Part 22

7.1K 878 142
                                    




Keluar dari kamar, Haechan merasa jika hidupnya hancur. Semua yang telah dia pertahankan akan berakhir sia-sia. Tapi untuk apa dia bertahan jika orang yang dia pertahankan sama sekali tidak menginginkannya.

Tubuh Haechan sedikit terdorong kedepan saat seseorang memeluknya. Tanpa menolehpun dia tau siapa orang itu.

"Jangan lakukan semua itu Chanie. Ku mohon jangan pernah berfikir untuk meninggalkanku"

Airmata yang sedari tadi dia tahan keluar begitu saja. Haechan masih diam, tak menjawab apapun. Dia hanya berdiri dengan wajah menunduk. Membiarkan Mark memeluknya dari belakang.

"Aku tidak bisa jika tanpamu. Aku benar-benar tidak ingin kehilanganmu"

Mark menopang wajahnya di bahu Haechan, tangannya memeluk istrinya dengan begitu erat.

"Aku lelah kak"

"Aku tau. Semua adalah kesalahanku. Aku yang memulai semua ini. aku yang membuat semua ini kacau. Maafkan aku Chanie. Demi apapun jangan pernah meninggalkanku"

"Lalu apa yang harus aku lakukan. Berdiam diri melihatmu seperti ini. bukan hanya aku kak, Jayden juga membutuhkanmu. Dia butuh sosok ayahnya, aku tidak ingin dia tumbuh menjadi lebih buruk karena tidak ada dirimu di masa kecilnya. Dia memang mendapat kasih sayang dari semua orang, tapi kasih sayang dan perhatian darimu sangatlah berbeda untuk Jayden. Kamu ayahnya seharusnya kamu yang mengajarkannya banyak hal, bukan orang lain."

Hati Mark terasa sakit, semua yang dikatakan Haechan membuatnya berfikir jika memang semua itu yang dia lakukan untuk Jayden. Dia terlalu fokus dengan apa yang di inginkannya hingga membuat anaknya sendiri terlantar.

"Aku tidak tau harus mengatakan apa padamu, karena aku yakin kamu sudah sangat muak dengan semua kata maafku padamu"

Sepertinya percuma saja berbicara dengan Mark, dia sama sekali tidak bisa mencerna dengan baik apa yang di ucapakan Haechan padanya.

"Sudahlah kak. Bukankah lebih baik kita pisah. Demi kebaikanmu dan kebaikanku juga"

"Lalu bagaimana dengan Jayden?"

"Jika kamu memang tidak ingin kehilangannya, aku akan menyerahkan hak asuh Jayden untuk Jeno. jadi kamu bisa melihatnya"

Mendengar nama itu, Mark dengan cepat membalikan tubuh Haechan. Matanya langsung menatap mata istrinya itu, bukan tatapan dingin tapi kali ini Mark menatap Haechan dengan lembut.

"Kenapa harus Jeno, aku ayahnya kenapa harus memberikan Jayden pada orang lain. Kita bisa merawatnya bersama Haechanie, tidak butuh orang lain. Ku mohon jangan seperti ini."

"Kenapa kamu tidak ingin kehilanganku sedangkan kamu saja tidak menginginkanku?"

Mark menggelengkan kepala, tangannya menangkup wajah Haechan untuk menghapus airmatanya. Melihat bagaimana hancurnya Haechan membuat hati Mark sedikit melunak. Sepertinya memang dia harus mengubah jalan pikirannya jika dia masih menginginkan Haechan di sampingnya.

"Aku mencintai, aku menginginkanmu, aku ingin bersamamu. Untuk sekarang dan untuk waktu yang lama"

Kini giliran Haechan yang menggelengkan kepala, "Bohong, kamu pembohong"

"Aku tidak akan menyuruhmu percaya, tapi beri aku kesempatan sekali saja. Biarkan aku membuktikannya padamu"

Haechan kehilangan kata-katanya. Rasanya sangat sulit untuk percaya pada Mark. Tapi hatinya juga tidak bisa mengabaikan apa yang dikatakan Mark. Benar apa katanya. Bagaimana dengan Jayden jika mereka berpisah. Haechan takut jika Jayden tumbuh tidak baik karena kedua orang tuanya.

My Rival is My Brother (End) {Book 3}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang