11. Jalani Dulu

2K 211 5
                                    

Weekend pertama bulan ini yang bisa ku habiskan di salon. Setelah entah berapa lama aku tidak pernah memanjakan diri, akhirnya kulitku kembali bertemu dengan lulur cokelat yang aromanya sudah ku nantikan.

Mataku sengaja dipejamkan agar sensasi rileks lebih dapat. Sentuhan scrub dengan pijatan si mba salon membuatku semakin merasa santai hingga mengantuk. Baru rasanya ingin pulas, ponsel yang ku letakan di samping bantal bergetar. Sudah pasti hal ini mengganguku dan membuatku kesal.

Dengan penuh rasa jengkel dan decakan, aku meraihnya sebelum getaran benda tipis ini memberikan banyak radiasi. Ku lihat siapa yang memanggil dan menggangu hari libur seorang Laura. Begitu sebuah nama itu tertera, tiba-tiba saja jantungku terasa berdebar. Rasa jengkel itu seakan menyusut tergantikan oleh gugup.

Menghela napas, kemudian aku mulai menggeser layar ponsel untuk menerima panggilan. "Halo?" ujarku.

"El, lagi sibuk?" sambut suara seorang pria dari sambungan telepon.

"Uhm, engga. Kenapa?"

"Kalo nanti sore gue ajak ngopi, mau ga?"

Aku terdiam agar terkesan sedang menimbang-nimbang jawaban. Sebenarnya aku bisa saja langsung mengiyakan ajaknnya, hanya saja ingin play hard to get dulu agar terkesan sedikit misterius.

"Uhm.., nanti sore?"

"Iya. Kenapa? Ada janji ya?"

"Nanti sore sih kayanya belum ada...,"

"Jadi..?"

"Boleh deh. Dimana?"

"Biar gue aja yang jemput."

"Oke. See you nanti sore kalo gitu."

"Iya. Nanti sore ya, El. See ya."

Setelah ia mengucapkan kata terakhir itu aku langsung memutus sambungan terlebih dahulu. Bagus aku hari ini ke salon, kan jadinya nanti saat nge-date dengan Dimas aku tidak terlihat kusut karena persoalan kantor kemarin.

***

Dimas menepati janjinya untuk menjemput. Ia juga tiba tepat waktu. Jika mengingat-ingat waktu aku pertama bertemunya lagi di tempat makan Pizza sampai ngopi sore ini, Dimas selalu on time. Aku senang sih melihat kebiasaannya yang berbeda dari rata-rata teman priaku yang justru hobi ngaret. Jika ia bisa menghargai waktu, sudah pasti ia bisa menghargai semua hal kecil yang ada di hidupnya.

Kami sudah berada di salah satu kafe di Jakarta yang lokasinya berada di dalam salah satu gedung apartement. Walaupun tidak terlalu luas, tapi tempatnya nyaman dan bersih. Aku dan Dimas memilih duduk di sofa dekat tempat pemesanan. Dengan satu es kopi susu punyaku dan kopi hitam milik Dimas, sore weekend kali ini terasa begitu menyenangkan di kafe.

"Gue liat-liat lo orangnya selalu on time ya," ujarku membuka topik pembicaraan begitu salah seorang pelayan pergi dari meja kami sehabis mengantarkan kopi.

Dimas mengulum senyum, "tuntutan pekerjaan. Kalo gue ngaret kan ga enak sama klien, dan bisa ngurangin penilaian dia di kinerja gue juga kan?"

CelibateWhere stories live. Discover now