Dinner

123 19 6
                                    

"Jadi, bagaimana Yumenosaki?"


Seiko dan Sei sama-sama menoleh menuju ibu mereka. Netra ungu mereka mengejap bersamaan, sebelum kembali memandangi makan malam mereka—semangkuk nasi bersama sup miso, ikan bakar, dan nikujaga. Makan malam spesial buatan Moriyama Kaori untuk merayakan hari pertama anak-anaknya di sekolah baru.


"Biasa saja," Sei menjawab duluan, tangannya asik memisahkan daging ikan dari tulangnya pakai sumpit. "Kukira akan sedikit berbeda dari sekolah biasa. Tapi secara garis besar ya... sekolah. Ada murid, ada guru, ada pelajaran biasa," helaan napas keluar dari sela bibirnya.


Kaori tertawa. "Memangnya kau kira apa? Yumenosaki memang sekolah, semua orang juga tahu itu," katanya. "Bagaimana denganmu Seiko? Bagaimana dengan Jurusan Produser?" pandangannya jatuh pada putri sulungnya.


Kening Seiko mengerut, dia mengangkat bahu. "Sama seperti Sei. Seperti sekolah biasa, tapi ada sedikit tambahan. Itu saja," gumamnya. "Lalu, gedung Jurusan Idol... luas juga."


Ada dengusan dari Sei, membuat Seiko menatapi adiknya kesal. "Pasti kau tersesat," katanya. Seringaian lebar terlukiskan pada wajahnya. Seakan-akan dia bangga karena bisa menebak kakaknya.


Wajah Seiko berubah merah. "Tidak! Kata siapa!?" sanggahnya. "Aku baik-baik saja pada hari pertama! Hanya butuh sedikit waktu untuk beradaptasi, itu saja!"


"Nee-san, katakan saja kalau kau tersesat. Ibu juga sudah tahu."


Seiko cemberut. Kesal. Bukan hanya dia tidak bisa berbohong, ibu dan adiknya sudah bisa membacanya semudah membalik telapak tangan. Akhirnya dia hanya mendengus pelan sembari melanjutkan makanannya. Wajah cemberutnya masih tidak berubah. Tetapi Kaori malah tertawa melihatnya.


Di matanya muncul gemilang. Ada sesuatu di balik tatapannya. Seiko yang melihat dari ujung mata hanya bisa mempersiapkan diri untuk pertanyaan paling buruk yang mungkin akan dia terima malam ini. Lalu sambil menyandarkan tubuhnya di meja makan, Kaori bertanya, "Apakah murid-murid sekolah idol tampan?"


Nah.


Lagi-lagi wajah Seiko berubah merah. "Ibu!" serunya kesal. Dia cemberut lagi, kesal ibunya malah tertawa lebar ketika mendengarnya.


"Yah," Sei kemudian angkat bicara lagi. Tangannya ia pakai untuk menyapu poni rambutnya. "Setampan apa pun mereka. Sepertinya aku tetap laki-laki tertampan di kehidupan Nee-san," ucapnya dengan bangga.


Kaori tertawa, sementara Seiko menatapi adiknya setengah masam setengah jijik. Sei sama sekali tidak terhina dengan wajah yang kakaknya tunjukkan, malah terhibur dan ikut tertawa bersama ibunya. Butuh sedikit waktu sampai mereka benar-benar berhenti, sebelum menatapi Seiko dengan penuh rasa ingin tahu. Isyarat baginya untuk memulai cerita.


Akhirnya Seiko hanya bisa menghela napas. "Sudah jelas mereka adalah idol, pastinya mereka memang tampan," gumamnya. "Aku sempat melihat siswi Jurusan Produser lain hanya saja... aku belum menyapa mereka. Oh! Tetapi tetap ada orang yang menemaniku hampir seharian penuh."

StarlightWhere stories live. Discover now