Confession

175 22 9
                                    

Ketika menyadari jarum jam menunjukkan pukul enam kurang, Seiko segera membereskan barang-barangnya di atas meja. Ruang klub kerajinan sudah sepi; Valkyrie tidak datang karena latihan, sementara Tsumugi sudah pergi sekitar satu jam yang lalu. Kebetulan sekali tidak ada orang lain yang datang sehingga Seiko memfokuskan dirinya untuk menjahit kostum baru.


Gadis itu menghela napas. Karena hari ini dia sendirian, Seiko terus bekerja sampai lupa waktu. Kalau saja dia tidak menyempatkan diri melihat ke jam mungkin dia akan menetap di sekolah sampai malam. Ia bisa membayangkan bagaimana reaksi ibu dan adiknya nanti kalau dia pulang jauh lebih malam dari biasanya.


Setelah yakin meja bersih dan rapi kembali, Seiko segera mengambil tas miliknya dan berjalan keluar ruangan. Dia baru saja akan mengunci ruangan klub, tetapi langsung tersentak kaget ketika melihat Rei berada di hadapannya. Kunci di tangannya sampai terjatuh.


Alis Rei terangkat heran. Ia memandangi Seiko untuk beberapa saat, sebelum tersenyum simpul. "Kau belum pulang, Jou-chan?" tanyanya. "Matahari sudah mulai terbenam, apa yang membuatmuu menetap sampai sekarang? Kuharap kau tidak memaksakan dirimu, lagi."


Kedua mata Seiko mengerjap. Dia langsung memungut kunci di lantai dan segera mengunci ruang klubnya setelah memastikan lampu di dalam sudah mati. "Aku tidak memaksakan diriku, hanya saja aku lupa waktu," katanya sambil terkekeh canggung. "Hari ini tidak ada yang berkunjung di ruang klub. Jadi tidak ada yang mengingatkanku sudah berapa lama aku di dalam."


"Ngomong-ngomong, kenapa Sakuma-senpai juga belum pulang?" tanyanya sambil menghadap seniornya lagi. Netra ungunya langsung bertemu dengan sepasang mata merah milik Rei.


Mereka saling menatapi satu sama lain untuk beberapa saat, kemudian Rei tersenyum. "Aku tertidur. Wanko tidak membangunkanku dan meninggalkanku sendirian," katanya sambil mendesah sedih. "Suatu kebetulan sekali, ya?"


Seiko memandangi Rei keheranan. "Ah, iya... kebetulan sekali," ucapnya ragu-ragu. Dia memperhatikan Rei dengan lebih teliti; tidak ada tanda-tanda dia seperti baru bangun. Wajahnya terlihat cerah seperti biasa dan secara keseluruhan dia terlalu rapi dan cukup segar untuk seseorang yang baru terbangun.


Ketika Rei tersenyum lagi, Seiko segera membuang kecurigaannya. Toh, apa pun yang sebenarnya Rei lakukan, dia bukanlah orang yang buruk juga.


"Karena hari sudah menggelap, bagaimana kalau kuantarkan kau ke stasiun?" usul Rei. "Membuat seorang gadis berjalan sendirian ketika hari mulai larut membuatku tidak nyaman. Apakah kau keberatan?"


"Oh, sama sekali tidak," Seiko tersenyum. Kalau dipikir-pikir, berjalan menuju stasiun bersama Rei sudah menjadi suatu kebiasaan. Setidaknya semenjak hari ketika Seiko diganggu oleh salah satu teman sekelasnya, ia merasa lebih sering berada di tempat yang sama dengan Rei. "Tapi, maaf juga sudah merepotkanmu, Senpai."


Rei tertawa pelan. "Kau sama sekali tidak merepotkan, Jou-chan," katanya. "Malah aku senang bisa membantumu. Seperti kataku tadi, aku merasa tidak nyaman meninggalkanmu sendirian," dia menjelaskan sambil mengusap kepala Seiko dengan lembut.


Pipi Seiko memanas. Dia hanya menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan wajahnya yang berubah merah. Dia segera melepaskan dirinya dari usapan Rei dan mengalihkan pandangannya. "U-Um! Ini sudah larut, bukan? Bagaimana kalau kita segera pulang? Aku tidak ingin Sakuma-senpai kehilangan waktu istirahatmu karena aku!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 06, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

StarlightWhere stories live. Discover now