Dua puluh empat

13.8K 1.2K 27
                                    

Vomment.

Kening Maudy berkerut saat mencoba membuka tutup botol minuman yang dia dapatkan setelah berdesakan dengan siswa lainnya.

Percobaan pertama, kedua, dan ketiga gagal. Padahal telapak tangannya sudah memerah.

Saat akan memulai percobaan keempat dengan bantuan dasi, botol ditangannya tiba-tiba ditarik oleh seseorang.

"Darren?"

Orang yang Maudy sebut Darren hanya memberikan ekspresi datar lalu menyerahkan botol yang sudah dia buka tutupnya.

Maudy lantas mengambil minumannya kembali lalu berdeham. "Makasih."

"Duduk, Ren." Sambung Maudy sambil menunjuk bangku di depannya yang kosong. Dia sedang berada di kantin Mang Ujang sekarang. Seperti jam istirahat biasa, suasananya sangat ramai.

Setelah itu Darren duduk. Tangannya terlipat di depan dada dengan mata yang menatap lurus ke Maudy.

"Lo block nomor gue." Ujar Darren tiba-tiba. Membuat Maudy gelagapan di tempatnya.

"Ha?" Katanya berpura-pura tidak mengerti.

Darren tersenyum miring. "Kenapa?"

Setelah mengantar Maudy pulang, mereka memang sempat bertukar kontak whatsapp dan mengobrol bersama di sana.

Sayangnya tidak berlangsung lama. Karena Kafin mengetahui hal itu dan langsung mem-blockir nomor Darren dari ponsel Maudy.

Kala itu, Maudy membiarkan Kafin tanpa perlawanan sedikit pun. Hanya menatap Kafin yang mengutak-atik ponselnya datar.

Sekarang, barulah Maudy kelabakan sendiri.

"Itu.. kayaknya gue salah pencet deh." Jawab Maudy meringis.

"Oke, kita anggap begitu." Kata Darren acuh tak acuh. Cowok yang sedang menenggak minuman soda itu memang tipe orang yang simpel, tidak suka memperpanjang masalah. Dan Maudy cukup bersyukur karena itu.

"Pulang nanti lo naik apa?"

"Gue?"

Darren mengangguk. "Iyalah. Yakali gue nanya mangkok batagor lo."

"Sama temen. Kenapa?"

"Tadinya gue mau ngajak pulang bareng lagi."

Maudy terdiam sejenak. Matanya menatap Darren yang masih konsisten dengan gaya berandalannya. "Ren?"

Darren berdeham. "Kenapa?"

"Sorry banget Ren,tapi ada niat buat deketin gue lagi, kayaknya lo harus berhenti sekarang." Kata Maudy tanpa melepaskan pandangannya dari Darren yang sibuk memainkan kaleng soda di depannya.

Setelah itu, yang terjadi adalah Darren terbahak kencang.

Kening Maudy mengernyit, tidak menyangka dengan respon yang dia dapatkan.

"Kok ketawa?"

Kepala Darren menggeleng pelan. "Lucu aja. Ditolak sekarang banget nih, Dy? Gue bahkan baru mulai." Katanya di sela tawa.

"Kenapa? Gue ditikung lagi? Lo udah punya pacar baru?" Sambung Darren lagi. Kali ini tawanya sudah tidak terdengar, berganti wajah serius.

"Nggak. Gue nggak punya pacar." Jawab Maudy cepat. Benarkan? Dia dan Kafin tidak berpacaran. Tidak ada kejelasan hubungan keduanya.

Komitmen yang Kafin berikan saat itu juga tidak bisa mengartikan bahwa mereka berpacaran.

"Terus?"

Maudy menyandarkan punggungnya dan menghela napas panjang. "Complicated, Ren."

Tawa Darren kembali terdengar. Kali ini terdengar seperti kekehan. "Gimana emang?"

"Ngambang." Balas Maudy singkat. Wajahnya sedih murung ketika mengatakan itu.

"Gue bisa ngasih sesuatu yang cowok kampret itu nggak bisa, Dy."

Mata Maudy mengerjab bingung. "Apaan, Ren?"

"Kepastian." Jawab Darren mantap.

Mendengar jawaban itu, membuat Maudy meringis pelan. "Gue nggak bisa."

Darren membahasi bibirnya yang berwarna sedikit gelap akibat sering menghisap gulungan nikotin. "Kesempatan nggak bisa datang tiga kali, Dy. Lo yakin?"

"Sorry, Ren. Gue udah yakin sama pilihan gue."

Kepala Darren mengangguk-angguk, matanya menatap suasana kantin yang mulai sepi karena jam masuk tinggal sebentar lagi sebelum menatap gadis di depannya yang juga menatapnya dengan tatapan merasa bersalah.

"It's okay, Dy. Gue emang punya hak buat suka sama lo, tapi gue sama sekali nggak punya hak buat maksain lo untuk balas perasaan gue. Right? " Kekeh Darren.

Senyum Maudy terbit. Inilah yang dia suka dari Darren. Di balik tingkah tengilnya, dia selalu menghargai orang lain.

"Thank you Ren, pengertiannya."

"Santai, Dy."

"Lo bisa dapetin yang lebih baik dari gue, Ren. Lo tuh keren."

Hazel Maudy memindai penampilan Darren yang sangat menggambarkan kesan badboy yang didambakan di novel-novel romantis remaja.

Dengan penampilan seperti itu, tentu Darren dapat dengan mudah menggaet hati para gadis. Apalagi dengan prestasi yang dia miliki.

"Kalau keren, kenapa lo nggak mau, hm?"

"Yang keren akan kalah sama yang buat nyaman, Ren."

"Jadi, gue nggak nyaman banget nih?" Jawab Darren membuat Maudy salah tingkah.

"Eh, nggak gitu juga. Gue nyaman kok kalau sama lo. Obrolan kita selalu nyambung,"

Kedua alis Darren terangkat. "Terus kenapa nggak pilih gue?"

Maudy tidak langsung menjawab. Dia menghela napas panjang dan melirik ke sembarang arah. "Gue rasa ini masalah hati, Ren.

"Kita nggak bisa ngatur ke mana kita menjatuhkan hati. Love is unpredictable banget emang." Sambung Maudy membuat Darren bungkam.

Benar. Ini cuma masalah hati, bukan mau Maudy untuk menjatuhkan dirinya pada Kafin yang sudah memiliki Hanin.

🐶🐶🐶
Heyooo!
Apakabs?

Implisit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang