terang.

"Sembunyikan hal ini dan bilang pada mereka jika kau belum mengetahui apapun, hanya ini permintaanku padamu Paul." Ujar Vanessa telak dan membuat paul tidak bisa membantah lagi.

"Baiklah, Luna..saya izin keluar sekarang..semoga anda lekas sembuh." Ujar pria berambut hitam itu meninggalkan wanita bersurai coklat kemerahan tersebut dengan pikirannya sendiri.

Dia harus menuntaskan benang merah ini secepatnya supaya masalah ini tidak membuat otaknya meledak seketika. Setidaknya ia tidak akan selalu dihantui oleh masa lalunya sendiri walau ia tidak yakin ia bisa mengingat seutuhnya.

Apa salahnya mencoba??

Orang pertama yang harus ia tanyakan saat ini adalah kakaknya sendiri. Hanya pria itu yang bersamanya selama 20 tahun ia hidup. Tidak mungkin jika pria itu tidak tahu apa-apa. Dia bukan anak kecil lagi yang bisa dibohongi begitu saja.

Jack...


******


TBC





Happy new year readers 💞💞

Khusus chapter ini author nulis cerita pendek dulu karena kehabisan ide ( minta digolok🙃🙃)

Author berharap bisa sampai 1k view and comment biar author semangat nulis 😶

Mohon tinggalkan jejak..insyaallah authormu yang abal2 ini akan mengepost next chapter dengan alur yang puuuuaaaaannnjjjjjjannnngg
.....dijamin deh...karena authormu ini BUKAN KALENG-KALENGGG ☻☻

SEMOGA JADI PAHALA BUAT KALIAN SEMUA....😁😁

SEE YOU NEXT CHAPTER

BYE...JANGAN RINDU AUTHOR...KARENA NGGAK BAKALAN KUAT MENAHAN RINDU UNTUK AUTHOR.( CAPLOKS JEBOLL)


JE VOUS REMERCIE

LITTLE_ORCHID 😚

Fallen Luna (Moon Series #1) [END]Where stories live. Discover now