Enam belas

14.4K 1.3K 15
                                    

Maudy langsung menyandarkan tubuhnya ketika menutup pintu mobil. Tangan kanannya bergerak di depan wajah mengganti fungsi kipas. Sedang tangan kirinya dipakai untuk menahan rambutnya agar tidak semakin gerah.

Melihat itu membuat Kafin mengernyitkan dahinya bingung. Ditambah lagi pipi Maudy yang memerah. Gadis itu seperti habis melakukan pekerjaan berat.

"Kamu kenapa?"

Maudy menoleh sekilas. "Gerah."

Lantas tangan Kafin bergerak menyalan AC mobil ke suhu yang paling dingin. "Kok bisa gerahnya gitu banget?"

"Jangan pake AC deh, Kaf. Buka jendelanya aja." Kata Maudy tidak menjawab pertanyaan Kafin.

"Katanya gerah?"

"Memang. Tapi aku keringetan. Nanti mobil kamu bau keringet." Ujar Maudy apa adanya.

Baju seragamnya sudah basah oleh keringat. Bahkan rambutnya yang ia keramas tadi pagi sudah lepek tak tertolong. Ini akibat ajakan Darren untuk bolos dan berakhir ketahuan dan diberi hukuman lari tiga kali keliling lapangan oleh guru BK mereka.

Untunglah wajah cantiknya dapat menolong keadaannya yang burik saat ini. Jadi, ia tidak terlalu terlihat mengenaskan.

"Keringatnya orang cantik mah harum, Dy." Kekeh Kafin sambil mengambil tangan Maudy yang ada di atas paha gadis itu. Jempol Kafin bergerak pelan di punggung tangan Maudy.

"Gombal teruus." Maudy mendengkus malas.

"Dy?" Maudy berdeham. "Di warung yang dekat rumah kita itu ada opor nggak ya?"

"Nggak ada kayaknya." Jawab Maudy tak yakin. Ia hanya pernah berkunjung sekali ke warung yang Kafin maksud itu.

"Kalau opportunity to make you mine ada nggak?"

Lantas Maudy tergelak mendengar itu. Ia pernah membaca gombalan ini di akun receh. Tapi tak pernah menyangka akan mendengarnya dari Kafin.

Baru saja akan menjawab, getaran ponsel di dasbor mengintrupsinya.

Ekor mata Maudy secara tak sengaja menangkap nama penelepon sebelum Kafin mengambil benda tipis serba bisa itu.

Maudy berharap cowok itu akan menggeser tombol merah. Namun harapannya hancur bersamaan hatinya yang seperti mengeluarkan bunyi retakan dari dalam sana.

"Halo?" Ucap Kafin dengan suara yang lembut.

"..."
"Iya, nanti kuantar"
"..."
"Itu aja?"
"..."
"Oke. Aku matiin."

Ketika ponsel itu diletakkan kembali ke tempat asalnya, Maudy lebih memilih mengunci mulutnya rapat sambil menatap jalanan yang cukup padat tapi tidak sampai menciptakan kemacetan.

Bahkan ia tidak merespon Kafin yang kembali meraih tangannya dalam genggaman.

"Kok diem?"

Maudy menggeleng. "Capek. Mau tidur aja boleh nggak?"

"Padahal aku mau ngajak main ke timezone."

Mata Maudy bergerak mengamati Kafin. Cowok itu tengah menyandarkan dagunya di atas stir menunggu lampu di depan berubah warna.

Tautan tangan mereka sudah terlepas. Kini kedua tangan Kafin juga sudah berada di stir. Menjadi alas tumpuan dagunya.

Seragam sekolah sudah terlepas dari tubuhnya berganti dengan kaos oblong berwarna putih gading. Namun celana abu masih menghiasi bagian bawahnya.

Semakin hari, Kafin terlihat semakin keren di mata Maudy. Dan semakin hari, semakin lemah pula pertahanan diri Maudy akan Kafin.

Seperti saat beberapa hari lalu. Saat ia sempat memiliki niat untuk menjauhi Kafin setelah melihat interaksi antara cowok itu dan Hanin. Niat yang langsung dipatahkan oleh sikap sok pahlawan Kafin yang memberinya sweater. Hanya sweater, namun dapat membuat pertahanan diri Maudy hancur.

"Ya udah kita ke timezone."

"Nggak jadi. Kapan-kapan aja."

Maudy berdecak. "Gimana sih? Tadi kamu yang ngajak. Sekarang malah nggak jadi."

"Kamu capek kan? Ya udah tunda dulu. Masih banyak waktu."

"Kalau aku maunya sekarang gimana?"

Kafin tidak langsung menjawab. Ia menepikan mobilnya terlebih dahulu di tepi jalan.

"Kamu kenapa sih? Ada masalah? Sini cerita." Katanya ketika mobilnya berhasil terparkir sempurna.

"Aku kenapa? Nggak ada." Jawab Maudy sambil membuang pandangannya dari Kafin.

"Yakin?"

"Yakin."

Kafin menghela napas kasar. "Ya sudah. Tapi kalau mau cerita, cerita aja. Oke?"

Maudy mendecih pelan. Sangat pelan sampai tak terdengar oleh orang di sebelahnya.

"Kita mau kemana?" Tanya Maudy ketika Kafin kembali menjalankan mobilnya.

"Pulang."

"Kaf, gimana sih?! Kan tadi kamu bilang timezone."

"Iya. Dan kamu bilang capek, mau tidur aja."

"Kan sudah kubilang nggak jadi. Kita ke timezone aja." Kini Maudy terdengar sangat kekanakan. Bahkan dia sendiri kaget dengan tingkah impulsifnya itu.

Helapaan napas panjang keluar dari bibir Kafin. "Oke. Kita ke timezone. Tapi kamu tidur dulu.

"Kita ke timezone yang paling jauh. Biar kamu ada waktu tidur dulu." Lanjut Kafin cepat ketika menegetahui Maudy akan membalasnya lagi.

26 November 2019
Besok kelasku tes fisika yang sama sekali gapernah latian soal :), tryout utbk, terus lusa semester. #selinting

Implisit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang