Delapan

2.3K 193 1
                                    

"Pagi, Bun, Pah," ucap Sheeda saat menghampiri Shila dan Aji yang sedang duduk di ruang keluarga.

"Pagi, sayang. Tumben udah siap aja," ucap Shila ketika melihat Sheeda yang sudah menggunakan blus berwarna tosca dengan rok span berwarna hitam dan kerudung pashmina yang senada dengan blusnya.

"Apaan orang cuman pake baju ginian aja, gak pake baju seragam juga," elak Sheeda.

Aji memerhatikan penampilan anak sambungnya itu, lebih rapi dibanding biasanya. Karena biasanya anak itu selalu menggunakan pakaian tidur kalau tidak akan kemana-mana. "Papah setuju sama Bunda kamu, mau kemana?"

Sheeda mempoutkan bibirnya, Papahnya ini memang beda dengan Ayahnya. Karena Aji lebih tegas kepada dirinya oleh karena itu, Sheeda tidak berani melawan bahkan berbohong kepada Aji, tidak seperti Wildan yang sangat lembut dalam membimbing dan mendidik Sheeda. Tetapi dibalik itu semua rasa sayang Aji tidak beda dengan Wildan, dirinya sangat bersyukur karena diberikan dua hero yang sangat berati dalam hidupnya.

"Sheeda cuman ke depan bentar doang kok, Pah. Gak akan lama, janji deh," jawab Sheeda dengan mengangkat tangannya.

"Sama siapa?"

"Sama temen, Papah...," jawab Sheeda kembali.

"Pulang jam berapa? Inget kamu sekarang kebagian dinas malam, Papah gak mau kamu telat," peringati Aji.

Sheeda memutar matanya malas. "Iyah, Sheeda kalau gak balik lagi ke sini bearti Sheeda langsung pulang ke rumah Ayah."

"Hati-hati sayang. Nanti kabarin Bunda kalau kamu mau langsung ke rumah Ayah," ucap Shila saat baru datang dengan sepiring cemilan kesukaan Sheeda.

Sheeda langsung mencomot cemilan itu.

"Jangan bikin khawatir Bunda kamu, hubungi juga Chio nanti," ucap Aji yang langsung diangguki oleh Sheeda.

Suara klakson mobil membuat Sheeda terpaksa menghentikan ngemilnya. "Bun, Pah Sheeda berangkat yaa... Assalamu'alaikum."

Sheeda mencium kedua punggung tangan sang Bunda dan sang Papah, lalu berjalan mendekati suara klakson itu.

Sheeda masuk ke mobil Alphard hitam yang sudah terparkir di depan rumahnya. Tidak ingin ada gosip yang enggak-enggak menimpanya, daerah rumahnya itu sangat rawan, mulut-mulut ibu komplek nya itu sangat pedas melebihi pedasnya cabai sekilo.

Seseorang langsung menyodorkan tissue kepada Sheeda. "Di elap dulu tuh bibir, belepotan gitu."

Sheeda mengambil tissue itu dan langsung mengelapkannya. "Makasih. Tadi sih kamu gak bilang malah nyalain klakson kan Saya jadi kaget dan buru-buru ke sini."

"Maaf, bukannya kamu yang bilang gitu, kalau saya belum boleh muncul dihadapan Bunda dan Papah kamu?"

"Bukan gitu, cuman Saya belum bilang aja. Tunggu waktu yang tepat."

Kalian bisa menebak siapa yang jadi lawan Sheeda? Ya! Dia Danish, lelaki yang dua minggu lalu melamar Sheeda dengan mendadak.

Danish menyalakan mesin mobilnya dan segera melajukan mobilnya ke suatu tempat.

Sheeda dan Danish masuk ke suatu cafe di daerah Cihampelas dekat dengan rumah Ayah Sheeda.

"Kamu pesen duluan aja,  sekalian pesanan dengan saya. Saya ke depan sebentar," ucap Danish dengan menyodorkan buku menu.

Sheeda menerima buku menu itu. "Kamu pesen apa? Emangnya kamu mau kemana? Jangan lama, Saya gak PD kalau harus nunggu sendiri di sini."

"Samain aja, atau terserah kamu. Saya penyuka semua jenis makanan kok. Enggak kok, gawai Saya ketinggalan di mobil," ucap Danish lalu melenggangkan tubuhnya.

Di Penghujung Waktu [COMPLETED]Where stories live. Discover now