Dua Puluh Tujuh

2K 145 0
                                    

Mobil Sheeda masih terparkir di rumah sang Ayah, sudah dua hari Sheeda menginap di rumah Wildan, dan selama itu mereka tidak saling bertukar pesan ah bukan lebih tepatnya Danish yang selalu unrespon setiap kali Sheeda mengirimkan pesan WhatsApp kepada suaminya.

Pintu kamar Sheeda terbuka memperlihatkan Wildan yang masih mengenakan pakaian kantornya. Sheeda yang sedang mengerjakan beberapa tugas di laptop langsung bertanya kepada sang ayah.

"Hubungan kalian baik-baik aja, kan Kay?" tanya Wildan.

Sheeda dengan ragu menganggukkan kepalanya.

Wildan duduk di samping Sheeda. "Ayah tahu anak Ayah ini lagi berbohong. Ada apa?"

"Masalah biasa, Yah."

"Terus kenapa selama dua hari ini danish gak ke sini?"

"Gak tahu, Ayah tanya aja ke mas danish." Sheeda menjawab dengan fokus ke laptop, ini sekedar untuk mengurangi rasa gugupnya.

Hembusan napas sang Ayah terdengar tangan Wildan pun berambat meraih bahu Sheeda.

"Sayang, dalam hubungan pasti ada aja cekcok apalagi ini dalam bahtera rumah tangga. Tapi, kalau Kay malah ngejauh gini masalahnya bakalan nambah. Masalah ada untuk dihadapi dan diselesaikan berdua. Ayah tahu masalah rumah tangga kalian itu milik kalian berdua cuman Ayah ngasih saran sebagai orang tua Kay. Dalam islam dijelaskan bahwa marahan itu gak baik dan Allah tidak menyukainya apalagi ini sudah mau tiga hari. Bicarain baik-baik ya, sayang.... Ayah percaya dengan anak Ayah." Wildan berbicara dengan sangat lembut.

Sheeda yang sejak tadi sibuk mengetik sesuatu saat sang ayah berbicara tangan yang tadinya mengetikkan sesuatu langsung diam. Yang dibicarakan Ayah nya memang benar, kalau seperti ini hubungannya dengan Danish malah semakin renggang.

"Tapi Kay selalu izin kok, Yah. Ya... Walaupun gak pernah direspon sama mas danish," ucap Sheeda dengan menggigit bibirnya agar ia tidak bergetar dan menangis.

"Sayang... Gini, kalau ada pesan ke Kay beberapa jam yang lalu terus baru kebuka sama Kay barusan nih Kay bakalan bales atau gak?"

"Tergantung, Yah. Kalau pesan itu berisi izin atau pemberitahuan Kay lebih milih buat baca aja karena takutnya malah ngeganggu, tapi kalau isinya pertanyaan pasti Kay jawab."

"Nah itu, nak danish mungkin gak enak kalau bales pesan dari Kay. Gak enak kalau keganggu, bisa jadi juga gak enak karena merasa bersalah. Oh ayolah kalian berdua masih muda, masih labil, muhasabah dirinya sudah cukup."

"Kay takut nanti Kay pulang mas danish masih bersikap yang sama, Yah," ucap Sheeda mengutarakan kekhawatirannya.

"Bertahap, sayang. Asalkan Kay harus sabar dan kuat pasti semuanya akan baik-baik aja."

"Yaudah nanti Kay pikir-pikir lagi deh."

"Jangan kelamaan, anak Ayah bukan seorang pecundang." Wildan mengutarakan itu dengan tertawa.

Sheeda ikut tertawa. "Ay ay capten!"

Tangan Wildan mengusap puncak kepala Sheeda dengan penuh kasih sayang. "Ya sudah kalau seperti itu, Ayah ke kamar dulu."

Sheeda mengangguk dan setelah Wildan keluar dari kamarnya ia malah diam dengan menimang-nimang perkataan sang ayah tadi.

----------

Danish hari ini pulang sore, mobilnya ia belokan ke arah rumah sang Ibu. Rasa rindu kepada sang adik sudah tidak bisa terbendung lagi apalagi ada kabar dari Ibunya kalau Fiya demam lagi.

Tidak lama mobil yang dikendarai nya sampai di pekarangan rumah orang tua Danish. Dengan membawa makanan kesukaan Fiya ia masuk ke rumah yang menjadi tempat pulangnya saat masih belum ada wanita yang saat ini sedang bersitegang dengannya.

Di Penghujung Waktu [COMPLETED]Where stories live. Discover now