Someone to Talk to

81 14 5
                                    

'Bodoh. Dasar bodoh. Bodoh. Bodoh!'


Seiko menggertakkan giginya kesal. Rasanya kemarin begitu kacau ketika dia mendengar ibunya jatuh pingsan saat sedang bekerja—diduga karena terlalu banyak pekerjaan. Dalam kunjungannya Seiko tidak hanya membuat masalah di ruang rawat inap, tapi juga sudah membentak ibunya. Memang dia sudah meminta maaf, tetapi Seiko tetap merasa bersalah.


'Kenapa aku lepas kendali begitu saja? Aku benar-benar bodoh,' rutuknya. Ia menatapi kostum di tangannya dengan kesal, sebisa mungkin melempar semua fokus pada kostum. Ingatannya tentang kejadian kemarin juga berusaha ia buang. Tapi tidak ada yang berhasil.


Hari ini juga terasa melelahkan. Seiko merasa tidak memiliki tenaga untuk berbicara atau melakukan kebiasaannya. Dia tidak nyaman membicarakan ibunya bersama teman-temannya, termasuk Arashi dan Mika. Sebagian besar hari ini dia lalui dengan menyendiri, ia juga sulit untuk fokus sampai catatannya hampir tidak terisi—untungnya Yuzuru dengan senang hati meminjamkan catatan miliknya.


'Lalu jepitku ada yang hilang. Aku melupakan bekal dan dompetku. Dan hari ini aku hampir tersandung di tengah garden terrace,' Seiko menghela napas. Rasanya sisa harinya dia lewati sambil menunggu kejadian terburuk yang mungkin terjadi. 'Rasanya aku tidak ingin bertemu dengan yang lain...'


Seiko terdiam. Netra ungunya kemudian memandangi seisi ruangan. Saat ini dia tengah menyendiri di ruang klub musik ringan, duduk membelakangi peti mati milik Rei. Suatu kebetulan anggota klub yang biasanya mengisi ruangan ini tidak berada di sini. UNDEAD tidak latihan hari ini dan Koga sepertinya ada keperluan sehingga saat ini entah ada di mana. Si kembar dan Elzi sedang sibuk dengan acara mereka sendiri. Sementara Seiko tidak tahu Rei berada di mana, ia belum melihat senior berambut hitam tersebut.


Ponselnya sengaja ia matikan agar dia bisa fokus pada pekerjaannya. Hanya saja semakin lama ia semakin kesulitan untuk fokus. Tangannya sedikit bergetar ketika dia berusaha untuk menjahit. Ia merintih pelan ketika jarum menusuk jarinya. Ia melihat darah mulai keluar dari luka tusuk itu, kemudian segera meletakkan kostum dan jarum, sebisa mungkin tidak mengotori kostum itu dengan darahnya.


"Jou-chan..."


Ia baru saja akan membersihkan darahnya sendiri ketika merasakan ada tangan lain yang menyentuh tangan miliknya. Tubuhnya tersentak pelan.. Dingin. Saat selanjutnya tangannya ditarik menuju pemilik tangan itu. Ketika Seiko berbalik, dia melihat Rei duduk di tengah peti matinya yang terbuka. Ia tidak memandangi Seiko, melainkan melihat jemarinya yang terluka dan mendekatkannya ke bibir.


"S-Sakuma-senpai—" pekik Seiko kaget. Rei menghisap darah di jari sang produser untuk sesaat, membuat tubuh Seiko mengkaku. Ketika mata Rei melihat menuju wajah milik gadis itu, ia melihat warna merah.


Rei segera melepaskan tangan milik Seiko. Dia melihat-lihat isi peti matinya sendiri sementara Seiko berusaha menelan apa saja yang baru terjadi. Ketika Rei menghadap Seiko lagi, dia menunjukkan sebuah plester. Entah bagaimana dia sudah menyediakan plester di dalam peti matinya, tetapi Seiko sudah tidak terkejut lagi. Sebelumnya Rei pernah mengeluarkan ham kering asin dari dalam sana.


"Kau harus lebih berhati-hati, Jou-chan," tegur Rei pelan. Ia membuka plester di tangannya. "Dan maaf sudah mengejutkanmu. Aku tidak bermaksud melakukannya. Kurasa aku juga sudah tidak sopan menarik tanganmu tiba-tiba," ucapnya sambil memasang plester itu pada jari milik Seiko. "Nah, sudah selesai."

StarlightWhere stories live. Discover now