Dua Puluh Enam

15.9K 1.3K 186
                                    

Gais, jadi kemarin waktu buat part 25.5 itu aku lagi setengah sadar :) pas dibaca ulang paginya, agak terkejut juga kenapa bisa buatnya kayak gitu.
Tapi nggak papa, nanti aku sesuaiin alurnya lagi 🙂

Kalau ada typo komen ya.
Jangan lupa vote.
..

Keheningan meliputi dua orang yang berada di dalam mobil itu selama beberapa menit. Sebelum Maudy membuka suaranya.

"Jadi?" Ujar gadis dengan dress kuning itu tanpa menatap cowok di sebelahnya.

Kafin membuang napas kasar sebelum menjawab, "maaf."

Mendengar itu, Maudy menoleh ke arah Kafin yang ternyata juga menatapnya. "Aku nggak nyuruh kamu minta maaf. Aku nanya, kamu sama Hanin gimana sekarang?" Walau berat untuk menyebutkan nama itu, tapi mau tak mau harus Maudy lakukan.

"Kamu yakin mau bahas ini?" Tanya Kafin sambil meraih tangan Maudy dan mengelus punggung tangannya lembut.

Ketika melihat anggukan Maudy, Kafin melanjutkan kata-katanya. "Setelah ini aku nggak larang kamu untuk marah sama aku, tapi please nggak ada acara kamu jauhin aku. Promise me?"

Bukannya memberikan jawaban, Maudy malah menarik tangannya dari Kafin. Membuat cowok itu mengurut keningnya yang tiba-tiba saja terasa pusing.

"Kalau aku belum ngomong apa-apa aja kamu udah gini, gimana aku mau cerita?" Kata Kafin terdengar frustasi.

Maudy menipiskan bibirnya lalu memberanikan diri untuk menatap Kafin lagi, setelah tadi sempat terputus. "Kalau gitu jangan jawab."

"Tap--"

"Tapi kamu harus jawab pertanyaanku yang satu ini." Lanjut Maudy memutuskan ucapan Kafin.

"Apa?" Tanya Kafin was-was. Beberapa bulan selalu bersama, dia tahu gadis di depannya ini bukan gadis biasa yang akan melepasnya begitu saja.

"Aku atau Hanin?" Tanya Maudy cepat.

Sekarang pilihannya hanya dua, yakni memiliki Kafin sepenuhnya atau tidak sama sekali.

Maudy lelah selama ini harus menyembunyikan rasa tidak nyaman setiap kali mengingat Kafin bukan miliknya seutuhnya. Terlebih lagi, dialah yang menjadi orang ketiga dalam hubungan ini.

Sebelumnya, menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan sama sekali tidak pernah terlintas dalam benak Maudy.

"Stupid question. Kamu tahu jawabannya, Dy."

"Kalau aku tahu, i wouldn' ask you."

Gerah dengan suasana yang tercipta, Kafin membuka kancing dua kancing teratas dan melipat lengan kemejanya hingga ke siku. Tangannya terulur untuk mengatur AC ke setelan yang paling dingin.

"So?" Kata Maudy menuntut jawaban.

Kafin menoleh ke arah Maudy lalu dengan gerakan cepat menarik gadis itu mendekat. Hingga kini wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.

Matanya menatap tajam hazel Maudy, seiring pergerakan wajahnya yang semakin mendekat hingga bibirnya mendarat di bibir Maudy yang berwarna sedikit orange karena efek liptint yang dia kenakan.

Beberapa detik awal hanya menempel, dan setelah itu barulah Kafin memulai pergerakan kecil yang terasa asing bagi Maudy.

Membuat Maudy terpejam dan melupakan segalanya.

"Masih butuh jawaban?" Tanya Kafin saat melepaskan tautan bibirnya.

Maudy tidak tahu kalau ciuman tadi bisa berdampak sangat besar baginya. Sampai-sampai membuat kepalanya menggeleng dan merubah rencana yang sudah dia susun matang-matang.

Tangan Kafin bergerak mengacak rambut Maudy. Senyuman tipis terbit di bibirnya. "Besok-besok nggak usah bikin panik kayak tadi ya? Kalau ada yang bikin kamu nggak nyaman, kita obrolin baik-baik."

Masih dikuasai oleh efek ciuman singkat, kepala Maudy mengangguk sekali lagi.

"Kamu mau balik ke dalam atau pulang aja?"

Maudy menarik tubuhnya menjauh. "Nggak mau balik ke dalam."

"Ya sudah, kita pulang."

"Tapi nggak mau pulang juga." Jawab Maudy cepat.

Kafin terkekeh pelan. "Mau jalan-jalan sebentar?"

"Iya."

"Oke kalau kamu maunya gitu, kita jalan-jalan ya?"

Setelah itu, Kafin memasangkan seat belt untuk dirinya juga Maudy dan segera mengeluarkan mobilnya dari parkiran kafe.

Saat mobil sudah memasuki jalan tol, Maudy menurunkan sandaran kursi hingga posisinga hampir berbaring. Ia perlu meregangkan otot karena seluruh tubuhnya terasa pegal setelah insiden kurang mengenakkan tadi.

Maudy mengecilkan mematikan radio dan menoleh ke samping. Entah mengapa, Kafin yang fokus mengemudi selalu menjadi favoritnya.

Merasa diperhatikan, Kafin melirik ke sebelahnya. Benar saja, gadis yang terlihat manis dengan dress kuning itu tengah menatapnya. "Kenapa? Hm?"

"Aku mau nanya, boleh nggak?"

"Nggak." Jawab Kafin cepat. Sedikit was-was jika Maudy kembali memberikan pertanyaan yang berpotensi menimbulkan kejadian seperti tadi.

Tidak peduli dengan jawaban yang ia terima, Maudy tetap melontarkan pertanyaan yang sejak tadi hinggap di kepalanya, "kamu sengaja nyembunyiin kalau kamu merokok ya?"

Kafin berdecak pelan. "Udah dibilangin nggak boleh juga."

"Kan penasaran. Ya udah sih, tinggal di jawab doang. Lagian, aku nggak pernah punya masalah sama cowok yang ngerokok." Jawab Maudy santai. Seolah kejadian di parkiran tadi tidak pernah terjadi.

"Iya."

"Iya apaan?" Ujar Maudy bingung.

"Sengaja sembunyiin."

Maudy mendengkus. "Kenapa harus disembunyiin?"

"Untuk menghindari drama 'tinggalim rokok atau tinggalin aku'." Jujur Kafin.

"Kan sudah kubilang, aku nggak punya masalah sama cowok yang ngerokok. Walaupun kalau boleh jujur, males aja kalau habis keramas terus kena asap rokok orang. Sumpah, itu ngeselin banget sih."

Tawa Kafin terdengar ketika mendengar keluhan Maudy. "Kebanyakan cewek yang aku kenal, nggak suka sama cowok yang ngerokok. Mana aku tahu kalau aku seberuntung itu dapetin kamu yang bisa menerima aku apa adanya."

Hazel Maudy memutar. "Lebbay!"

Setelah itu, keheningan tiba-tiba saja tercipta. Keduanya lebih memilih fokus dengan jalanan luar yang sudah gelap namun tetap saja masih banyak kendaraan yang berlalu-lintas.

Cukup lama suasana itu meliputi mereka, hingga Maudy bosan dan berencana untuk menyalakan radio kembali namun tertahan oleh ucapan Kafin.

"Sorry, Dy."

Maudy menggigit bibirnya. Menahan rasa tidak nyaman yang perlahan muncul kembali. "Untuk apa?"

"Untuk apa aja."

"Nggak jelas." Kata Maudy sambil memutuskan pandangannya dan berpura-pura tidur.

Kafin terkekeh pelan sambil menepuk-nepuk punggung tangan Maudy yang ada di pangkuan gadis itu. "Jangan pergi ya."

🤐🤐🤐
Yang bilang Maudy bodoh, kalian harus rasain jatuh cinta biar ngerti. Wkwkw ngukuk. (Agak jijay sih 😂 tapi this is true.)

Kata-kata 'jatuh cinta boleh, bego jangan' itu emang bener broo, tapi buat lakuinnya tuh susah gais 😂

Implisit ✔Where stories live. Discover now