Dua puluh tiga

13.7K 1.2K 14
                                    

Multimedia: Puff pastry donuts (cronuts)

happy nüyer!

..

"Ini kasih Mama kamu ya. Bilangin terimakasih buat resepnya." Titah Widia seraya menyodorkan tupperware ungu berisi beberapa cronuts yang mereka buat tadi.

Hampir satu jam Maudy beserta Mama Kafin memang berkutat dengan bahan-bahan kue dan menghasilkan beberapa donat yang berbau harum itu.

Seharusnya yang menggantikan posisi Maudy adalah Anne, namun wanita yang sudah melahirkan Maudy itu harus menghadiri acara pernikahan keponakannya.

Selama beberapa bulan ini, Anne dan Widia juga semakin dekat karena memiliki hobi yang sama, yaitu membuat kue.

Apalagi keduanya juga mantap memilih untuk menjadi ibu rumah tangga seutuhnya, jadi mereka memiliki banyak waktu luang untuk bertemu. Tidak seperti Para Suami yang disibukkan oleh pekerjaan.

"Iya tante." Jawab Maudy bertepatan dengan Kafin yang berjalan memasuki dapur. Kepalanya menunduk memerhatikan ponsel, sedangkan kedua tangannya bergerak lincah di atas layar. Earphone menghiasi kedua telinganya.

Tanpa Maudy lihat pun, dia tahu kalau Kafin sedang sibuk dengan game tembak-tembakan yang menurut Maudy sama sekali tidak menarik.

"Hey," sapa Kafin ketika sudah menempati salah satu bangku di meja makan. Tepat di sebelah Maudy berdiri sekarang. Fokusnya masih berada di game online yang dia mainkan.

Melihat itu, Widia berdecak. "Kamu ya?! Game terooss! Nggak pernah buka buku."

Sayangnya Kafin sama sekali tidak mengindahkan omelan Mamanya, tangannya malah terlihat semakin lincah bersamaan dengan umpatan-umpatan yang mulai keluar dari bibir merah mudanya.

"Yeu bangsat! Kan gue bilang ada di depan, Jaka sembung!"

Maudy mengerti sekarang. Cowok itu sedang push rank bersama teman-teman yang sering Kafin ceritakan. Terlebih lagi Jaka, yang kata Kafin adalah adek kelas kurang ajar dan pecandu bokep garis keras.

Artinya, Kafin sedang dalam mode sibuk dan tidak bisa diganggu.

"Kalian buat apa?" Tanya Kafin lagi-lagi masih fokus dengan gamenya.

"Donat." Jawab Maudy singkat. Malas menjelaskan mengenai donat apa yang mereka buat. Lagipula Kafin tidak akan mendengarnya.

"Mau."

Setelah itu Maudy menyodorkan donat yang sebagian sudah dirinya makan.

Bukannya membuka mulutnya untuk menerima donat, Kafin malah mengoceh tidak jelas. Membuat Maudy kesal dan memakan donat di tangannya cepat.

Pemandangan itu membuat Widia tertawa kecil. "Sabar ya, Dy. Laki-laki emang gitu kalau lagi fokus. Papanya juga gitu. Kalau lagi main catur tuh, mau gempa bumi juga dia nggak bakalan peduli."

Maudy mengangguk paham. Ini bukan pertama kalinya bagi Maudy dicuekin Kafin karena game. Mungkin kali ini ia lebih kesal karena masa PMS.

Memilih abai, Maudy mengambil posisi duduk di depan Widia yang artinya di sebelah kiri Kafin.

Dua wanita berbeda generasi itu berbincang ringan mengenai salah satu influencer yang dikabarkan dekat dengan anak menteri yang dulunya menjadi sebagai CEO stasiun televisi.

Meski usianya sudah tidak muda lagi, namun Widia tetap update. Karena itu, berbincang dengan Widia bukanlah hal yang susah bagi Maudy.

"Mana donatnya?" Tanya Kafin tiba-tiba.

Hazel Maudy mendelik menatap Kafin. Sepertinya cowok itu sudah selesai dengan gamenya. Nampak dari ponselnya yang sudah ia letakkan di atas meja.

"Kok liatinnya gitu?" Tanya Kafin  lalu menyentil jidat Maudy.

"Aduhh! Apaan sih?!" Jerit Maudy tertahan.

"Manja ah. Masa gitu aja sakit?"

Sebenarnya sentilan Kafin memang pelan, tapi dia kaget karena serangan tiba-tiba itu. "Bodo amat!"

"Uuu sayang! Maaf ya." Ujar Kafin bertepatan dengan usapan lembut yang singgah di jidat Maudy.

Lantas Maudy menepis tangan Kafin cepat. Malu karena ada Widia yang menonton mereka sejak tadi.

"Eh, Mama mau mandi terus pergi ke hajatan anak temen." Sahut Widia menghentikan pertengkaran dua remaja di depannya.

"Siapa yang nganter?" Tanya Kafin was-was. Pasalnya dia sangat malas jika diajak ke acara teman-teman Mamanya yang sedikit bar-bar.

Setiap ikut ke acara seperti itu, maka Kafin harus siap pipinya kendor karena dicubiti namun tetap harus menampilkan senyum lebarnya demi menjaga nama baik keluarga Mamanya.

"Mama bawa mobil." Jawab Widia membuat Kafin bernapas lega.

"Tapi pakai mobil kamu ya. Mobil satunya dibawa Papa." Sambung Widia yang disetujui Kafin dengan anggukan.

Lantas Widia meninggalkan dapur setelah memberikan pesan pada Maudy agar tidak melupakan donatnya.

Tinggallah sepasang remaja yang kini saling melemparkan tatapan.

"Jalan yuk?" Kata Kafin membuka percakapan.

"Kemana?"

"Ke pelaminan." Jawab Kafin yang dihadiahi jari tengah oleh Maudy. "Kok kasar? Siapa yang ngajarin?"

"Ada deh." Maudy memeletkan lidahnya. "Udah ah, aku mau pulang."

Kafin lantas berdiri dan memasukkan ponselnya ke dalam saku. "Aku antar."

"Nggak usah. Lebbay deh, orang deket juga." Tolak Maudy sambil mengambil tupperware di atas meja.

"Aku lebbay, kamu alay!"

Bola mata Maudy memutar. "Terserah!"

"Udah ah, aku anter. Kalau kamu nggak mau pakai D-Tracker, kita jalan kaki." Ucap Kafin final.

..
Pare-Pare, 05 Desember 2020.
Nana

Implisit ✔Where stories live. Discover now