A Call

85 11 2
                                    

"Pagi, Seiko, Sei..."


Kakak beradik Moriyama berbalik menuju asal suara tersebut, sedikit terkejut dengan kehadiran ibu mereka. Sei tidak menatap berlama-lama dan kembali fokus pada kotak bekal di depannya sambil membalas sapaan ibunya. Seiko di sisi lain tersenyum sambil memberikan segelas kopi pada sang ibu.


"Pagi, Bu. Bagaimana tidurmu?" tanyanya perlahan. Matanya memperhatikan bagaimana ibunya berusaha menyembunyikan kantung matanya dengan make up.


Kaori menghela napas sambil menerima gelas dari putrinya. "Baik, hari ini ibu tidur lebih lama dari biasanya," dia segera menyisip kopinya. "Pekerjaan ibu masih tidak berkurang juga..."


Sei meletakkan kotak bekal di dekat ibunya. "Jangan lupa istirahat, Bu," tegurnya. "Kita tidak perlu satu orang lagi tumbang. Nee-san saja sudah lebih dari cukup. Ibu tahu seberapa menyebalkannya Nee-san kalau sakit bukan?"


"Apa maksudmu, Sei?"


Tawa pelan keluar dari bibir Kaori. Pandangannya kemudian jatuh pada jam dinding, sebelum matanya terbelalak. "Oh, astaga!" dia langsung meneguk sisa kopinya, tidak mempedulikan panas atau pun rasa pahitnya. "Ibu sudah telat. Kalau begitu ibu pergi duluan. Kalian nikmatilah sekolah kalian! Seiko, jangan lupa jaga kesehatanmu!"


Seiko terkekeh pelan. "Aku akan baik-baik saja. Ibu juga jaga diri," katanya. Dia tertawa lagi saat ibunya hanya membalas dengan mengecup pipinya sebelum berlari keluar rumah.


Kakak beradik itu masih diam di tempat mereka sambil memandangi pintu depan yang tertutup. Begitu mereka mendengar suara mesin mobil milik ibu mereka menghilang, keduanya menghela napas bersama-sama. Dalam keheningan, mereka menyiapkan kebutuhan sekolah mereka—Sei tidak lupa memasukkan bekal milik kakaknya secara paksa.


Begitu keduanya keluar rumah dan berjalan bersama-sama menuju stasiun, Seiko membuka mulutnya. "Kuharap Ibu baik-baik saja."


Sei melirik kakaknya sesaat, sebelum menunduk. "Kuharap begitu," balasnya. "Belakangan ini Ibu pulang lebih malam dan tidak tidur sampai pagi tiba."


Kening Seiko mengerut. Dia tidak tahu harus berkata apa lagi. Sisa perjalanannya bersama Sei dipenuhi oleh keheningan. Dalam hatinya mereka hanya bisa mendoakan ibunya baik-baik saja.


✧✦✧


"Oh, begitu..." Arashi mengangguk-angguk pelan. Matanya memandangi Seiko yang sedang menulis di buku catatannya.


Ketika dia melihat Seiko yang datang ke sekolah tampak lebih gelisah dari biasa, dia langsung mendekatinya. Seiko sendiri tidak perlu dipaksa untuk menjelaskan apa yang mengganggunya. Menyebutkan bagaimana ibunya terlihat begitu kelelahan dan kurang tidur.


"Intinya sama sepertimu, bukan?" tanya Koga dari tempat duduknya. Ucapannya seperti menusuk Seiko, membuat gadis itu menunduk dalam-dalam. "...Apa? Aku benar bukan?"


Ritsu tertawa pelan. "Corgi, kau tidak mengerti hati perempuan ya?" tanyanya. "Pantas tidak ada perempuan yang mau bersamamu," ia menghela napas panjang. Koga menggertakkan giginya kesal, tapi tidak membalasnya.

StarlightWhere stories live. Discover now