Tiga Puluh Tujuh

2.2K 148 1
                                    

Tiga hari sudah Sheeda menjalani perawatan di rumah sakit. Badannya sekarang sudah terlihat lebih segar dan sudah mulai menata hidup nya kembali mengingat ada seorang bayi laki-laki yang menunggunya di rumah, siapa lagi kalau bukan baby Afsheen yang sekarang sedang berada di rumah Bunda+nya.

Semenjak dirinya di sini Afsheen terpaksa dititipkan ke Rosa dan Shila karena Danish yang pasti belum bisa menjaga Afsheen sendiri.

"Sheeda bisa pulang sekarang, kan Dok? Sheeda udah mulai enakan kok," ucap Sheeda memohon ke Dokter Annisa.

"Kram di perut ibu Sheeda bagaimana sekarang? Intensitas nya?"

"Alhamdulillah sudah mulai berkurang, Dok."

"Alhamdulillah, kita lihat sore nanti ya, Bu. Kalau memang lebih baik lagi Ibu Sheeda boleh pulang."

Sheeda tersenyum riang, rindunya kepada baby Afsheen sudah tak terbendung.

"Makasih Dok."

Setelah itu Dokter Annisa pamit untuk memeriksa pasien lain. Dan Danish masuk ke ruangan Sheeda.

"Mas," sapa Sheeda.

"Ibu kemana?" tanya Danish saat tidak terlihat seorang pun yang ada di sini.

"Ibu lagi keluar sebentar mungkin ke kantin. Kenapa?"

"Oh." Setelah itu Danish duduk di kursi sofa yang berada di ruangan itu.

Tidak ada percakapan, sampai Sheeda memulainya.

"Mas," ucap Sheeda dengan menggigit bibirnya.

Danish yang sedang mengecek handphone nya langsung berdeham menanggapi panggilan istrinya. Fyi, Danish masih dingin ke Sheeda ya guys bahkan kalau bukan orang tuanya yang maksa buat mengunjungi ruangan istrinya mungkin ia gak akan ke sini, masih dalam tahap marah dengan kejadian kemarin.

"Mas udah lihat keadaan Baby Afsheen? Sheeda kangen deh sama anak lucu itu," ucap Sheeda.

Tangan Danish mengepal, matanya menatap Sheeda. "Oohhh jadi lebih sayang bayi itu dibanding janin kamu?"

Alis Sheeda bertautan. "Maksud Mas apa sih?"

Danish menghampiri Sheeda. "Kamu tanya maksud saya apa hah? Kamu lebih sayang bayi itu, lihat sekarang? Kamu lebih peduli sama bayi itu dibanding janin yang baru saja kamu terlantarkan sampai ia harus Allah ambil lagi!"

Mata itu mulai berkaca-kaca, selalu saja seperti ini jika Sheeda berbicara tentang bayi, anak dan yang lain.

"Terlantarkan, maksud kamu? Iya! Pemikiran kamu sangat picik mas! Janin itu, janin yang tumbuh di rahim aku adalah janin yang sangat aku harapin mas... Kamu gak tahu,kan? Setiap bulan... Setiap aku telat menstruasi aku langsung testpack tapi apa hasilnya? Gak ada yang berhasil sampai beberapa bulan ini aku gak berani test karena aku tahu rasanya menanti sesuatu namun berulang kali dikecewakan itu sangat menyakitkan! Dan di sini seakan kamu yang paling tersakiti, bukan Mas! Aku juga! Aku yang mengandungnya, aku bahkan gak melihatnya saat sebelum ia dikuburkan! Aku... Juga tersiksa Mas, Tahu kamu rasanya kehilangan separuh dari badan kamu? Tahu?! Enggak, kan?!" Air mata Sheeda terus keluar namun langsung ia hapus dengan kasar.

"Aku mencoba untuk kembali, kembali menata hidup karena aku tahu! Aku percaya! Ini yang terbaik menurut Allah. Allah sayang bayi kita, Mas... Aku pun selama ini selalu bersikap biasa saja, kenapa? Aku sedang mencoba untuk menyembuhkan luka ini, karena aku sadar ada satu kehidupan yang sedang menungguku di rumah. Kamu tahu itu! Afsheen itu adalah salah satu titipan Allah untuk kita... Kalau kita terus terpuruk seperti ini, bagaimana dengan Afsheen?"

Di Penghujung Waktu [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang