Delapan Belas

2K 158 1
                                    

Awan cerah kini berangsur-angsur berubah menjadi gelap menandakan bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Wanita cantik dengan kerudung peach berulang kali melirik arlojinya. Sampai akhirnya pintu cafe terbuka memunculkan seorang yang sudah Sheeda tunggu semenjak tiga puluh menit.

"Sorry nunggu lama, Sheed."

"Gak papa."

Lelaki itu langsung duduk di kursi lalu membuka laptopnya.

"Mana yang akan kamu tanyakan, Tha?" tanya Sheeda langsung to the point.

Semalam, Athala menghubungi nya untuk menanyakan beberapa hal tentang KKN mereka kemarin. Dan karena jawaban Sheeda dirasa Athala belum puas makan Athala izin untuk menemuinya, akhirnya Sheeda menerima tawaran itu, toh hanya membantu partnernya saja, tidak salah kan?

"Ini Sheed, aku kurang ngerti. Sebenernya sih ngerti, cuman dospem aku yang nanyanya berbelit-belit."

"Oh ini, jadi tantangan saya sama kamu waktu KKN kemarin adalah rasa ketidakmauan dari warga sekitar. Mereka menganggap mencuci tangan sebelum beraktivitas itu menghabiskan waktu, ya istilahnya mereka mau yang lebih instan. Karena kalau cuci tangan bearti mereka harus ke kamar mandi yang berada di ujung sana. Nah, saya dan kamu sudah membahas tentang ini, kan? Terus saya dan kamu sepakat untuk mencoba proker yang membuat wastafel di beberapa titik, ini untuk apa? Untuk mempermudah warga di sana. Dan satu lagi, saya dan kamu merencanakan untuk membuat ramuan seperti cairan antiseptik untuk mereka gunakan saat malam hari jika ingin memakan sesuatu, karena kalau mereka harus keluar itu sangat rawan bukan?" jelas Sheeda.

Athala mengangguk mengerti. "Oh iyaiya. Kok aku bisa lupa ya."

Sheeda tertawa kecil. "Bukan lupa, cuman kamu terlalu gugup ngadepin dospem kamu jadi blank."

"Kayaknya soalnya dospem aku termasuk jajaran dosen killer, Sheed."

"Ah kamu, dosen killer malah menuntut untuk berfikir kritis, ya bagus dong kalau gitu jadi mahasiswanya berkembang."

"Iya juga, cuman gak hanya itu, dosen yang kayak gitu sukses buat nadi takikardi."

"Ah kamu hahaha. Oh ya, ada yang ditanyain lagi gak?"

"Untuk saat ini cukup kayaknya. Kamu ada acara lagi emang nya?"

"Enggak sih, cuman saya belum maghriban. Kalau gak ada yang ditanyain saya mau izin buat pergi duluan."

Athala melirik arlojinya. Benar saja, jam berhenti di ujung angka 6 dan 4. "Ya sudah silakan."

Fyi. Athala ini memeluk kepercayaan yang beda dengan Sheeda, namun Athala sangat menghormati agama Sheeda, tidak jarang dirinya mengingatkan Sheeda untuk sholat saat KKN kemarin.

Sheeda membereskan laptopnya karena sepanjang dirinya menunggu Athala, Sheeda memanfaatkan untuk menyusun laporan akhirnya.

"Astagfirullah lupa bawa payung," ucap Sheeda saat tepat di pintu keluar cafe.

Tidak lama dari itu, sebuah tangan menyodorkan sebuah payung berwarna biru yang masih dilipat.

"Pake aja."

"Tapi kamu tar kebasahan juga Tha."

Ya orang itu Athala yang berdiri di samping Sheeda.

"Gak papa. Aku bawa baju di mobil, tar aku ganti aja."

"Yaudah gimana kalau kamu yang anterin saya ke mesjid depan? Eh gak papa, kan? Jadi setelah itu kamu boleh balik deh."

"Dengan senang hati tuan putri."

"Apaan sih."

Athala membuka payungnya dan Sheeda masuk ke dalam naungan payung Athala.

"Makasih ya," ucap Sheeda saat sudah di depan mesjid.

Di Penghujung Waktu [COMPLETED]Where stories live. Discover now