Dua Puluh Satu

14.4K 1.3K 34
                                    

Mutimedia: Jaketnya Bang Kaf.

Kalau ada typo atau kejanggalan, boleh dikomen, dikasih saran. Soalnya ngetiknya di hp, belum di koreksi ulang. Kalau suka ceritanya boleh di vomment :) thank u.

..

Pagi hari ini, Maudy tidak sempat sarapan karena bangun telat. Semalam ia begadang, untuk berperang dengan pikirannya sendiri.

Hasil dari peperangan semalam adalah dia sepakat untuk mengikuti alur yang Kafin berikan dan berpura-pura lupa bahwa Kafin memiliki Hanin.

Terdengar jahat memang. Tapi, sesuatu yang berkaitan dengan perasaan selalu sulit dimengerti kan? Salah satunya adalah kasus Maudy ini.

Lagipula, Maudy tidak akan sejauh ini kalau Kafin juga tidak membuka jalan. Malah cowok itu yang memulai duluan.

"Eh mau nggak?" Ujar Maudy sambil mengiggit sepotong roti panggang yang Anne siapkan tadi.

"Nggak ah. Nggak suka roti." Tolak Kafin tanpa menoleh ke arah Maudy.

"Kalau susu mau nggak?" Tawar Maudy lagi.

Kali ini, Kafin menoleh. Lengkap dengan tatapan menggodanya. Kedua alisnya bahkan naik-turun. "Susu apa?"

"KAF!!"

Kafin terkekeh. "Apasih? Akukan beneran nanya. Susu apa? Susu sapi, kambing, coklat, atau apakek. Ihh, pikirannya kemana hayo?"

"Terserah." Jawab Maudy kesal.

Sekali lagi, Kafin terkekeh. "Mana sini susunya,"

Maudy menyodorkan sekotak susu pada Kafin, yang langsung diterima oleh cowok itu.

Beberapa detik kemudian, Kafin mengernyitkan alisnya. "Rasa coklat?"

"Iya. Nggak suka emang?"

"Aneh. Baru pertama kali. Biasanya minum yang coconut delight atau taro"

"Kenapa nggak bilang? Nih, punyaku rasa taro." Maudy mengangkat susu kotak dari pangkuannya.

"Tukaran, Dy."

"Sudah kuminum setengah ini." Jawab Maudy sambil menggoyangkan susu kotaknya, mengira-ngira isi di dalamnya.

"Nggak papa."

Sejurus kemudian, mereka bertukar susu kotak. Sama sekali tidak merasa keberatan dengan sedotan bekas masing-masing.

"Fakkk!" Seru Maudy ketika tidak sengaja menumpahkan isi susu kotak ke seragamnya. Meninggalkan bercak coklat yang cukup besar.

"Kenapa bisa tumpah?" Tanya Kafin menyadari kecerobohan Maudy.

"Nggak sengaja."

"Hati-hati makanya." Kafin mengambil beberapa lembar tisu lalu memberikannya pada Maudy. "Coba bersihkan pake ini."

Mengikuti perintah Kafin, Maudy berusaha membersihkan noda coklat itu dengan tisu. Namun sama sekali tidak membantu. Noda itu masih terlihat sangat jelas.

"Nggak bisa, Kaf." Rajuk Maudy.

"Bawa jaket nggak?" Maudy menggeleng. "Coba cari di kursi belakang, ada nggak jaket disitu."

Sedetik kemudian, Maudy menoleh ke arah belakang. Benar saja, disana ada seonggok kain bewarna hitam, maroon, dan putih.

"Ada, Kaf."

"Nah, ambil aja. Pakai nutupin."

Mendengar itu, Maudy segera menjulurkan tangannya ke belakang. Berusaha untuk mengambil jaket itu. Dan gotcha! Jaket sudah berpindah ke tangannya.

Saat memakai jaket Kafin yang kebesaran di tubuhnya, Maudy mengingat sesuatu. "Eh sweater kamu belum aku balikin. Lupa mulu. Nanti ya, sekalian jaket ini."

"Sweater yang mana?" Tanya Kafin benar-benar lupa dengan sweater yang Maudy maksud.

"Itu, yang warna hitam."

"Yang mana sih?"

"Yang waktu kamu ngasih pinjam, di parkiran. Ada Rila." Jelas Maudy.

Kafin berohria. "Nggak usah dibalikin. Buat kamu aja."

Kepala Maudy menggeleng cepat. "Nanti aku balikin, sekalian sama jaket ini."

"Dibilangin nggak usah. Jaket itu kalau kamu mau juga ambil aja." Kata Kafin cuek.

"Jaket kamu kebanyakan apa gimana?"

"Kalau kamu buka lemari aku, mungkin isinya jaket semua." Keke Kafin. Dia memang suka sekali membeli jaket. Hampir setengah lemarinya adalah jaket, sweater, hoodie, atau semacamnya.

Itu pula yang menyebabkan Widia sering mengomel. Karena pada akhirnya, dialah yang harus membelikan anaknya itu baju dan celana. Padahal setiap bulan, suaminya akan memberikan Kafin uang khusus untuk pakaian.

Tapi sepertinya kaos, kemeja, dan celana tidak ada dalam kamus Kafin.

"Koleksi apa gimana?"

"Nggak koleksi sih. Suka aja."

Maudy berohria.

Perjalanan mereka selanjutnya hanya diisi oleh beberapa percakapan ringan, selebihnya suara SO7 lah yang menguasai.

Keduanya memang sama-sama penggemar grup band itu. Jadi tidak heran kalau hampir semua perjalanan mereka pasti dihiasi oleh SO7.

"Sama seperti di film favoritmu
Semua cara akan kucoba
Walau peran yang aku mainkan
Bukan pemeran utamanya

Karena mereka tak ikut merasakan
Indahnya hidup jatuh hati padamu
Sekali lagi aku kan menjelaskan
Berhenti bukan pilihan bagiku."

Maudy ikut bersenandung ketika lagu film favorit terputar.

Senyum tipis terbit di bibir tipisya. Diam-diam dia melirik Kafin yang menyetir sambil ikut bersenandung.

Berhenti bukan pilihan bagi Maudy sekarang. Walaupun ia tahu, peran yang ia mainkan sekarang bukan peran utama.

...
Maudy nggak tahu aja, kalau dia pemeran utama di cerita ini 😎😎😎



Implisit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang