Lost

143 21 9
                                    

"Hei! Kamu, Moriyama 'kan?"


Seiko menghentikan langkahnya untuk melihat menuju siswa yang memanggilnya. Ada dua orang siswa berjalan mendekatinya. Dia mengerutkan keningnya, berusaha mengingat kembali siapa nama mereka—Seiko yakin dia ada di kelasnya. Dalam hatinya Seiko mengutuk ingatannya yang begitu buruk mengingat hal-hal baru. Pada akhirnya Seiko hanya bisa diam saja dan mengangguk pelan.


Salah satu siswa tersenyum lebar. Sekilas dia terlihat seperti telah memenangkan sesuatu. "Kau adalah produser baru, bukan?" tanyanya lagi. "Apa kau sudah memilih unit mana yang akan kau produseri?"


Kening Seiko mengerut. Dia bisa menebak ke arah mana jalur pembicaraan ini. Meski sesaat merasa ragu untuk menjawab, Seiko akhirnya menggeleng. "Aku belum memilih unit," jawabnya singkat.


Gadis itu bsia melihat senyuman dua siswa tersebut melebar. "Baguslah! Kalau begitu bagaimana kalau kau menjadi produser unit kami!" usulnya. "Kau mungkin masih baru, tetapi tidak ada salahnya untuk segera memilih unit bukan? Unit kami tidak begitu besar, tetapi dengan adanya dirimu pasti kami terbantu!"


Ekspresi Seiko tidak berubah. Dia menatapi dua siswa itu dengan kurang yakin. "Terima kasih atas ajakannya, hanya saja aku tidak bisa menerimanya. Mungkin akan kupikirkan terlebih dahulu," jelasnya. 'Lagipula, aku tidak tahu apa-apa tentang menjadi produser. Mana mungkin aku bisa membantu kalian...'


Sesaat dua siswa itu diam. Senyuman pada bibir mereka perlahan memudar, namun salah satu dari mereka segera menyunggingkan senyuman yang sama. "Ayolah jangan begitu!" katanya. "Tidak ada salahnya membantu, 'kan? Kami juga akan membantumu nantinya, jadi jangan—"


"Maaf," Seiko segera memotong kalimat mereka. Tangannya mengepal erat. "Tetapi, aku akan menolaknya. Aku belum melihat unit-unit lainnya," jelasnya. "Aku akan memikirkan kembali ajakan kalian setelah melihat semua unit di sini. Sekali lagi, terima kasih sudah mengajakku..."


Dua siswa itu tampak terkejut untuk beberapa saat. Mereka menatapi satu sama lain dengan was-was, sebelum akhirnya mengangguk dan segera berjalan meninggalkan Seiko. Seiko sendiri masih berdiri di tempat yang sama, menatapi dua siswa itu melangkah pergi.


Perlahan Seiko melepaskan kepalan tangannya. Dia baru saja akan melangkah pergi ketika mendengar suara siswa yang sama tidak jauh di belakangnya. Suara mereka cukup pelan, hanya saja dengan keadaan lorong yang tidak begitu ramai, Seiko bisa mendengar mereka dengan jelas.


"Apa-apaan murid baru itu? Galak sekali."


"Kau lihat wajahnya tadi? Sepertinya kita harus berhati-hati dengannya."


"Mmhm, benar juga. Tatapannya tadi menakutkan..."


Seiko terdiam. Dia tidak berdiam diri untuk waktu yang lama dan segera melangkah pergi. Hanya saja kepalanya tetap tertunduk selama berjalan menyusuri lorong. Ucapan dari dua siswa barusan terulang kembali di kepalanya. Secara refleks tangannya bergerak memainkan poninya sendiri, juga melonggarkan jepit rambutnya agar bisa menutupi sebagian wajahnya.


Dia terfokus pada lantai dan poninya sendiri, sampai akhirnya menabrak sesuatu—atau lebih tepatnya seseorang. Rasa panik menyelimuti gadis itu begitu dia mendengar rintihan seseorang. Ketika dia mengangkat kepalanya, netra ungunya bertatapan langsung dengan sepasang mata berwarna emas.

StarlightWhere stories live. Discover now