16. Ceritanya

1.5K 186 7
                                    

Seperti ajakannya, sepulang dari kantor aku dan Fadli pergi ke tempat yang tidak aku tahu. Setiap kali ku tanya tempat apa itu, ia selalu menjawab 'lihat saja nanti' dan semua pertanyaan yang ku tujukan padanya mengenai tempat tujuan hanya akan berakhir dengan rasa penasaran yang semakin jadi.

Sepanjang jalan aku merasa gelisah karena begitu tidak sabar ingin tiba di tempat. Sampai mobil Fadli berhenti di sebuah pekarangan rumah. Pikiran tentang tempat indah yang cozy semacam kafe pun luntur.

Bagaimana tidak? mobilnya berhenti di sebuah rumah dengan bangunan lama dengan penerangan yang ya..., lumayan baik. Rumah ini sangat besar, sungguh. Arsitekturnya seperti bangunan di Keraton Jogja.

"Dimana nih?" tanyaku pada Fadli.

"Turun aja yuk," ajaknya yang mulai mematikan mesin mobil.

Dengan tidak yakin aku membuka pintu mobil dan keluar. Kemudian melangkah mendekat ke arah Fadli dan mulai menyamai langkahnya.

Kini aku dan Fadli sudah berdiri di depan pintu. Ia mendorong pintunya begitu saja tanpa mengetuk. Dan begitu aku memasuki ruangan besar yang menyambut kedatangan, rasa takut pun luntur. Karena sekarang aku melihat beberapa perempuan muda dengan kisaran usia kepala dua ke bawah sedang saling mengobrol dan bercanda. Mereka menjeda kegiatan mereka begitu melihatku dan Fadli datang. Detik berikutnya mereka tersenyum ke arah kami.

Aku tersenyum balik. Suasana hangat tiba-tiba saja langsung terasa. Rumah besar ini benar-benar terasa seperti rumah dengan adanya tawa dan candaan gadis-gadis itu.

Fadli menggandeng tanganku. "Ke dalem yuk," ajaknya.

"Semuanya, Ini Laura teman kantor Abang. Dan Laura, ini Suci, Mentari, Ranti, Dan Claudia."

"Hai, saya Laura," ujarku memperkenalkan diri kepada empat gadis itu.

"Aku tau Kakak, Kakak Laura Ardani blogger kan?"

Dadaku rasanya tergelitik. Ku pikir menemukan para pembaca blog  di dunia nyata akan sangat sulit. Dan aku juga tidak merasa seterkenal itu sampai keempat gadis ini mengenali.

"Cantikan aslinya," celetuk Ranti.

"Hehe, makasih," senyumku malu. Aneh sekali aku merasa malu karena dipuji.

"Mami mana?" tanya Fadli.

"Di belakang, di ruangannya Bang."

Fadli mengangguk. "Yuk," kemudian ia kembali menarik tanganku pelan.

Aku melambai ke arah empat gadis tadi sebelum beranjak pergi. Tidak jauh dari ruang depan tadi, ada ruangan dengan dua pintu yang membuatnya terlihat sangat besar dan megah. Pintu bagian kanannya tidak tertutup, memperlihatkan sosok wanita paruh baya dengan rambut lurus sepundak di-blow. Kacamata cat eyes-nya terlihat sangat menonjol.

"Mami," panggil Fadli memasuki ruangan itu begitu saja.

Wanita yang dipanggil itu menoleh. Menatap kami dari balik kacamatanya. "Ketuk dulu, Fadli." ujarnya mengingatkan.

Fadli hanya tertawa, ia menghampiri wanita itu dan menyalami tangannya. "Mam, ini Laura temen kantor Fadli,"

"Selamat malam, Tante," ujarku sopan sembari mencium tangannya.

"Malam. Saya Anggita Maminya Fadli,"jawab wanita paruh baya ini dengan suara berwibawa.

Aku tidak heran mengapa Fadli bisa tampan, maminya saja sudah memiliki anak seusia Fadli tapi masih cantik dan sangat seksi. Celana cutbray dengan atasan kaos bahan rajut yang ketat membuatnya terlihat anggun. fashion seorang wanita dengan kisaran kepala lima yang sangat baik.

CelibateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang