15.Opini

1.6K 162 4
                                    

Sudah lama rasanya aku tidak  posting di Blog. Entah apa yang membuatku merasa sangat sulit menemukan waktu untuk membuatnya. Sibuk soal kerjaan sepertinya sudah biasa, di samping itu sedang tidak ada yang aku kerjakan di luaran kecuali proyek pembangunan firma dengan Athena.

Seharusnya mudah saja untukku membuat postingan karena hanya tinggal mengobrolkan hal-hal di bidang fashion saja, atau hal-hal yang berhubungan dengan dunia kecantikan. Tapi kali ini rasanya kepalaku beku akan ide.

Aku duduk di sofa yang berada di pantry kantor. Karena kantorku tidak menyediakan ruang istirahat seperti kantor Bukalapak, jadi sofa ini biasanya digunakan para karyawan untuk tidur.

Seorang pria bertubuh tegap dengan kemeja biru langit masuk ke dalam pantry. Ia melihat ke arahku sehingga terjadi kontak mata antara kita.

"Ngapain?" tanyanya langsung tanpa basa -basi.

"Gabut aja. Gue mau buat nulis buat di Blog deh. Tapi gatau apa yang mau dibuat."

"Biasanya apa?" kali ini ia berdiri memunggungiku karena sedang mengisi air di cangkir.

"Bahas soal fashion, tapi lagi ga mood aja. Gue kepikiran mau buat konten baru. Mau coba wawancarain orang dan sudut pandang mereka soal fashion. Tapi siapa ya?"

"Gue aja," ia menghampiri sembari membawa cangkir. Kemudian duduk di sampingku.

"Serius?"

Ia mengangguk karena sedang meneguk air dari cangkir.

Sudut bibirku tertarik ke atas membentuk senyuman. Aku meletakan ponsel dalam mode rekam di sofa. Ia duduk bersebelahan denganku sekarang.

"Gue rekam obrolan kita biar gampang buat ditulis nanti. So first of all Fadli, bisa ceritain sedikit soal kerjaan lo di kantor ini dan kenapa lo mau kerja di kantor ini?"

"Oke. Jadi gue akuntan di kantor ini dan kerjaan gue mengatur soal akuntansi alias keuangan kantor yang jelas. Soal kenapa mau kerja di kantor ini..., jawabannya ya kenapa engga?" Fadli memberikan tawa renyah di akhir kalimatnya yang ku tanggapi dengan tertawa juga.

"Hahaha iya ya, kenapa engga. Kan dapet duit juga,"

"Nah iya kan." tambah Fadli sembari tertawa renyah.

"Ih tapi maksud gue tuh kenapa lo mau kerja di kantor brand fashion yang semua produknya ditujukan untuk perempuan. Dan pasti pemikiran orang setelah tau lo kerja disini kan akan 'berbeda', ya lo paham kan arah pembicaraan gue?" jelasku sembari memberikan gerakan mengkutip saat mengucapkan kata berbeda.

Fadli meneguk airnya dari cangkir. "uhm, kalo soal itu sih gue pribadi bukan tipe orang yang terlalu ambil pusing sama omongan orang. Cuma gue ngerti arah omongan lo soal bagaimana gue menanggapi hal itu terjadi, ya kan?" tanyanya.

Aku mengangguk membenarkan sembari menunggu lanjutan ucapannya.

"Jujur aja Tante gue alias keluarga gue sendiri pas tau gue kerja di kantor ini mereka kaya 'serius?'. Terus gue jelasin aja kan gue di sini cuma jadi akuntan yang ngurusin duit dan segala macemnya yang tidak terkait dengan produk kantor. Tapi mereka lebih concern ke bagaimana nanti gue akan kerja dengan banyak perempuan dan mereka takut akan ada sesuatu yang berbeda di gue." Kedua alis Fadli bergerak naik turun. Mengekspresikan emosi dari setiap ucapannya.

"Cuma gue terus jelasin ke mereka sampai sekarang kalo gue ya masih sama dan baik-baik aja gitu. Ga ada perbedaan yang mereka takutkan. Dan lingkungan mungkin memang membawa pengaruh besar terhadap sifat atau sikap seseorang termasuk gue, tapi dari sebelum join kantor gue emang udah punya niat dan tekad bahwa gue di sini hanya ngurusin uang dan kerja. Bergaul dengan perempuan tapi tetap dengan gue sebagai laki-laki tulen. Dan selama lo punya tekad seperti itu kayanya ga akan membawa pengaruh kemana-mana. Gitu sih." Tambah Fadli yang diakhiri dengan tegukan air minum lagi.

CelibateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang