Lima Belas

15.1K 1.4K 55
                                    

Multimedia: es kelapa bu ratmi

..

Suasana siang ini cukup terik. Membuat es kelapa muda Bu Ratmi--salah satu penjual di kantin Angkasa-- laris terjual.

Salah satu penikmatnya adalah gadis berkuncir kuda yang duduk di sendiri di pojokan kantin. Tadinya ia bersama tiga temannya-Rara, Lois, dan Shelly-, namun ketiga temannya kembali ke kelas lebih untuk belajar.

Setelah jam istirahat ini mereka memang akan menghadapi remedial Fisika. Dan seperti biasanya, Maudy lulus dengan nilai tertinggi kedua. Setelah Mayesa--peringkat satu kelasnya-- tentunya.

Jadilah Maudy bisa bersantai di sini, sementara teman-teman kelasnya kelimpungan menghapal rumus besar induksi magnetik.

Tapi jangan bayangkan kalau Maudy adalah jenis murid yang sangat bersahabat dengan buku. Tidak. Bahkan gadis itu memiliki hubungan yang cukup buruk dengan buku. Dia lebih memilih membaca e-book ketimbang buku aslinya. Itupun jika sudah sangat mendesak saja dia akan membaca. Namun lain halnya dengan cerita novel. Maudy rela tidak tidur semalaman demi menyelesaikan novel yang menyajikan kisah-kisah romantis.

Nilai-nilai bagusnya selama ini, ia dapatkan dari gen Anne yang memang terkenal cerdas. Juga tak lupa dengan Dewi Fortuna yang menjadi sahabat baiknya.

"Hey, Dy! Long time no see."

Sebuah sapaan terdengar. Maudy mengangkat kepalanya lalu sedikit terkejut mendapati seorang murid dengan seragam acak-acakan di depannya.

Dasi tersampir di bahu, baju keluar dari celana, dan yang paling parah, semua kancing seragamnya sudah terbuka.

Darren Prasetya.

Seluruh murid Angkasa pasti mengenalnya. Bukan hanya murid, guru-guru dan para staf juga sangat mengenal baik murid yang terlihat seperti berandalan itu.

Orang yang sama yang pernah dekat dengan Maudy, hampir dua tahun lalu. Saat keduanya baru menjadi bagian dari putih-abu.

"Ren? Itu lo?" Balas Maudy dengan sebelah alis terangkat. Dia memang sudah tahu gaya Darren yang berandalan. Tapi dulu tidak separah ini. Apalagi dengan sebungkus rokok yang telihat di balik sakunya.

Mengerti maksud ucapan Maudy, Darren terkekeh. "Iyalah gue. Mau lo siapa?"

"Lama nggak ketemu, lo udah naik jabatan aja ya? Dari copet jalanan jadi preman pasar." Kata Maudy sambil tertawa renyah.

"Kampret lo ah!" Darren melempar dasinya ke arah Maudy yang langsung ditangkap oleh gadis itu. "By the way, lo kemana aja? Kita satu sekolah loh. Tapi kok nggak pernah ketemu?"

"Gue mah di sini aja. Lo tuh yang keluar mulu, mengharumkan nama negara. Aku mah apa atuh."

Maudy tidak bercanda. Di balik gaya berandalannya itu, Darren menyimpan segudang bakat. Mulai dari akademik hingga non-akademik.

Info terakhir yang Maudy dapat. Mantan gebetannya itu baru saja mewakili Indonesia dalam tournament catur yang diselenggarakan oleh ASEAN di Malaysia.

Tidak hanya non-akademik, Darren pernah mewakili provinsi untuk mengikuti olimpiade Ekonomi nasional.

Kita memang tidak bisa menilai seseorang dari penampilan luarnya saja. Terkadang dari luar terlihat indah, namun di dalamnya busuk. Begitu sebaliknya.

"Apaan sih. Mengharumkan, emangnya gue minyak wangi." Balas Darren yang tanpa ijin mengambil alih es kelapa Maudy yang masih tersisa setengah.

"Ren, gue yakin deh balik dari Malaysia kemarin rekening lo pasti bertambah. Masa beli es kelapa, tujuh ribu doang lo nggak bisa. Ck!" Maudy berdecak.

"Lagi nabung gue, Dy." Jawab Darren cuek sambil memilih daging kelapa muda di dalam gelas.

"Gayaan lo, Ren. Nabung apaan sih?"

"Buat masa depan kita."

Darren mengatakan itu sambil menaik-turunkan alisnya dan menatap gadis di depannya jenaka.

Bukannya luluh, Maudy malah berlagak ingin muntah. "Mual gue dengarnya, Ren."

"Lo kenapa sih, Dy? Kalau cewek lain gue kasih begitu, pasti mereka bakal lemas tak berdaya." Jawab Darren angkuh.

Maudy melongos lalu memerhatikan wajah Darren dengan saksama. Dia akui Darren memang berada di atas standar ketampanan orang indonesia. Namun memang masih berada di bawah Kafin.

Kalau mau diberi nilai, Darren akan mendapat nilai delapan koma delapan dari sepuluh, dan Kafin memperoleh sembilan koma dua dari sepuluh. (Nanggung bet :v tapi emang segitu :p)

Namun, keduanya memiliki keunggulan masing-masing. Kalau Kafin unggul di mata tajam dan senyuman teduhnya, maka Darren unggul di senyum manis yang dihiasi lesung pipi di pipi kanannya.

Setelah itu Maudy langsung meringis. Kenapa juga dia membandingkan Darren dengan Kafin?

"Dy, lo lagi dekat sama siapa?" Tanya Darren tiba-tiba.

"Kok lo tiba-tiba nanya gitu sih?"

"Kalau nggak lagi dekat sama siapa-siapa, gue mau daftar nih."

Mendengar ucapan santai Darren, membuat Maudy tersedak salivanya sendiri. "Becanda lo nggak lucu, Ren."

"Gue serius, Dy?"

Maudy tidak langsung menjawab. Ia memberikan sedikit jeda sebelum bertanya, "kenapa?"

"Apa yang kenapa?"

"Kenapa lo mau deketin gue lagi?"

Darren berohria. "Gue tiba-tiba mikir, dulu kita pisahnya nggak banget. Demi apapun, gue ditikung sama si bangsat Kevin."

Maudy tertawa ketika menyebut nama mantan pertama sekaligus terakhirnya saat ini. Kevin.

Bahkan, Maudy tidak yakin apa itu bisa dianggap mantan. Mereka hanya bersama selama dua bulan, setelah itu keduanya merasa bosan lalu memutuskan kontak begitu saja.

"Lo juga. Udah ngasih harapan ke gue terus pergi gitu aja sama orang lain. Sialan lo emang, Dy." Lanjut Darren.

"Kayaknya salah lo deh, nggak nembak-nembak gue. Setahun tanpa kepastian sama lo, terus dia datang bawa kepastian." Jawab Maudy tanpa ragu.

Maudy memang cukup terbuka dengan Darren. Rasa canggung itu perlahan terkikis di satu tahun pendekatan mereka yang gagal kala itu.

Kegagalan yang tidak terlalu membekas. Dulu mereka masih terlalu muda. Walaupun sekarang usia mereka juga baru akan menginjak delapan belas tahun. Namun, setidaknya pikiran mereka jauh lebih dewasa sekarang ini.

"Ya udah. Kalau gitu," Darren menatap Maudy lama. "Pacaran yuk?"

..

Hiyahiyahiyaa! Darren siapa hayo? ?


24 November 2018
Special day.

Implisit ✔Where stories live. Discover now