Dua Puluh Enam

2K 146 0
                                    

Sikap Danish masih dingin seperti semalam, dan Sheeda berinisiatif untuk bertanya ada apa dengan suaminya itu, tidak seperti biasanya ia bersikap dingin kepadanya, bahkan tadi pun suaminya tidak membangunkan dirinya.

Suara bel terdengar, Sheeda langsung melihat dan senyumnya merekah saat kurir datang dengan sebucket bunga yang sangat indah. Setelah mengucapkan terimakasih Sheeda menyimpan bunga itu di kamar dan ia kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Hentakan kaki terdengar, Sheeda yakin bahwa itu Danish suaminya. "Mas," panggil Sheeda dengan senyum yang sangat manis.

Danish hanya melihat sekilas lalu kakinya melangkah menuju kamar yang ada di lantai atas.

Persis! Sheeda sudah bisa menebak bahwa suaminya itu tidak akan meresponnya. Sebenarnya ia sendiri tidak tahu apa yang menyebabkan suaminya bersikap dingin seperti itu, tapi ia tidak boleh bertahan dengan egonya ia tahu jika ada yang tidak beres dengannya yang membuat suaminya seperti itu.

Sheeda langsung menyusul suaminya, dan saat sampai di kamar, terlihat Danish sedang terdiam dengan mata tertuju kepada bucket bunga yang sengaja Sheeda simpan di atas tempat tidur ditambah tulisan 'I'm sorry'.

Tangan Sheeda mengambil bucket bunga dan melangkah ke arah suaminya. Tangan kiri memegang bunga dan tangan kanannya membelai pipi Danish.

"Sheeda tahu Mas bersikap seperti ini karena ada yang salah dari aku, makanya aku beli bunga ini sebagai permintaan maaf aku, jangan kayak gini. Sheeda rindu Mas Danish yang selalu buat Sheeda tersenyum. Sheeda gak mau Mas dingin gini. I'm sorry my husband," ucap Sheeda dengan kedua bola mata yang sudah berkaca-kaca.

Bagaimana tidak, dari semalam Sheeda mencoba untuk bersikap biasa saja. Sheeda pulang langsung menyiapkan makanan untuk suaminya tapi Danish tidak sedikit pun memakannya dengan alasan ia sudah makan di rumah sakit tadi. Ok not problem, setelah itu Danish lebih memilih memeriksa pasiennya di ruang kerja, tidak biasanya! Bahkan saat Sheeda terbangun tepat jam dua belas malam, suaminya itu tidak ada di kamar, dan suaminya masih berkutat dengan buku tebal dan handphonenya.

Inisiatif, Sheeda membuatkan sebuah coklat hangat, suasana malam ini sangat dingin, ntahlah Sheeda tidak mau menerka-nerka. Dan saat Sheeda kembali ke ruang kerja suaminya sudah tidak ada di sana, lalu ia langkahkan kakinya menuju kamar dengan masih membawa nampan berisi coklat panas. Hembusan napas dari Sheeda saat melihat suaminya sudah tertidur, baiklah tidak baik bukan membuang makanan/minuman? Coklat hangat itu kemudian Sheeda minum sendiri dan kembali menuju tempat tidur dan mencoba untuk tertidur.

Mata Danish menatap mata Sheeda yang jernih dan sudah dipenuhi oleh air mata yang sudah siap untuk meluncur ke pipi Sheeda. Diam, hanya itu respon Danish.

Dan air mata itu lolos jatuh tapi buru-buru Sheeda hapus, ia tidak boleh terlihat rapuh!

"Baiklah kalau memang Mas masih tidak memaafkan Sheeda, yang terpenting Sheeda sudah meminta maaf jika Sheeda salah urusan Mas memberikan maaf atau nggak. Sheeda gak berhak bukan untuk menentukan? Sudahlah, Sheeda harus berangkat sekarang, sarapan sudah Sheeda siapkan, tolong kali ini makan masakan aku, jangan buat khawatir istrimu, baju untuk hari ini sudah aku siapkan di ruang ganti. Maaf sekali lagi, I love you my husband. Assalamu'alaikum." Sheeda mencium punggung tangan Danish lalu beranjak meninggalkan Danish yang masih terdiam tidak memberikan respon.

Suara pintu tertutup barulah Danish menjawab salam sang istri.

"Arghh!" ucap Danish lalu meraup wajahnya dan menghempaskan dengan begitu saja.

----------

Benar banyak sekali manusia yang akan kalah dengan ego dan inilah yang terjadi pada diri saya. Sebenarnya sejak semalam saya akan membicarakan dan meminta kejelasan kepada perempuan yang sangat saya cintai setelah ibu dan kak nila. Tapi lagi-lagi ego yang membuat saya seperti ini.

Di Penghujung Waktu [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora