VASTATRIX 7

1K 72 6
                                    

Vote & coment 🔥🔥🔥

Happy reading

Lakukanlah. Terlepas bagaimana hasilnya, kita tidak tahu. Lebih baik melakukan di banding apatis menunggu belas kasih orang.
~Vastatrix~

****

"Ingat jangan bukakan pintu untuk orang lain. Jika itu Percy dia tahu paswordnya"

Menyantap panekuknya, Arllete mengangguk singkat. Sungguh pagi yang luar biasa, butuh berapa banyak cubitan di pipi supaya ini benar-benar dinyatakan mimpi? Shit! semuanya nyata. Ledakan itu, kematian keluarganya dan lelaki yang kini memakai jaket kulit hitam di depannya.

"Dan jangan coba-coba kabur aku mengawasi mu"

Arllete berdecih

Suara pintu di tutup menyisakan kesunyian mendalam. Di tilik dari sudut manapun Arllete masih tidak mengerti, kenapa dia harus di seret kedalam masalah ayahnya. Tidak bisakah pria itu memberinya ketenangan untuk hidup?!

Semalaman Arllete berfikir keras sampai menyita banyak waktu tidurnya, ia sudah menyusun rencana bagaimanapun ia harus bisa keluar dari sini lalu melapor polisi dan bersembunyi di villa nenek Rose.

Tapi ia butuh akses untuk ke tempat jauh itu, tidak dengan sehelai piama tanpa uang. Itulah masalahnya.

Bel berbunyi.

Bangkit dari duduk Arllete melihat dari layar interkom. Wajah pria yang tidak asing muncul di layar. Begitu sulit di percaya tapi dia nyata dan benar pria itu berdiri sendiri.

Bel kedua di tekan, tanpa menunggu ke tiga kalinya Arllete tahu harus apa.

Terbukanya pintu membuat Arllete berhambur kepelukannya. Begitu erat dan wangi khas pria ini begitu Arllete rindukan. Setelah apa yang menimpanya Givan menjadi penyumbat untuk lubang di hatinya.

"Puji tuhan. Givan, dari mana kau tahu aku di sini?" Binarnya penuh haru dan bahagia

Membalas pelukannya tak kalah erat Givan memeluk pinggang Arllete posesif, bibirnya beberapa kali mencium puncak kepala Arllete. Melepaskan kehawatirannya di sana.

"Aku mengikuti mu, saat peristiwa itu terjadi aku tahu itu. Butuh waktu untuk menemukan mu di sini"

Mengurai pelukannya menatap Givan berkaca-kaca "Givan aku takut, tolong jauhakan aku dari orang-orang itu"

"Tentu saja mari kita pergi dari sini"

Uluran tangan hangat Givan menyentuh di sela jemari Arllete, mengerat kuat di sertai langkah beriringan mereka.

Begitu banyak yang Arllete fikirkan namun ia memilih melemparkan kepercayaanya pada Givan. Pria ini mencintainya, Arllete tahu hanya belum ada waktu yang tepat saja untuk mereka saling terbuka.

Dalam sebuah mobil yang di kendarai seorang supir Givan duduk bersama Arllete di belakang. Dada bidangnya selalu siap menjadi sandaran Arllete. Tidak ada jarak apapun tersisa, Arllete begitu kuat menempel padanya.

"Aku turut berduka"

"Givan jangan bahas itu sekarang please"

Kebungkaman Givan menjadikan suasana kembali tenang. Deru nafas mereka saling bersahutan, Arllete bisa merasakan dada bidang Givan yang kembang-kempis. Benar-benar tempat ternyaman, Arllete mengelus dada Givan. Merasakan debaran yang sama seperti dirinya.

Arllete hanya butuh ketenangan dan rasa aman sebagai pelarian dari realita yang memuakan dengan ajaib terjadi dalam kurun satu malam. Waktu sesingkat itu sudah memporak -porandakan ekspekatasi masa depannya.

VASTATRIX Cartel (Complete)Where stories live. Discover now