Dua

24.6K 2.2K 128
                                    

Multimedia: Maudy's Bedroom .
Enjoy! Vomment!

..

Pukul tujuh malam, Maudy baru kembali ke rumahnya setelah menghabiskan waktu bersama Rila di teras rumah teman barunya itu.

Tujuan pertamanya adalah ruangan yang bernuansa putih dan coklat muda itu. Kamar tidurnya.

Maudy mengambil posisi paling nyamannya di atas kasur dengan seprai putih polos itu. Tidak lupa iphone yang berada dalam genggamannya.

Jari-jari lentik Maudy mulai bergerak mengentik sebuah nama di kolom pencarian instagramnya.

Kafin.Danurendra

Dan muncullah akun instagram yang tiga hari ini menjadi sasaran utama kekepoan Maudy. Akun yang memiliki 6360 pengikut. Tiga kali lipat lebih banyak dari pengikut Maudy yang hanya mencapai angka 2000-an.

Dengan teliti, Maudy melihat delapan belas postingan yang ada di sana. Berpikir bahwa tiga hari ini ada foto yang kelewatan.

Namun nihil. Maudy sama sekali tidak menemukan apa yang dia cari.

Foto Hanin.

Tidak menyerah, Maudy mencari lagi. Kali ini di aplikasi yang lain. Facebook dan Twitter. Namun hasilnya tetap sama.

"Mungkin doi bukan tipe yang suka pamerin kehidupan pribadinya kali ya?" Maudy bergumam pada dirinya sendiri.

"Siapa sih?" Suara yang datang dari belakangnya membuat Maudy menoleh. Di hadapannya ada seorang gadis dengan wajah yang hampir mirip dengan Maudy. Bedanya, tubuh Maura sedikit lebih berisi--mengikuti Fadlan, Papa mereka.

Dia Maura, Saudara satu-satunya yang Maudy punya. Usianya di atas tiga tahun darinya.

"Sejak kapan lo ada di situ?" Tanya Maudy tanpa menjawab pertanyaan Kakaknya.

"Sejak lo misuh-misuh sendiri ke hape lo." Kata Maura yang ikut berbaring di kasur Maudy.

"Sempit tau! Minggat lo sana." Ujar Maudy tak urung bergeser memberikan ruang untuk Maura.

"Lagian lo ngapain sih beli bed kecil begini." Decak Maura heran karena adiknya itu memilih kasur yang bahkan hanya setengah dari luas kasurnya.

"Suka-suka dong. Lagian kan gue nggak kayak lo, yang kalau tidur suka guling sana guling sini."

"Serah!" Maura mengibas tangannya malas. "Eh tadi gue liat cogan."

Mendengar itu, membuat Maudy mau tak mau mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

Sudah dikatakan bukan? Kalau Maudy lemah dengan spesies cogan. Tak jauh beda dengan Maura.

"Tadi Mama nyuruh gue beli gula di minimarket depan kan," Maura sengaja memberi jeda, membuat Maudy jadi penasaran. "Terus gue liat dia. Kayaknya anak komplek sini deh."

"Lo liatnya dimana?"

"Tadi di ujung gang. Kayaknya lagi mau sepedaan keliling kompleks."

"Ujung gang?"

Maura mengangguk semangat. "Iya. Gantengnya tuh beda, Dy. Kayaknya tipe lo banget. Seumuran juga kayaknya sama lo."

Dahi Maudy mengerut. Entah mengapa perkataan Maura membuatnya memikirkan satu nama. Dia lalu menunjukkan layar ponselnya yang kebetulan masih menampilkan wajah Kafin. "Ini yang lo maksud?"

Melihat itu, Maura langsung mengangguk cepat. "Eh iya bener. Kok lo ada fotonya sih?"

"Mau tahu aja apa mau tahu banget?" Ujar Maudy membuat Maura memutar bola matanya malas.

"Serius, Dy!"

Maudy tertawa. Lalu setelahnya mengalirlah cerita tentang awal perkenalannya dengan Kafin sore itu.

Dua saudara itu memang cukup dekat. Jadi Maudy tidak canggung bercerita tentang hal seperti ini. Bahkan Maudy jujur dengan ketertarikannya pada Kafin.

"Gue nggak kaget sih. Dia emang tipe lo banget. Ganteng plus seksi. Nggak bikin bosen." Komentar Maura santai.

"Tapi, Ra.." Maudy menatap Maura sekilas. "Dia udah taken."

Setelah itu, ruangan Maudy dipenuhi dengan tawa kencang Maura. Sungguh bukan respon yang Maudy inginkan.

"Sialan, Ra. Kok malah ketawa?"

"Nggak tau. Gue tiba-tiba aja bayangin lo dilemparin uang kayak Bu Dendi karena jadi pelakor." Balas Maura setelah berhasil mengontrol tawanya.

"Tapi palingan juga lo cuma penasaran sama dia. Kalau dapat cogan yang lain juga pasti lupa." Lanjut Maura.

Maudy melongos. "Sok tahu!"

"Yeu! Beneran tau. Di umur-umur kayak lo nih emang gitu. Gue pernah rasain."

Lagi, Maudy dibuat melengos karena perkataan kakaknya. "Sok dewasa deh lo! Beda tiga tahun doang."

"Ya udah kalau nggak percaya."

Maudy tidak menjawab. Dia kembali menaruh perhatiannya pada layar ponsel yang menampilkan akun instagram Kafin.

Hal itu tidak luput dari pandangan Maura yang sedikit geli dengan tingkah adiknya semata wayangnya itu.

"Follow, Dy. Ngapain diliatin aja," saran Maura membuat Maudy melotot.

"Nggak ah! Masa gue duluan yang follow." Tolaknya dengan cepat.

"Alah! Kalau ego lo yang mimpin, nggak akan ada kelanjutannya."

"Tapi kalau nggak difollback gimana? Malu gue."

Maura berdecak. "Percaya deh sama gue. Pasti dia follback. Kan dia yang waktu itu ngajak lo kenalan duluan."

Maudy menatap Maura ragu. Sebenarnya selama ini saran yang diberikan Maura selalu benar. Apa kali ini sarannya juga benar?

"Tapi followers dia lumayan, Ra." Ucap Maudy galau.

"Ya iyalah! Dia ganteng. Keren lagi. Jadi nggak aneh kalau yang suka banyak."

Dengan gerakan tiba-tiba, Maura mengambil alih ponsel Maudy lalu dengan santainya mengetuk kata follow di sana hingga berubah menjadi followed.

"Beres! Good luck Adikku Sayang!"

Setelah itu, Maura melempar beda persegi dengan silikon Totoro itu asal dan bangkit dari kasur lalu menghilang dari balik pintu.

Namun beberapa detik kemudian kepalanya kembali muncul dari balik pintu. "Kejar, selama bendera kuning belum berkibar. Doaku menyertaimu!"

"MAURA BANGKE!!" Suara Maudy memenuhi seluruh isi ruangan kamarnya.

Sepeninggal Maura, yang Maudy lakukan hanya menatap ponselnya penuh harap.

Hingga di menit ke dua puluh, saat ia hampir putus asa, dua buah notifikasi dari akun yang sama muncul.

Kafin.Danurendra started following you
Kafin.Danurendra: hai tetangga?

Ingatkan Maudy untuk berterimakasih pada Maura setelah ini.

🇮🇩🇮🇩🇮🇩

16 April 2019.
Satu hari menuju hari penentuan masa depan Indonesia.

Implisit ✔Where stories live. Discover now